Idul Adha 2023

Materi Khutbah Idul Adha 1444 H: Memaknai Esensi Ibadah Haji dan Kurban

Materi Khutbah Idul Adha 2023 kali ini mengenai Memaknai Esensi Ibadah Haji dan Kurban.

Tribuncirebon.com/Handhika Rahman
Para jemaah muhammadiyah saat melaksanakan salat idulfitri di Gedung Dakwah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Indramayu, Jumat (21/4/2023). 

Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullahh

Ibadah qurban menanamkan nilai pengorbanan. Ibrahim, Ismail, dan Hajar memberi teladan terbaik tentang praksis berkurban dengan sepenuh ketaqwaan. Allah berfirman:

tulisan-arab-alquran-surat-al-hajj-ayat-37
Artinya: “Daging (hewan qurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas perunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS Al-Hajj : 37).

Apalah artinya hanya seekor hewan kurban bila dibandingkan dengan nyawa seorang Ismail yang sangat dicintai kedua orangtuanya. Maukah kita hari ini berqurban? Kenyataan kadang menunjukkan, karena kecintaan yang berlebih terhadap harta, sebagian orang menjadi berat hati untuk berkurban dengan seekor hewan. Padahal betapa tinggi makna dan fungsi dari ibadah qurban itu baik bagi pelaku maupun umat sesama.

Ibadah qurban mengajarkan amal shaleh dan ihsan. Setiap insan beriman yang memiliki kelebihan rizki dan akses kehidupan dia niscaya untuk peduli dan berbagi bagi sesama yang membutuhkan tanpa diskriminasi. Si kaya berbagi rizki untuk si miskin. Kaum cerdik pandai berbagi ilmu kepada yang awam. Sesama manusia saling menjujungtinggi martabat. Laki-laki dan perempuan saling menghormati dan memuliakan. Siapapun yang diberi akses kekuasaan dan kekayaan sedangkan dia beriman mak harus mau berkorban bagi sesama, lebih-lebih bagi yang membutuhkan. Semuanya dilandasi spirit pengorbanan yang memiliki akar pada ajaran Ilahi, yang meoahirkan tindakan-tindakan praksis altruisme relijius yang mencerahkan. Menurut ajaran Nabi, Allah berada di tengah para hamba sejauh hamba-hamba itu membela sesamanya.

Para elite negeri yang mengaku insan beriman di mana pun berada perlu memgambil makna hakiki dari ajaran ketulusan, cinta, dan pengorbanan Ibrahim, Ismail, dan Siti Hajar sebagai model perilaku emas yang menebar keutamaan bagi seluruh umat manusia. Adanya segelintir orang atau kelompok yang menguasai mayoritas kekayaan negara dan menyebabkan kesenjangan sosial merupakan bukti lemahnya jiwa berkorban di tubuh bangsa ini. Luruhnya jiwa kenegarawanan yang ditandai kian menguatnya kebiasaan mengutamakan kepentingan diri dan kroni di atas kepentingan publik boleh jadi karena makin terkikisnya jiwa ikhlas berkorban sebagai kanopi suci yang diajarkanpara Nabi Allah yang kaya mozaik spiritual Ilahiah itu.

 

Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah

Ibadah haji dan qurban juga mengajarkan sifat cinta, yakni kasih sayang atau welas asih yang jernih terhadap sesama sebagai perwujudan cinta kepada Allah. NabiIbrahim, Isa, Muhammad, dan para Rasul kekasih Allah mempraktikan hidup welas asih itu terhadap sesama tanpa diskriminasi. Nabi Ibrahim sempat minta kepada Tuhan agar umat Nabi Luth yang durhaka tidak diberi azab. Sifat welas asih Nabi yang satu ini diabadikan dalam Al-Quran:

 

(إِنَّإِبْرَاهِيمَلَحَلِيمٌأَوَّاهٌمُّنِيبٌ (٧٥

 

Artinya: “Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi pengiba dan suka kembali kepada Allah.” (QS. Hud: 75).

Para Nabi Utusan Allah sangatlah berjiwa kasih sayang. Nabi Muhammad ketika dilempari batu oleh kaum Thaif tatkala hijrah, beliau berkeberatan pada saat Jibril menawarinya agar mereka yang melukainya itu diberi azab. “Ya Allah berikanlah petunjuk kepada kaumku, sesungguhnya merekatidakmengetahui”, ujar Nabi akhir zaman itu. Dalam hadisnya beliau bersabda, yang artinya:, “Tidaklah beriman seseorang hingga dia mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri.” (HR Muslim). Rahmat Allah pun terlimpah bagi para hamba yang menebarkan kasih sayang di muka bumi.

Ketika kini tidak sedikit manusia tejangkiti virus egoisme, maka ajaran kasih sayang atau welas asih menjadi mutiara yang hilang untuk ditemukan kembali. Perang, konflik, dan segala bentuk kekerasan di berbagai belahan dunia terjadi antara lain karena menguatnya egoisme dan luruhnya kasih sayang antarsesama. Insan beriman pun atasnama agama dan kebenaran tidak sedikit menjadi ringan tangan berbuat kekerasan, sehingga kehilangan watak kasih sayangnya terhadap sesama sebagaimana diajarkan agama dan para Nabi. Agama dan jejak Nabi sekadar ranah keyakinan kognisi, yang tak menyentuh kedalaman qalbu yang menebar perangai cinta Ilahi dan kasih sesama.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Cirebon
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved