Sepanjang Januari-Juli, Ada 19 Kasus Kekerasan Anak di Kuningan, Orangtua Diminta Jaga Hak Anak
Kami bukan hanya membicarakan kasus anak secara hukum, tapi juga kasus-kasus sosial yang dilaporkan ke kami
Penulis: Ahmad Ripai | Editor: Machmud Mubarok
Laporan Kontributor Kuningan, Ahmad Ripai
TRIBUNCIREBON.COM, KUNINGAN - Jumlah kekerasan anak di Kuningan masih tinggi. Berdasar data dari Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana melalui Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, tercatat ada 19 kasus kekerasan pada anak hingga Juli 2020.
"Selama Januari hingga Juli 2020, angka permasalahan sosial dan kekerasan jumlah 19 kasus. Sedangkan pada tahun 2019 kasus yang menimpa anak dan perempuan dewasa dalam satu tahun hanya ada 24 kasus," ungkap Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kabupaten Kuningan, Any Saptarini, Kamis (23/07/2020) saat ditemui di Kantornya, Kompleks Gedung DPRD Kuningan, Jalan RE Martadinata, Kuningan.
Any mengatakan, angka itu adalah angka kasus yang ditangani bidang kedinasannya dan belum dengan kasus-kasus anak yang ditangani Dinas Sosial, Unit PPA Polres Kuningan.
"Kami bukan hanya membicarakan kasus anak secara hukum, tapi juga kasus-kasus sosial yang dilaporkan ke kami. Misalnya tentang belum terpenuhinya hak-hak sipil anak, seperti anak yang belum punya legalitas pada Kartu Keluarga, akta kelahiran dan sebagainya," katanya.
• Daftar Harga HP Murah di Bawah Rp 3 Juta, Lengkap dengan Spesifikasi: Vivo, Oppo hingga Samsung
• Daftar Harga Sepeda Lipat Murah di Bawah Rp 5 Jutaan, Mulai dari Element, Dahon, United dan Pasific
• Daftar Harga Terbaru Realme Juli 2020, Cek Bocoran Spesifikasi Realme C15 yang Bakal Rilis 28 Juli
Jika menghitung kasus yang ditangani oleh P2TP2A atau lembaga sosial yang dipimpin istri Bupati Kuningan, Hj Ika Rahmatika Acep Purnama, angka kasus di Kuningan bisa saja lebih besar.
Adanya jumlah kekerasan saat ini, kata Any, tentu sangat prihatin dengan kenaikan angka kasus sosial dan kekerasan pada anak ini.
"Oleh karenanya, mengajak para orangtua agar bisa menjaga hak-hak atas anak mereka. Karena semua permasalahan sosial pada anak ini bermula dari keluarga," katanya.
Sementara di tingkat Jabar saat peringatan Hari Anak Nasional, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat mengatakan Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh pada tanggal 23 Juli 2020 menjadi momentum untuk perlindungan terhadap anak-anak di masa pandemi COVID-19.
"Di masa pandemi ini, anak-anak tidak bisa sekolah tatap muka tapi virtual, tidak boleh keluar rumah untuk bermain, dan memang anak-anak pasti ada rasa bosan. Ini harus jadi perhatian kita semua. Pastikan hak-hak anak bisa tetap terpenuhi di saat pandemi ini," kata Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Ineu Purwadewi Sundari, di Bandung, Selasa (21/7).
Ineu mengatakan salah satu hak anak yang harus tetap terpenuhi di masa pandemi COVID-19 ini adalah hak akan pendidikannya. Terlebih, masih banyak anak di daerah terpencil yang tidak bisa melaksanakan pembelajaran daring karena tidak memiliki fasilitas penunjang seperti telepon pintar dan konektivitas jaringan internet.
Politisi dari PDIP ini mengatakan hingga saat ini kasus atau masalah kekerasan fisik, psikis, hingga seksual terhadap anak di Provinsi Jabar masih ditemukan atau masih terjadi. Menurut Ineu, untuk mengatasi masalah terhadap anak maka DPRD Jabar dan Pemda Provinsi Jabar saat ini akan melakukan revisi terhadap Perda Perlindungan Anak.
"Hari Anak Nasional Tahun 2020 ini juga menjadi momentum kami di DPRD Jabar untuk melakukan revisi Perda Perlindungan Anak dengan harapan pelayanan, perlindungan, dan kasus kekerasan fisik, psikis hingga seksual terhadap anak bisa diminimalisir atau bahkan tidak ditemukan lagi," kata Ineu.
• Presiden Jokowi Pecat Komisioner KPU, PTUN Malah Membatalkan, Evi Novida Diminta Balik Lagi ke KPU
• Bacaan Niat Puasa Arafah dan Tarwiyah, Lengkap Dengan Jadwal Puasa Dzulhijjah Menjelang Idul Adha
• Zodiak Cinta Jumat 24 Juli 2020: Taurus Bersiap ke Jenjang Lebih Serius, Scorpio Pasangannmu Sedih
Ineu mengatakan persoalan atau masalah anak tidak hanya tugas dari satu lembaga saja seperti P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak). Namun, kata Ineu, persoalan terhadap anak mencakup dan melibatkan banyak pihak lainnya karena masalah anak itu menyangkut dengan pendidikan anak hingga kesehatan anak.
"Sehingga revisi raperda ini menjadi momentum bagaimana anak-anak di Jabar itu memiliki perlindungan dan perhatian dan segala masalah atau persoalan anak di Jabar bisa diminimalisir bahkan tidak ditemukan," kata dia.
Lebih lanjut Ineu mengatakan ruang lingkup dari revisi Perda Penyelenggaraan Perlindungan Anak ialah perencanaan penyelenggaraan perlindungan anak, pemenuhan hak anak, perlindungan khusus anak, partisipasi masyarakat dan dunia usaha.
Kemudian pembentukan gugus tugas provinsi layak anak dan forum anak, pembinaan dan pengawasan, sistem informasi perlindungan anak dan pembiayaan. Pihaknya menargetkan pembahasan revisi perda tersebut bisa selesai pada Agustus 2020. (Sam)