PPN Akan Naik Jadi 12 Persen, Pengamat Soroti Dampaknya pada Daya Beli Masyarakat dan UMKM

Pemerintah Indonesia berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai tahun depan.

SHUTTERSTOCK/MACIEJ MATLAK via Kompas.com
Ilustrasi tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 


"Pasar tradisional bisa diuntungkan jika lebih bisa bersaing dengan harga yang lebih murah, meski tantangannya ada, karena barang di pasar tradisional sering kali lebih mahal dibandingkan dengan minimarket," tuturnya. 


Acu, sapaan akrbanya menilai bahwa kebijakan ini bisa menjadi momentum untuk meningkatkan kualitas pasar tradisional, sehingga lebih kompetitif dalam menghadapi pasar modern.


 "Pemerintah bisa membantu untuk meningkatkan transaksi di pasar tradisional, misalnya dengan memperbaiki infrastruktur dan sistem distribusi," tambahnya.


Menurutnya, kenaikan PPN ini tidak tepat dilakukan pada saat ekonomi domestik masih menghadapi tantangan. 


"Jika dilihat dari sisi daya beli masyarakat yang masih lemah dan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan tidak akan jauh berbeda dengan tahun ini, kebijakan ini bisa membebani konsumen dan produsen, sekaligus menghambat pemulihan ekonomi," ungkapnya.


Dia menyarankan agar kebijakan kenaikan PPN ditunda hingga kondisi ekonomi lebih stabil, dengan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen dan daya beli masyarakat yang kembali kuat. 


"Jika ekonomi sudah lebih baik, inflasi terkendali dan daya beli masyarakat terjaga, baru kebijakan ini bisa diterapkan dengan lebih aman," katanya.


Acu menuturkan, pemerintah juga diharapkan bisa mempertimbangkan insentif atau kebijakan lain yang dapat mendukung sektor-sektor tertentu, tanpa membebani masyarakat secara berlebihan. 


"Kenaikan PPN sebaiknya diiringi dengan kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi, bukan justru menjadi beban tambahan di tengah ketidakpastian ekonomi global," kata Acu. (*)
 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved