Harga Beras Masih Tinggi Meski Sudah Panen Raya, Kenapa? Ini Penjelasan Pengamat

Target pemerintah untuk menyerap beras hasil produksi petani dalam negeri melalui Perum BULOG tahun 2025 tengah berjalan

Tribuncirebon.com/Ahmad Imam Baehaqi
PANEN RAYA - Presiden RI, Prabowo Subianto, saat memanen padi menggunakan combine harvester dalam rangkaian Panen Raya Serentak 14 Provinsi di Desa Randegan Wetan, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka, Senin (7/4/2025). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah


TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Target pemerintah untuk menyerap beras hasil produksi petani dalam negeri melalui Perum BULOG tahun 2025 sebesar 3 juta ton kini tengah berjalan. 


Menurut Khudori, pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), proses penyerapan itu menemui berbagai tantangan serius. Per 20 April 2025, Bulog baru mampu menyerap 1,27 juta ton setara beras.


Dia menjelaskan, sebanyak 80 persen dari angka tersebut berbentuk gabah, sisanya berupa beras. Pola ini berkebalikan dari penyerapan puluhan tahun sebelumnya, yang didominasi oleh beras.


“Penyerapan mayoritas berbentuk gabah itu hanya bisa terjadi apabila BULOG memiliki 'kaki dan tangan' yang langsung berhubungan dengan petani,” jelas Khudori, Minggu (20/4/2025). 

Baca juga: Petani di Perbatasan Cirebon-Indramayu Rugi Saat Panen, Akademisi UMC Singgung Soal Ego Wilayah


Saat ini, lanjut Khudori, yang menjadi kaki dan tangan Bulog adalah aparat seperti Babinsa dan Bhabinkamtibmas di desa-desa. 


"Kehadiran mereka memperlancar hubungan antara petani dan BULOG, sehingga penyerapan gabah menjadi lebih efisien. Namun, efisiensi di lapangan tak selamanya bisa diikuti oleh kesiapan infrastruktur Bulog sendiri," jelasnya. 


Dia menuturkan, di sejumlah daerah, penyerapan bahkan sempat dihentikan karena keterbatasan kapasitas pengering (dryer).


Dampaknya pun meluas. Setidaknya lima pimpinan wilayah Bulog dicopot, diikuti beberapa kepala cabang, karena dinilai lamban menyerap gabah. 


“Ada tuduhan bahwa petani menunggu di sawah, tapi pegawai Bulog menanti di gudang,” ungkap Khudori. 


Seningga, kata Khudori, petani pun ikut merugi, sebab harga gabah di beberapa daerah turun di bawah ketentuan Rp 6.500/kg, akibat penyerapan yang tersendat.


Di sisi lain, stok beras di gudang Bulog menumpuk. Hingga 1 April 2025, jumlahnya mencapai 2,34 juta ton. Sebanyak 1,792 juta ton di antaranya merupakan sisa stok akhir tahun 2024 yang sebagian besar hasil impor. 


"Sekitar 436 ribu ton berusia 7–12 bulan, bahkan 55 ribu ton telah lebih dari setahun," imbuhnya. 


 Idealnya, menurut Khudori, beras hanya disimpan selama empat bulan untuk menjaga mutunya.

Baca juga: Bulog Janji Serap Sebanyak Mungkin Gabah Hasil Panen Petani di Indramayu, Kini Capai 59 Ribu Ton


“Semakin lama disimpan, semakin besar biaya perawatan. Kalau ada beras rusak, apalagi ditemukan berkutu seperti yang terjadi di Yogyakarta Maret lalu, pasti gaduh,” tegasnya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved