Kunjungi Lapas Cirebon, Wamenkumham Otto Hasibuan Soroti Kapasitas Lapas & Narapidana Kasus Narkoba

Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Otto Hasibuan, melakukan kunjungan ke Lapas Kelas I Cirebon

Penulis: Eki Yulianto | Editor: Mutiara Suci Erlanti
Tribuncirebon.com/Eki Yulianto
KUNJUNGI LAPAS CIREBON - Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Otto Hasibuan melakukan kunjungan ke Lapas Kelas I Cirebon, Jumat (7/2/2025). 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto 


TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON- Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Otto Hasibuan, melakukan kunjungan ke Lapas Kelas I Cirebon, Jumat (7/2/2025).


Dalam kesempatan tersebut, Otto Hasibuan menyoroti masalah over kapasitas lapas serta perlunya pendekatan baru dalam penegakan hukum, terutama terkait kasus narkoba.


"Kami datang ke sini untuk kunjungan sekaligus memberikan evaluasi mengenai beberapa hal terkait ketentuan hukum, termasuk rencana amnesti dan kondisi Lapas," ujar Otto Hasibuan saat memberikan keterangan resminya ke media, Jumat (7/2/2025).


Otto mengungkapkan bahwa permasalahan kelebihan kapasitas lapas sudah menjadi isu lama.


Menurutnya, sekitar 55 persen penghuni lapas saat ini merupakan narapidana kasus narkoba.

Baca juga: Kang Dedi Mulyadi Larang Sekolah Jual Seragam Hingga Study Tour, Ini Komentar Fortusis Jabar


Oleh karena itu, pemerintah sedang mempertimbangkan solusi agar jumlah penghuni lapas tidak terus meningkat.


"Kalau ini dibiarkan terus, ini kan masalah. Paradigma kita bukan ingin menambah lapas, sebab kalau berpikir menambah lapas, berarti kita membiarkan kejahatan terus terjadi," ucapnya.


Otto menegaskan, langkah yang perlu diambil adalah menekan angka kejahatan, bukan sekadar menampung lebih banyak narapidana di lapas.


Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah rehabilitasi bagi pengguna narkoba, terutama mereka yang baru pertama kali terjerat kasus.


"Banyak orang yang coba-coba mengisap ganja, lalu langsung masuk penjara dan dihukum. Lama-lama keluar malah jadi bandar," jelas dia.

Baca juga: Kebijakan Baru KDM untuk Pendidikan di Jabar, Dilarang Study Tour, Guru Jangan Joget-joget di Kelas


Ia juga menyoroti bahwa kebijakan rehabilitasi perlu dikaji lebih lanjut dengan mempertimbangkan aspek hukum serta ketersediaan anggaran negara.


"Kita hitung-hitung, kalau mereka dipenjara, negara harus menanggung makan dan minum mereka. Bisa jadi kalau dialokasikan untuk rehabilitasi, biayanya malah lebih efisien," kata Ketua Umum Peradi itu, meski saat ini cuti karena masuk ke dalam pemerintahan.


Dalam kunjungannya, Otto menemukan adanya narapidana yang sudah berusia 95 tahun.


Menurutnya, hal ini perlu menjadi perhatian khusus, terutama jika napi tersebut sudah tidak mampu secara fisik untuk menjalani hukuman.


"Tadi kita melihat ada napi yang sudah berumur 95 tahun. Secara fisik tidak bisa apa-apa, ini bagaimana? Kita coba daftarkan dalam program amnesti, masuk dalam kategori usia," ujarnya.


Namun, Otto juga menekankan bahwa kasus yang melibatkan napi tersebut cukup sensitif karena berkaitan dengan perlindungan anak.


Selain itu, ia menemukan adanya narapidana yang mengalami gangguan kejiwaan atau Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Menurutnya, hal ini juga menjadi persoalan yang perlu dicari solusinya.


"Kita mau cek lagi, apakah dia sudah mengalami gangguan jiwa sebelum dihukum atau justru setelah masuk penjara. Kalau dicampur dengan napi lain kan repot. Harusnya mereka ditahan di tempat lain, seperti rumah sakit jiwa," ucap Otto.


Otto menegaskan bahwa pemerintah harus mengambil kebijakan yang lebih baik dalam sistem pemasyarakatan.


"Kita tidak lagi berpikir soal balas dendam terhadap orang. Makanya sekarang disebut lembaga pemasyarakatan, bukan lagi penjara," jelas dia.

Sumber: Tribun Cirebon
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved