Banjir di Majalengka

Pilu Warga Dawuan dan Petugas BPBD Majalengka, Jeritan Hati Tak Ingin Banjir Melanda Lagi

Banjir melanda sejumlah desa di Majalengka pada Jumat malam hingga Sabtu dini hari.

Penulis: Adhim Mugni Mubaroq | Editor: taufik ismail
Tribuncirebon.com/Adim Mubaroq
MENGUNGSI KE MASJID - Warga korban banjir di Majalengka mengungsi ke Masjid Al Itihad Dawuan. 

Laporan Kontributor Adim Mubaroq

TRIBUNCIREBON.COM, MAJALENGKA - Hujan deras turun tak henti sejak sore, membasahi tanah dan mengisi sungai-sungai kecil yang mengular di Majalengka.

Butiran air itu menjadi saksi bisu ketika malam datang. Air mulai merayap ke rumah-rumah warga, meninggalkan jejak banjir yang tak terelakkan. 

Dari Desa Dawuan hingga Kadipaten, hujan mengubah wajah kampung menjadi dataran air yang harus dihadapi dengan ketegaran.

Hanya sepuluh meter dari gerbang 'Selamat Datang di Desa Dawuan', dari kiri Jalan Raya Nasional Bandung menuju Cirebon, genangan air setinggi tumit menyambut siapa pun yang melintas, seolah memberi peringatan, bukan sambutan. 

Malam itu, Jumat (16/5/2025), hujan deras mengubah jalan-jalan menjadi aliran deras, rumah-rumah menjadi pulau-pulau kecil yang dikepung air.

Dalam hitungan jam, banjir telah melumpuhkan dua kecamatan: Dawuan dan Kadipaten. Curah hujan tinggi sejak pukul 15.00 WIB membuat empat desa terdampak cukup parah, Dawuan, Kadipaten, Liangjulang, dan Heuleut.
 
Di balik suara deras hujan, ucapan Nana (56), warga Desa Dawuan, menjadi pengingat bahwa bencana bukan hanya tentang genangan, tapi juga tentang kecemasan yang terus tinggal bahkan saat air sudah surut.

“Ya yang namanya banjir, enggak ada yang enak, sengsara. Enggak nyaman. Setiap hujan itu bikin waswas, takut banjir,” ucapnya, seraya menyeka keringat, Jumat (16/5/2025) malam. 

Baginya, kerugian bukan cuma soal barang rusak, pakaian, elektronik, perabotan, tapi juga waktu, tenaga dan kemungkinan tidak kerja esoknya. Ia pun mengungkap dampak materi dari banjir.

“Bayangkan, misalkan seribu rumah terdampak, dua hari bersih-bersih, satu rumah rugi sejuta, itu sudah satu miliar,” katanya.

Salah satu titik pengungsian yang kini menampung puluhan orang adalah Masjid Al-Ijtihad di Desa Dawuan.

Di tempat suci yang biasanya hening itu, terdengar isak tangis anak-anak, suara batuk para lansia, dan derap kaki relawan yang tak kenal lelah. 

Di antara para pengungsi, ada pasangan lanjut usia Dede Salam (73) dan Iin Sarinah (65). Mereka adalah orang tua dari Hendru Budiman, anggota BPBD Majalengka.

Hendru adalah saksi sekaligus korban dari peristiwa ini. Saat air mulai naik, dia sedang bertugas di lokasi lain, Blok Jonggol, Kadipaten.

Di sanalah dia menunaikan tugas evakuasi, sambil menahan resah. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Cirebon
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved