Longsor di Panyaweuyan Majalengka

NEKAT, Para Pemuda Asal Cirebon Tetap Main ke Panyaweuyan Meski Ada Longsor, Motor Disimpan

Penulis: Eki Yulianto
Editor: Fauzie Pradita Abbas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rombongan pemuda asal Cirebon yang diadang longsor ketika akan berwisata ke Panyaweuyan, Majalengka. Mereka nekat meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki.

Nampaknya, lantaran musim panen sudah dilakukan sejak beberapa bulan lalu dan musim tanam baru akan dimulai mingggu-minggu ini.

"Baru mau mulai musim tanam mas, ya ada sih beberapa yang sudah mulai nanam tapi serempaknya mah mulai minggu-minggu ini," ujar Asep (43) warga sekitar yang mengelola sebagai juru parkir, Sabtu (14/12/2019).

Lembah Panyaweuyan selama beberapa tahun terakhir telah menjadi obyek wisata terpopuler di Kabupaten Majalengka.

Lantaran, wisata tersebut menawarkan pemandangan alam yang menakjubkan.

Area sawah di sana disusun secara berundak dengan metode terasering.

Banyak yang bilang, keindahan Panyaweuyan tak kalah dengan pesona serupa di Bali.

Sayangnya, saat ini lembah Panyaweuyan sedang dalam fase tertidur.

Hanya beberapa sawah berundak di sana, yang menampakkan kehijauannya.

Selebihnya, hanya menampakkan gundukan tanah kosong.

Dengan kondisi seperti itu, Asep yang juga sebagai salah satu pengelola di wisata tersebut mengaku intensitas pengunjung yang datang juga menurun.

Menengok Keindahan Terasering Panyaweuyan Majalengka yang Tak Sedang Hijau, Enggak Kalah dari Bali

Saat kondisi sedang hijau, ratusan orang berbondong-bondong datang.

Namun, untuk saat ini hanya ada puluhan orang saja.

"Kalau saat ini sih ditungguinnya Sabtu Minggu saja, beda waktu keadaannya hijau, setiap hari juga dikunjungi karena ramai terus. Ya, dulu mah ada seratus orang waktu keadaannya hijau, sekarang mah bisa dihitung," ucap dia.

Asep menjabarkan, untuk kondisi terbaik berkunjung, sebaiknya datang di bulan Januari dan Februari.

Lantaran di bulan itu, musim panen telah tiba dan lembah Panyaweuyan sedang hijau-hijaunya.

"Datang lagi saja bulan Januari mas, karena nanti mah hijau semua dan bagus buat foto-foto," kata Asep.

Kini terasering Panyaweuyan  Majalengka trending di Twitter.

Banyak netizen yang membagikan foto-foto keindangan alam hijau tersebut.

Namun, ada juga kehawatiran jika terlalu banyak wisatwan ke terasering Panyaweuyan, lokasi akan sesak.

Banyak netizen yang memberikan alternatif wisata alam di Majalengka yang tak kalah menarik dari terasering Panyaweuyan.

Tersohor ke Mancanegara

Panyaweuyan, perbukitan di kaki Gunung Ciremai, tepatnya di Blok Cibuluh, Desa Tejamulya, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, kini menjadi primadona wisatawan. Perbukitan di Panyaweuyan, selain menawarkan keindahan pesona alami, juga lahan bercocok tanam penduduk yang berbentuk terasering.

Terasering di sini bukan persawahan, melainkan tanaman sayuran jenis bawang daun. Petani di sana memang mayoritas petani sayuran. Lahan yang berundak-undak di atas perbukitan ditambah panorama pegunungan yang mengelilingi Panyaweuyan menjadi daya tarik tersendiri. Apalagi jika bawang daun yang sudah ditanam tumbuh, areal hijau memanjakan mata setiap orang yang datang.

Pengunjung bisa menyaksikan keindahan alam dari jalan utama. Namun, untuk lebih puas, bisa naik ke ladang yang lebih tinggi lagi. Dari lokasi yang lebih tinggi, ke mana pun mata memandang, bakal disuguhi oleh panorama keindahan terasering dan gunung tertinggi di Jawa Barat.

Mod (52), petani dari Blok Cibuluh, menuturkan, ladang terasering seperti ini sudah terbentuk sejak zaman dahulu. Menurut dia, lahan pertanian ini merupakan peninggalan nenek moyang Majalengka yang sejak dahulu berprofesi petani.

"Orang tua dahulu nanamnya jagung dan singkong. Sekarang beralih ke sayuran seperti kol, kentang, dan bawang daun. Bentuknya memang sudah kayak gini (terasering)," ujar Mod saat berbincang dengan Tribun di lokasi terasering, Rabu (17/2) sore.

Mod mengatakan, lahan itu merupakan lahan milik petani di Kecamatan Argapura. Setiap penduduk yang berprofesi petani memiliki lahan dengan luas yang berbeda-beda.
"Jadi, setiap orang punya lahan 5 sampai 10 lahan. Luasnya berapa, beda-beda. Biasanya lahan itu nanti enggak dijual, tapi diberikan ke anak cucunya. Saya juga punya tiga lahan, pemberian orang tua," katanya.

Dalam satu tahun, ujarnya, petani dapat panen tiga kali. Mulai menanam bibit sampai panen, ujarnya, membutuhkan waktu tiga bulan. Mod mengatakan, pesona alam jauh lebih indah saat daun bawang mulai tumbuh.

"Daun-daun mulai gemuk. Semuanya hijau. Kalau dari jauh kelihatannya kayak gunung, tapi pas dari dekat ini ladang bawang daun," katanya.
Hasil panen, ujarnya, kerap dijual ke Pasar Maja, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka. Saat musim panen tiba, pengusaha sayuran kerap datang ke Panyaweuyan untuk mengambil hasil pertanian.

Mod mengatakan, kawasan terasering sendiri saat ini cukup banyak dikenal orang. Bahkan, setiap hari libur, wisatawan dari berbagai kota di Indonesia kerap datang untuk menikmati keindahan alam Panyaweuyan.

"Apalagi kalau bawang daun sudah mulai tumbuh, mulai hijau, pada ke sini foto-foto. Mereka senang ke sini. Mungkin di tempat mereka, yang kayak gini enggak ada," katanya.
Juamad (50), petani lainnya, mengatakan, tak hanya bawang daun yang ditanam petani di lokasi terasering Panyaweuyan. Para petani, ujarnya, menanam sayuran lainnya seperti kentang, bawang merah, dan kol.

"Tapi memang semua bentuk ladangnya sama (terasering)," ujar penduduk Blok Cibuluh ini kepada Tribun saat sedang memanen kentang di lahannya, Kamis (18/2) pagi.
Juamad mengatakan, lokasi ini sejak dahulu memang kerap didatangi oleh masyarakat. Namun, baru akhir-akhir ini pengunjung semakin banyak, dari luar kota pun datang.

"Bule juga sampai ke sini, foto-foto di sini. Kami petani sih enggak keganggu, asalkan tidak merusak lahan pertanian," katanya.

Berita Terkini