Cerita Karmidi Memilih Tinggal di 'Kampung Mati' Majalengka, Terlanjur Cinta Kampung Mendiang Istri

Salah satunya, Karmidi (65) yang sudah 36 tahun lamanya menempati Blok Tarikolot tersebut.

Penulis: Eki Yulianto | Editor: Mumu Mujahidin
TribunCirebon.com/Eki Yulianto
Blok Tarikolot, Desa Sidamukti, Kecamatan/Kabupaten Majalengka yang sudah ditinggal oleh para pemilik rumahnya. Kini kesan kumuh dan angker menghinggapi Kampung yang terdapat 30 rumah itu. 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

TRIBUNCIREBON.COM, MAJALENGKA - Sebutan 'Kampung Mati' kian disematkan ke Blok Tarikolot, Desa Sidamukti, Kecamatan/Kabupaten Majalengka.

Hal itu lantaran, ratusan rumah yang berada di sekitar blok tersebut ditinggal oleh para penghuninya.

Alasannya, wilayah tersebut termasuk menjadi daerah zona merah bencana alam.

Dua bencana pergerakan tanah skala besar juga pernah terjadi antara rentang waktu sekitar 2006 dan 2016.

Oleh karena itu, Pemerintah merelokasi ratusan Kepala Keluarga (KK) untuk pindah ke tempat lebih aman.

Kisah ‘Kampung Mati’ yang Viral di Majalengka Hanya Tinggal 8 Kepala Keluarga Saja yang Menetap

Kecolongan Bupati Terpilih Sabu Raijua di NTT Masih Berstatus Warga Negara Amerika Serikat

Namun, Pemerintah tak sepenuhnya berhasil membawa ratusan KK tersebut.

Pasalnya, hingga saat ini masih ada delapan KK yang masih menempati wilayah yang kian hari makin menyeramkan.

Salah satunya, Karmidi (65) yang sudah 36 tahun lamanya menempati Blok Tarikolot tersebut.

Ia mengatakan, dirinya dibawa oleh mendiang istrinya untuk tinggal di blok tersebut.

Saat itu, kampung istrinya itu sangat asri dengan latar kehijauan khas daerah pegunungan.

"Sebelum masuk zona merah, kampung saya enak. Adem, sejuk, khas pegunungan," ujar Karmidi kepada Tribuncirebon.com, Rabu (3/2/2021).

Namun, kemudian tahun 2006 lalu, bencana dahsyat pergerakan tanah membuat dirinya sangat khawatir.

Saat kejadian sore hari itu, ia mendengar suara gemuruh yang sangat keras dari arah Utara.

"Ternyata ada gerakan tanah. Bencana itu juga membuat rumah yang berada di lereng rusak dan banyak tertimbun. Untungnya, saya mah rumahnya di tempat yang datar," ucapnya.

Ia mengaku, usai peristiwa itu, banyak tetangganya yang langsung pindah meninggalkan rumahnya.

Takut ada bencana susulan menjadi alasan utamanya.

"Tapi karena saya sudah betah, cinta kampung istri saya, saya tidak pindah. Di samping itu, saya juga punya ladang pertanian, kalau pindah jauh," jelas dia.

Memasuki area kampung tersebut juga, terkesan menyeramkan dan angker.

Jumlah binatang seperti anjing maupun ayam lebih banyak terlihat dibanding adanya kehidupan manusia.

Jalan yang berlumpur, ditambah suara khas hewan hutan tampak terus terngiang.

Blok Tarikolot, Desa Sidamukti, Kecamatan/Kabupaten Majalengka yang sudah ditinggal oleh para pemilik rumahnya. Kini kesan kumuh dan angker menghinggapi Kampung yang terdapat 30 rumah itu.
Blok Tarikolot, Desa Sidamukti, Kecamatan/Kabupaten Majalengka yang sudah ditinggal oleh para pemilik rumahnya. Kini kesan kumuh dan angker menghinggapi Kampung yang terdapat 30 rumah itu. (TribunCirebon.com/Eki Yulianto)

Bangunan rumah juga banyak tampak terbengkalai.

Kesan kotor dan kumuh menambah rasa angker di area tersebut.

Sementara, pintu-pintu rumah dan jendela telah dimakan rayap.

Jendelanya terbuka dan baut engselnya sudah banyak yang lepas.

Adapun, cat-cat dindingnya mengelupas, buram.

Sementara, Kepala Desa (Kuwu) Sidamukti, Karwan menjelaskan ada 180 rumah yang rusak karena pergerakan tanah pada beberapa tahun lalu itu.

Tak sedikit pula rumah yang tertimbun reruntuhan.

Rata-rata kejadian longsor pada pukul 18.00 WIB sore.

Namun, tak ada korban jiwa setiap kali terjadi pergerakan tanah.

"Sejak longsor besar kami berinisiatif merelokasi ini program pemerintah desa dan Pemkab Majalengka," ucapnya.

Ciri-ciri Orang yang Dijaga oleh Allah dalam Pengajian Gus Baha, Apa Saja? Simak Penuturannya

Ciri-ciri Covid Tongue Gejala Baru Covid-19 yang Perlu Diwaspadai, Pengaruhi Sensasi Rasa Pada Lidah

Saat itu, masih ada sekitar 20 KK yang memaksa memilih tinggal di Blok Tarikolot, karena alasan dekat dengan lahan pertaniannya.

Namun, lambat laun, para warga itu akhirnya menerima untuk direlokasi.

"Waktu bencana besar tahun 2016 masih ada 20 KK memilih tinggal tapi saat itu bencana besar akhirnya warga berhasil dibujuk untuk relokasi. Sekarang tersisa delapan KK tinggal itu juga kadang tidak menginap," jelas dia.

Disinggung terkait banyaknya warga yang meninggalkan tempat tinggalnya itu, Karwan menambahkan, bahwa wilayah tersebut masuk ke dalam zona merah bencana.

Hal itu diperkuat dengan adanya data hasil penelitian badan geologi Kementerian ESDM.

"Data badan geologi setiap 20 tahun sekali ada pergerakan tanah atau longsor. Bahkan tiap detik tanah tersebut juga bergeser kecil,"

"Cirinya kalau musim hujan tidak ada air mengalir atau keluar ke tanah berarti khawatir akan terjadi longsor besar kalau keluar air mengalir berarti longsor kecil," katanya

Ada 2 Mobil Mahal di Rumah Mewah Angel Sepang Disebut Hasil Selingkuh 3 Tahun dengan James Kojongian

James Kojongian Disidang dan Memohon-mohon Agar Tak Dicopot dari DPRD Sulut Usai Ketahuan Selingkuh

Sumber: Tribun Cirebon
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved