Berita Cirebon Hari Ini

Pedagang Kecil Cirebon Ketakutan, Raperda Kawasan Tanpa Rokok Disebut Bisa Matikan Warung

Pedagang Kecil Cirebon Ketakutan, Raperda KTR Disebut Bisa Matikan Warung

Penulis: Eki Yulianto | Editor: Dwi Yansetyo Nugroho
TribunCirebon.com/ Eki Yulianto
Ilustrasi pelarangan merokok 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto


TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON- Suara keresahan mulai menggema dari warung-warung kecil di sudut Kabupaten Cirebon.

Di tengah penurunan daya beli masyarakat, para pedagang kini dihadapkan pada ancaman baru, larangan penjualan dan pemajangan rokok dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Bagi mereka, rokok bukan sekadar barang dagangan, tapi penopang utama roda ekonomi warung kecil.

“Larangan itu sama saja menindas usaha rakyat kecil dan mematikan usaha kami. Bisa tutup warung,” keluh Mohamad Rifai, pedagang kelontong di kawasan Gempol saat berbincang dengan media, Kamis (6/11/2025).

Menurut Rifai, mayoritas pembeli yang datang ke warungnya adalah konsumen rokok.

Baca juga: Breaking News, Hampir 3.000 ASN Majalengka Tunggak Pajak Kendaraan Senilai Rp 9 Miliar


Dari penjualan itu, ia bisa memutar modal dan menjual produk lain seperti sembako, kopi, hingga jajanan anak.

“Pembeli yang datang ke warung, mayoritas konsumen rokok."

"Pendapatan dari jualan rokok membantu muterin barang dagangan lain. Loh, kok ini mau dilarang?” ujarnya, dengan nada kecewa.

Rifai berharap Pemerintah Kabupaten Cirebon meninjau ulang dan membatalkan pasal-pasal pelarangan dalam Raperda KTR yang dianggap memberatkan pedagang.

Baca juga: Residivis Narkoba Melawan Saat Akan Ditangkap Polisi di Cirebon, Bawa Senjata Tajam, Pecahkan Kaca


“Kami jualan kecil-kecilan sejak belasan tahun, ujungnya kok mau dimatikan seperti ini."

"Ini sumber mata pencaharian kami, kami mohon Bapak Bupati melindungi rakyat kecil,” ucapnya.

Nada serupa disampaikan Soleha, pedagang kelontong di Kelurahan Kenanga.

Ia menegaskan, larangan penjualan rokok justru akan memukul pedagang lebih besar dibanding efek pandemi COVID-19.

Baca juga: 4 Teks Pidato Hari Pahlawan Nasional Mudah Dihafalkan, Sampaikan pada 10 November 2025


“Kami masih terseok-seok sejak pandemi. Menolak peraturan kayak gitu. Pedagang kecil ya untungnya dari situ, dari jualan rokok."

"Rokok itu ikon jualan pedagang. Pembeli beli rokok, terus pasti beli dagangan lain. Bisa-bisa makin habis usaha pedagang,” jelas Soleha.

Menurutnya, aturan seperti Raperda KTR justru semakin menyakiti pedagang di tengah daya beli masyarakat yang terus menurun.

“Kami butuh dilindungi. Usaha kami harus jalan, ada anak dan keluarga yang harus dihidupi."

Baca juga: Truk Terjun ke Jurang di Jalan Raya Nasional Sukabumi-Banten, Satu Orang Terluka


"Bukan makin ditindas dengan aturan larangan seperti itu,” katanya.

Keresahan itu pun telah sampai ke telinga Bupati Cirebon Imron Rosyadi, saat sejumlah perwakilan pedagang mengadukan nasib mereka di Pendopo, Senin (3/11/2025).

Dalam pertemuan tersebut, Muji, perwakilan pedagang dari Kecamatan Kedawung, menyampaikan langsung kekhawatirannya.

“Dengan larangan itu, otomatis kami kehilangan sebagian besar pendapatan harian."

Baca juga: Truk Terjun ke Jurang di Jalan Raya Nasional Sukabumi-Banten, Satu Orang Terluka


"Rokok itu magnet buat pendorong penjualan barang-barang lainnya, termasuk produk UMKM."

"Tanpa rokok, pembeli akan menurun drastis. Kami mohon Pak Bupati bantu membatalkan pasal Raperda KTR ini,” ujar Muji.

Seperti diketahui, pedagang kecil, warung kelontong dan pelaku UMKM di Kabupaten Cirebon mulai khawatir dengan isi Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang sedang dibahas oleh DPRD setempat.

Dalam rancangan aturan tersebut, terdapat klausul yang melarang penjualan rokok secara eceran (batangan), serta penjualan dalam radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak.

Baca juga: Residivis Narkoba Melawan Saat Akan Ditangkap Polisi di Cirebon, Bawa Senjata Tajam, Pecahkan Kaca


Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung DPRD Kabupaten Cirebon pada Kamis (23/10/2025), petani tembakau dan pekerja industri hasil tembakau (IHT) juga menyampaikan penolakannya.

Ketua DPD Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Barat, Sambas, meminta agar DPRD berhati-hati dalam membahas Raperda tersebut.

“Kami minta agar legislatif bijak agar tidak menimbulkan efek domino negatif kepada petani, pedagang dan pekerja di ekosistem pertembakauan,” jelasnya.

Menurut Sambas, aturan itu berpotensi mengancam keberlangsungan komoditas tembakau yang menjadi warisan turun-temurun.

Baca juga: Breaking News, Hampir 3.000 ASN Majalengka Tunggak Pajak Kendaraan Senilai Rp 9 Miliar


“Ini sangat mengkhawatirkan, karena memuat pasal yang bisa mengancam kehidupan petani tembakau,” katanya.

Dari sisi pekerja, Teddy Heryanto dari Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSPRTMM) SPSI juga mengingatkan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Ada sekitar 3.000 pekerja SKT di Cirebon, 95 persen di antaranya perempuan."

"Kalau industrinya kolaps, ribuan keluarga terdampak,” ujarnya.

Baca juga: Federico Barba Absen, Berikut Prediksi Susunan Pemain Persib Bandung Lawan Selangor FC


Menanggapi hal itu, Ketua Pansus Raperda KTR H. Khanafi memastikan seluruh aspirasi masyarakat akan diakomodasi.

“Kami berupaya jangan sampai ada yang tercekik."

"Aspirasi masyarakat akan dibahas seadil-adilnya,” kata Khanafi.

Kini, di tengah perdebatan panjang itu, harapan pedagang kecil di Cirebon sederhana, agar aturan yang lahir tidak hanya berorientasi pada larangan, tapi juga pada perlindungan penghidupan ribuan warga yang bergantung di dalamnya.

 
 

Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved