Puluhan Ribu Demonstran Turun ke Jalan Gelar Revolusi 22222 di Myanmar, Siap Mati Hadapi Tentara

semua sektor bisnis tutup karena pemilik dan karyawan bergabung dalam pemogokan. Para pengunjuk rasa tidak terpengaruh oleh pernyataan militer.

Editor: Machmud Mubarok
(AP)
Pengunjuk rasa anti-kudeta mengangkat tangan mereka dengan tangan terkepal selama demonstrasi di dekat Stasiun Kereta Api Mandalay di Mandalay, Myanmar, Senin (22/2/2021). 

TRIBUNCIREBON.COM - Puluhan ribu orang kembali melancarkan protes di jalan-jalan kota besar Myanmar sebagai bagian dari pemogokan sipil menyerukan penolakan terhadap kudeta militer pada Senin (22/2/2021).

BBC melaporkan, semua sektor bisnis tutup karena pemilik dan karyawan bergabung dalam pemogokan. Para pengunjuk rasa tidak terpengaruh oleh pernyataan militer.

Pemerintah junta sebelumnya telah memperingatkan akan mengambil langkah ekstrem, di mana demonstran mungkin akan kehilangan nyawanya.

Baca juga: Ridwan Kamil dan Sandiaga Uno Bertemu, Sebut Bukan Tidak Mungkin Berpasangan di Pilpres 2024

Baca juga: Kakek Tunarungu Kerja Cuci Piring Puluhan Tahun, Upah Disimpan di Karung, Butuh 2 Hari Hitung Uang

Warga sipil Myanmar telah menggelar protes berminggu-minggu setelah kudeta militer pada 1 Februari.

"Para pengunjuk rasa sekarang menghasut orang-orang menggunakan cara konfrontasi, yang dapat membuat mereka menderita kehilangan nyawa," kata sebuah pernyataan pada penyiar MRTV yang dikelola negara, memperingatkan demonstran terhadap "kerusuhan dan anarki" yang bisa terjadi.

Peringatan tersebut muncul setelah setidaknya dua orang tewas dalam protes pada Minggu (21/2/2021).

Ancaman pada pengunjuk rasa kemarin merupakan kekerasan terparah dalam lebih dari dua minggu demonstrasi.

Para pemimpin militer menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi dan menempatkannya dalam tahanan rumah.

Pemimpin de facto Myanmar itu dituduh memiliki walkie-talkie ilegal dan melanggar Undang-Undang Bencana Alam negara itu.

Para pengunjuk rasa menuntut diakhirinya aksi militer dan ingin Suu Kyi dibebaskan bersama dengan anggota senior partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinannya.

Tekanan asing terhadap para pemimpin militer juga tinggi. Pada Senin malam, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab juga menuntut pembebasan Suu Kyi.

Apa yang terjadi hari ini? Demonstrasi sedang berlangsung di semua kota utama Myanmar. Pengunjuk rasa mengibarkan bendera dan menyorakan slogan protes.

Media lokal telah mengunggah gambar kerumunan besar-besaran yang berkumpul di berbagai bagian negara.

Thompson Chau, editor outlet media lokal Frontier, mengatakan protes hari ini terasa jauh lebih besar daripada sebelumnya.

“Lebih banyak jalan yang diblokir, jalan raya diblokir dan toko-toko tutup ke mana pun kita pergi," katanya kepada BBC World Service. 

Menurutnya demo, hari ini lebih nyata merupakan pemogokan besar. Arti setiap orang tidak akan bekerja dan semua toko tutup.

Bahkan warga yang bekerja untuk perusahaan resmi negara, pelaporan dan departemen pajak, dokter pemerintah hingga insinyur, semuanya melakukan pemogokan. Belum ada laporan kekerasan hari ini, meskipun ada peringatan keras yang disampaikan oleh militer di media pemerintah.

Protes Senin (22/2/2021), yang dijuluki " Revolusi 22222" karena berlangsung pada tanggal 22 Februari, dibandingkan oleh para pengunjuk rasa dengan demonstrasi pada 8 Agustus 1988.

Dalam demonstrasi, yang dikenal sebagai pemberontakan 8888 tersebut, Burma menyaksikan salah satu protes yang paling kejam dalam sejarah bangsanya.

Ketika itu Militer Burma yang menindak demonstrasi anti-pemerintah, menewaskan ratusan pengunjuk rasa. Untuk bagi banyak warganya, tanggal tersebut dipandang sebagai momen penting di Myanmar.

Sebelumnya diberitakan Para demonstran di Myanmar menyerukan pemogokan massal yang sedianya digelar pada Senin (22/2/2021) untuk memprotes kudeta militer.

Seruan tersebut ditanggapi oleh junta militer dengan ancaman terselubung ihwal penggunaan kekuatan mematikan.

Seruan untuk pemogokan massal dilontarkan pada Minggu (21/2/2021) oleh Gerakan Pembangkangan Sipil di Myanmar. Mereka meminta orang untuk berkumpul bersama guna membuat "Revolusi Musim Semi” sebagaimana dilansir Associated Press.

Baca juga: Warga Desa Miliarder di Kuningan, Marketing Dealer Motor di Luragung Klaim Baru 70 Motor Terjual

Baca juga: Di Desa Miliarder Banyak Warga Potong Sapi atau Kambing, Kades: Itu Ungkapan Syukur  Rejeki Nomplok

Saluran televisi milik negara, MRTV, pada Minggu malam waktu setempat menyiarkan pernyataan dari junta militer yang memberi peringatan terhadap rencana pemogokan umum.

Junta militer menuduh para demonstran menghasut massa untuk melakukan kerusuhan dan anarki pada Senin.

“Para pengunjuk rasa sekarang menghasut orang-orang, terutama anak muda dan remaja yang emosional, ke jalur konfrontasi di mana mereka terancam kehilangan nyawa,” bunyi pernyataan itu.

Pernyataan itu juga menyalahkan pengunjuk rasa karena “melakukan kekerasan”, sehingga mau tidak mau pasukan keamanan harus membalasnya. Sejauh ini ada tiga pengunjuk rasa telah ditembak mati. 

Gerakan protes di Myanmar sebenarnya berlangsung damai dan hanya sesekali terlibat dalam konfrontasi dengan polisi dengan melemparkan botol ke arah polisi ketika diprovokasi.

Di Yangon, kota terbesar Myanmar, truk-truk melaju di jalanan pada Minggu malam waktu setempat.

Truk-truk tersebut dengan nyaring mengumumkan bahwa rakyat tidak boleh menghadiri aksi pada Senin dan harus menaati larangan berkumpul.

Larangan berkumpul dikeluarkan tak lama setelah kudeta tetapi tidak diberlakukan di Yangon, yang selama dua pekan terakhir telah menjadi tempat demonstrasi besar-besaran. 

Baca juga: Ramalan Zodiak Besok, Selasa 23 Februari 2021: Gemini Cemas dan Gelisah, Cancer Jangan Tergesa-gesa

Baca juga: Anggota Geng Motor yang Aniaya Korban pakai Gergaji Besar Diringkus Polisi, Ini Penampakan Buktinya

Pada Minggu pagi waktu setempat, massa menghadiri pemakaman wanita muda yang menjadi korban tewas pertama dalam aksi penolakan kudeta militer.

Wanita tersebut bernama Mya Thwet Thwet Khine. Dia ditembak di kepala oleh polisi pada 9 Februari dalam sebuah aksi protes di ibu kota Myanmar, Naypyidaw.

Setelah dirawat, Mya mengembuskan napas terakhirnya pada Jumat (19/2/2021). Para demonstran juga berduka atas dua pengunjuk rasa lainnya yang ditembak mati pada Sabtu (20/2/2021) di Mandalay.

Salah satu korban ditembak di kepala dan meninggal seketika, sementara korban lainnya ditembak di dada dan meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.

Di Mandalay, pengunjuk rasa yang menentang kudeta berkumpul lagi pada Minggu. Buruh kereta api, pengemudi truk, dan banyak pegawai negeri telah bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil melawan junta militer.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Abaikan Ancaman Militer Myanmar, Puluhan Ribu Pengunjuk Rasa Gelar Revolusi 22222", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/global/read/2021/02/22/174846370/abaikan-ancaman-militer-myanmar-puluhan-ribu-pengunjuk-rasa-gelar?page=all#page2.
Penulis : Bernadette Aderi Puspaningrum
Editor : Bernadette Aderi Puspaningrum

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved