Transisi Energi

Dampak dan Tantangan Pensiun Dini PLTU Demi Tercapainya Net Zero Emission

Indonesia mencanangkan program pensiun dini PLTU untuk mewujudkan target Net Zero Emission (NZE).

Istimewa Dok Cirebon Power
Foto udara progres pembangunan pembangkit Cirebon Power Unit II di Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon 

TRIBUNCIREBON.COM- Indonesia mencanangkan program pensiun dini PLTU untuk mewujudkan target Net Zero Emission (NZE).

Pensiun dini PLTU batu bara ini dinilai dapat menurunkan emisi karbon sebagai upaya untuk transisi ke energi bersih.

Pemerintah memilih beberapa PLTU di Indonesia khususnya yang usianya sudah tua yang bakal dipensiunkan.

Program pensiun dini PLTU ini sudah didukung dengan kebijakan Perpres 112/2022.

Dengan program tersebut, pemerintah Indonesia nampak semakin ambisius untuk bebas emisi lebih awal dari target tahun 2060.

Hal tersebut selaras dengan pernyataan Endra Dedy Tamtama, Koordinator Pengawasan Konservasi Energi, Kementerian ESDM.

“Kita juga berkomitmen untuk mencapai Zero emision di tahun 2060 atau lebih awal,” kata Endra Dedy Tamtama di Acara Lokakarya dalam Rangka Kajian Peta Jalan Dekarbonisasi Sektor Industri diIndonesia, Kamis (8/8/2024).

Menurut Endra, ini merupakan komitmen yang baik karena berdasarkan evaluasi di lapangan juga terhadap industri dan sebagainya, dengan adanya komitmen Global ini ternyata secara tak langsung juga industri menjadi aware untuk menerapkan efisiensi atau manajemen energi.

Early retirement atau pensiun dini PLTU batu bara tersebut berpeluang memberi ruang guna pembangunan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT).

Setelah melakukan pensiun dini terhadap PLTU, nantinya pemerintah akan menggantinya dengan pembangkit yang lebih ramah lingkungan.

Namun, muncul pertanyaan mengapa perlu melakukan pensiun dini PLTU?

Manajer Riset Institute For Essential Services Reform (IESR), Dr. Raditya Wiranegara mengatakan, alasan utama pensiun dini PLTU harus dilakukan adalah karena faktor lingkungan dan untuk menurunkan gas emisi rumah kaca (GRK).

“Kita sudah di angka 53 ton GtCO2e per tahun produksi emisinya,” kata Raditya Wiranegara di acara Lokakarya Capacity Building yang digelar IESR, Tebet, Kamis (6/6/2024).

Dia mengatakan, jika ingin selaras dengan Perjanjian Paris untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global di bawah 1,5°C, maka harus menurunkan lebih banyak lagi emisi GRK.

“Mau tidak mau memang ada konsekuensi bahwa kita harus menurunkan emisi grk itu lebih banyak lagi. Kisarannya mungkin antara 19 sampai 27 ton GtCO2e,” jelas Raditya Wiranegara.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved