PPN Akan Naik Jadi 12 Persen, Pengamat Soroti Dampaknya pada Daya Beli Masyarakat dan UMKM
Pemerintah Indonesia berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai tahun depan.
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah
TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Pemerintah Indonesia berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai tahun depan.
Kebijakan ini menuai perhatian banyak pihak, terutama dalam konteks daya beli masyarakat yang diperkirakan masih akan lemah pada 2024.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Pasundan (Unpas), Acuviarta Kartabi, menuturkan bahwa kenaikan PPN dapat memberikan dampak negatif pada daya beli masyarakat, terutama mengingat kondisi perekonomian yang belum sepenuhnya pulih.
Baca juga: Razia di Beberapa Titik Kota Cirebon, Satlantas dan Bapenda Cirebon Incar Pelanggar Pajak
"Tahun ini, daya beli masyarakat memang agak lemah. Kenaikan PPN pasti akan menekan daya beli lebih lanjut, karena beban pajak akan dibebankan pada harga barang dan jasa, yang pada gilirannya akan memengaruhi harga bahan baku dan barang akhir di tingkat konsumen," kata Acuviarta, kepada Tribunjabar.id, Selasa (19/11/2024).
Menurutnya, meskipun ada harapan bahwa kondisi ekonomi bisa sedikit membaik pada 2024.
Namun prediksi pertumbuhan ekonomi global yang belum stabil, ditambah dengan perlambatan ekonomi domestik, membuat kebijakan ini bisa memperburuk situasi.
"Jika PPN naik, maka inflasi bisa meningkat, yang akan semakin menekan daya beli masyarakat," tegasnya.
Acuvuarta menjelaskan, kenaikan PPN juga berpotensi memberikan dampak pada sektor usaha kecil dan menengah (UMKM).
Hematnya, kenaikan pajak ini bisa mempengaruhi biaya produksi, terutama terkait dengan pembelian bahan baku dan barang penolong yang semakin mahal.
"Meskipun UMKM tidak selalu secara langsung terkena dampak PPN dalam setiap transaksinya, harga barang yang meningkat bisa mengurangi daya saing mereka, terutama jika mereka tidak bisa menyesuaikan harga dengan pasar," ucapnya.
Acuviarta juga menyoroti potensi dampak dari lonjakan impor barang, yang bisa masuk ke Indonesia karena kebijakan proteksi yang lebih ketat di negara maju.
"Produk impor bisa jadi lebih murah, sementara harga barang dalam negeri bisa lebih mahal akibat kenaikan PPN," jelasnya.
Selain itu, di tengah rencana kenaikan PPN, muncul fenomena "frugal living" di media sosial, di mana masyarakat mulai menghindari belanja di minimarket modern yang dikenakan PPN, dan beralih ke warung maupun pasar tradisional.
Fenomena ini, menurut Acuviarta, bisa berdampak pada peningkatan transaksi di pasar tradisional, namun juga menambah tantangan bagi pedagang pasar tradisional untuk menjaga daya saing harga.
Baca juga: Kejar Target PAD dari Sektor Pajak, Penjabat Bupati Majalengka Tekankan Pentingnya Inovasi
Bandara Kertajati Mandek, Acuviarta Desak Pemerintah Audit hingga Ganti Manajemen BIJB |
![]() |
---|
Daftar Barang yang tidak Dipotong PPN, Begini Simulasi Cara Hitung Pajak Pertambahan Nilai 12 Persen |
![]() |
---|
Simulasi Cara Hitung Pajak Pertambahan Nilai 12 Persen, Ini Daftar Barang yang tidak Dipotong PPN |
![]() |
---|
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Cirebon Tolak Kenaikan PPN 12 Persen, Usulkan Ini Sebagai Solusi |
![]() |
---|
Begini Cara Hitung Pajak Pertambahan Nilai 12 Persen, Berikut Daftar Barang yang tidak Dipotong PPN |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.