Denda Rokok Rp 17 Ribu di Cirebon, Pengamat: Bukan Sekadar Nominal, Tapi Juga Etika dan Budaya Malu
Pengamat angkat bicara mengenai denda bagi perokok yang merokok di kawasan terlarang di Kota Cirebon.
Penulis: Eki Yulianto | Editor: taufik ismail
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto
TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Kebijakan denda Rp 17 ribu bagi perokok yang melanggar aturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Cirebon menimbulkan beragam pandangan.
Bagi sebagian orang, angka Rp 17 ribu dianggap terlalu kecil untuk menimbulkan efek jera.
Namun bagi Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik Kota Cirebon, Sutan Aji Nugraha, persoalan ini bukan sekadar soal uang.
“Apakah sanksi Rp 17 ribu ini bentuk edukasi atau sekadar formalitas hukum agar terlihat tegas di atas kertas?” ujarnya saat dimintai tanggapannya melalui pesan singkat, Sabtu (1/11/2025).
Menurutnya, esensi dari kebijakan ini seharusnya tidak berhenti pada nominal denda, tetapi menyentuh ranah etika dan budaya malu.
“Sebenarnya ini bukan sekadar nominal, tetapi seharusnya lebih kepada sanksi etika."
"Misalnya, menuliskan nama-nama pelanggar di kantor pemerintahan supaya muncul budaya malu,” ucapnya.
Ia menilai, kesadaran masyarakat tidak bisa tumbuh hanya dengan imbauan, tapi perlu dipaksa melalui regulasi yang konsisten.
“Kesadaran haruslah dipaksa dan turut mengembangkan serta menyempurnakan budaya malu,” ujar dia.
Menjawab soal respons publik terhadap sanksi ini, Aji berpendapat, bahwa reaksi masyarakat masih cenderung dangkal, antara takut kena razia atau sekadar patuh sesaat.
“Bagaimana Anda membaca respons masyarakat terhadap sanksi ini, apakah cerminan kesadaran kesehatan, atau sekadar takut kena razia?” kata dia menirukan pertanyaan yang banyak muncul di masyarakat.
Ia juga menyoroti ketimpangan antara penegakan hukum terhadap perokok dan bebasnya industri rokok beriklan dan mensponsori acara hiburan.
“Kita harus bedakan antara industri, bisnis dan pendidikan."
"Ini tercermin dari sudah tidak adanya sponsorship untuk pendidikan oleh industri tembakau,” katanya.
Menurutnya, jika memang tujuannya membangun kesadaran kolektif, kebijakan harus diiringi konsistensi moral pemerintah.
“Maka daripada itu, mestinya dibikin kebijakan seperti poin pertama, sanksi sosial yang membentuk budaya malu, bukan sekadar gebrakan di atas kertas,” ujarnya.
Lebih jauh, Aji menilai kebijakan denda kecil bisa berisiko menyepelekan aturan itu sendiri.
“Kalau denda kecil, masyarakat bisa menganggap pelanggaran ini sepele."
"Padahal ini bukan soal uang, tapi etis atau tidak,” ucap Aji.
Ia juga menyinggung konteks sosial Cirebon yang memiliki kultur guyub dan permisif.
“Kalau dilihat dari kultur masyarakat Cirebon, larangan merokok di ruang publik memang realistis, tapi perlu pendekatan sosial agar tidak menimbulkan resistensi,” jelas dia.
Meski demikian, ia mengingatkan, bahwa kebijakan seperti ini seharusnya tidak dimaknai sebagai upaya mematikan industri tembakau.
“Kita bukan sedang mematikan seseorang atau perusahaan tembakau."
"Justru, ini bagian dari pembangunan moral dan keseimbangan hak masyarakat,” katanya.
Soal keadilan sosial, Aji mengingatkan agar denda tidak malah membebani kelompok ekonomi bawah.
“Denda Rp 17 ribu ini bisa saja lebih sering menjerat kelas bawah ketimbang mereka yang punya privilese,” ujarnya.
Karena itu, ia menekankan pentingnya penegakan aturan yang proporsional dan kontekstual dengan karakter daerah.
“Paradigma penegak aturan adalah tonggak utama dalam implementasi kebijakan."
"Sanksi maupun denda sepatutnya mengikuti iklim daerahnya masing-masing,” ucap Aji.
Terakhir, Aji berharap, kebijakan serupa bisa diterapkan di daerah lain, namun dengan pendekatan sosial yang lebih humanis.
“Ruang publik itu sarana aktualisasi diri, jangan sampai hak masyarakat saling mendominasi."
"Di sinilah fungsi negara hadir untuk mengatur kesejahteraan rakyat secara adil,” jelas dia.
Menurut data Badan Pusat Statistika (BPS) Kota Cirebon, pengeluaran masyarakat Kota Cirebon untuk rokok mencapai Rp 80.691 per kapita per bulan pada 2024.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk beras sebesar Rp 75.289, menunjukkan rokok jadi kebutuhan prioritas.
Konsumsi rokok meningkat seiring pendapatan. Kelompok rendah menghabiskan Rp 46.454, menengah Rp 81.086 dan tinggi Rp148.208.
Rokok dikonsumsi lintas kelas sosial, bukan hanya kalangan ekonomi bawah. Pengeluaran rokok melampaui sayur dan buah.
Warga lebih banyak membelanjakan uang untuk rokok dibanding pemenuhan gizi.
Kebiasaan ini mencerminkan pola konsumsi yang tidak seimbang di tingkat rumah tangga.
Sebelumnya, Satpol PP Kota Cirebon kembali menertibkan sejumlah warga yang kedapatan merokok di kawasan terlarang.
Sebanyak tujuh orang pelanggar terjaring dalam operasi penegakan Perda Nomor 8 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada Sabtu (1/11/2025) pagi di wilayah Kecamatan Kesambi dan sekitarnya.
Plt Kabid Penegakan Perda Satpol PP Kota Cirebon, M Rahmat menjelaskan, setiap pelanggar dikenakan denda sebesar Rp 15 ribu dan biaya perkara Rp 2 ribu.
“Kegiatan penindakan ini bukan semata untuk penegakan perda saja, tetapi agar masyarakat dapat mengubah perilaku dan meningkatkan kesadaran terhadap aturan yang ada,” kata Rahmat.
Rahmat menegaskan, kawasan tanpa rokok berlaku di kantor pemerintahan, angkutan umum, sekolah, fasilitas kesehatan dan ruang publik lainnya.
Satpol PP juga berencana meningkatkan sosialisasi dan patroli rutin di titik rawan pelanggaran KTR agar kesadaran masyarakat terhadap pentingnya udara bersih semakin meningkat.
Baca juga: Komentar Warga Kota Cirebon Mengenai Denda Merokok di Kawasan Terlarang Rp 17 Ribu
| Komentar Warga Kota Cirebon Mengenai Denda Merokok di Kawasan Terlarang Rp 17 Ribu |
|
|---|
| Anda dicegat Debt Collector di Jalanan Kota Cirebon, Lapor Saja ke Nomor Ini! |
|
|---|
| Jangan Merokok Sembarangan di Kota Cirebon, Bisa Kena Denda Rp 15 Ribu Plus 2 Ribu |
|
|---|
| BPBD Kota Cirebon: Status Siaga Bencana Bukan Tanda Panik, Tapi Kesiapsiagaan Hadapi Cuaca Ekstrem |
|
|---|
| “Kami Cuma Cari Nafkah, Bukan Lawan Pemerintah,” Ini Jeritan PKL Stasiun Kejaksaan Cirebon |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.