Relawan Tak Sungkan Memandikan Penderita Gangguan Jiwa yang Hidup di Jalanan Cianjur
program tersebut merupakan niat untuk memanusiakan orang dengan gangguan jiwa agar tak hidup di jalanan.
Laporan Wartawan Tribun, Ferri Amiril Mukminin
TRIBUNCIREBON.COM, CIANJUR - Sebanyak 38 orang dengan gangguan jiwa diangkut dari jalanan seputar Cianjur untuk diobati dan direhabilitasi, Selasa (29/10/2019).
Mereka rata-rata diamankan dari seputar jalanan kota Cianjur. Sesampainya di rumah singgah mereka dimandikan, diobati, dicukur rambutnya, dan dibersihkan. Bagi penderita dengan tingkat agresif tinggi langsung diberi obat.
Kepala Seksi Penyidik Pegawai Negeri Sipil Satpol PP Kabupaten Cianjur, Heru Haerulhakim, mengatakan, pihaknya mengawali gerakan penertiban orang dengan gangguan jiwa di jalanan dengan para relawan.
"Sebanyak 38 orang dengan gangguan jiwa ini kami tertibkan dari jalan di seputar wilayah Kota Cianjur dan sebagian jalur selatan," ujar Heru di rumah singgah Dinas Sosial.
TONTON VIDEONYA DI SINI:
Ketua Pelaksana penertiban orang dengan gangguan jiwa, dr Yusuf Nugraha, mengatakan kegiatan awal penertiban merupakan rangkaian dari program Jalur Bisa yakni Jalan Cianjur Bersih dari orang dengan Gangguan Jiwa. Menurutnya program tersebut merupakan niat untuk memanusiakan orang dengan gangguan jiwa agar tak hidup di jalanan.
Ia mengatakan, kegiatan tersebut akan dilakukan selama dua hari dan akan dilaunching bersama forum pimpinan komunikasi daerah pada Rabu (30/10/2019), di Pendopo Cianjur.
• Teller BNI Salah Transfer Uang Miliaran Rupiah, Nasabah yang Kena Denda Rp 4 Miliar Gara-gara Ini
• 2 Pria Dibikin Melongo Melihat Pose Nikita Mirzani Saat Liburan di Thailand
• Anggota Polisi Ini Ngaku Didatangi Jin Berwujud Biksu, Diminta Selamatkan Puing Candi di Indramayu
"Besok kami akan upacara bersama, dilanjut kembali kegiatan penertiban bersama forkopimda Cianjur," kata Yusuf.
Yusuf mengatakan, orang dengan gangguan jiwa yang sudah ditertibkan akan dievakuasi ke rumah penampungan selanjutnya akan diobati.
"Katagori agresif sudah diberi obat, nanti akan diperiksa dan didiagnosa lebih lanjut untuk membedakan jenis gangguan jiwanya," kata Yusuf.
Puskesmas Bentuk Kader ODGJ
Puskesmas Leuwimunding, Kabupaten Majalengka mencatat penderita Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di daerahnya sebanyak 55 jiwa.
Jumlah ini jauh lebih sedikit ketimbang data sebelumnya, yakni 101 jiwa.
Kepala Puskesmas Leuwimunding, Kartisem menjelaskan jumlah tersebut tercatat setelah melakukan pembentukan Kader ODGJ pada awal bulan Oktober.
Dia menjelaskan masing-masing Kader di setiap Posyandu berjumlah tiga orang, di antaranya, dua orang dari Kader Posyandu dan satu orang dari Perangkat Desa/Kadus.
"Dalam kegiatan awal bulan Oktober, sekaligus diajarkan bagaimana cara mendeteksi masalah kejiwaan. Para kader juga terus melakukan pendataan dan selalu melaporkan secara rutin setiap bulan ke Puskesmas maupun Muspika Leuwimunding," ujar Kartisem, Selasa (29/10/2019).
Kartisem menyebutkan, total Kader ODGJ di wilayah Leuwimunding, Majalengka mencapai 190 Kader.
Jumlah tersebut, terbagi menjadi 88 Posyandu, 176 Kader Posyandu dan 14 dari unsur Pemerintah Desa.
"Mereka semua mengikuti pelatihan dari dokter spesialis dan unsur kesehatan lainnya. Selain itu, diajarkan bagaimana cara menghadapi dan mendeteksi ODGJ di wikayah Leuwimunding," ucap dia.
Terkait jumlah sebelumnya yang mencapai 101 jiwa, Kartisem menyebut data itu sifatnya hanya sementara.
Pasalnya, Pemerintah Desa juga sempat menghitung bahwa penderita ODGJ yang masuk kategori sudah sangat parah dan kerap melayap kemana-mana.
"Jadi setelah dilakukan penghitungan ulang jumlahnya mencapai 55 penderita," kata Kartisem.
Ditambahkan dia, dari jumlah 55 jiwa penderita ODGJ itu, sebanyak 16 jiwa sudah menjalani pemeriksaan rutin.
Beberapa di antaranya, ada yang sudah diperbolehkan pulang.
"Namun demikian, sisa penderita atau 39 orang memang belum melakukan komunikasi dengan unsur kesehatan dalam hal ini pihak Puskesmas. Diduga ada sejumlah kendala tidak menjalankan pemulihan karena faktor keluarga yang terkadang masih merasa malu dan keberatan. Pihaknya terus melakukan upaya pendekatan kepada keluarga penderita," ujarnya.
Sementara itu, Camat Leuwimunding, Iwan Dirwan mengakui pihaknya bersama Muspika sudah melakukan berbagai cara guna menekankan jumlah ODJG di wilayahnya.
• Gara-gara Unggah Foto Joker, BPJS Kesehatan Dapat Somasi Keras dari Komunitas Pemerhati ODGJ
• Disdukcapil Kota Cirebon Gandeng Puskesmas untuk Rekam Data KTP-el ODGJ
• Jemput Bola, Disdukcapil Kota Cirebon Datangi ODGJ untuk Perekaman KTP Elektronik
Bahkan, katanya, ada penderita ODGJ itu masih dalam usia produktif. Selain itu, ada juga yang masih usia sekolah, baik SMP maupun SMA.
"Penyebabnya diduga ada karena faktor lingkungan keluarga seperti orang tuanya bercerai, ada yang karena faktor ekonomi, serta dugaan biologis dan sebagainya. Kami sedang melakukan penanganan serta pengobatan," jelas Iwan.
Beberapa penanganan yang dilakukan di antaranya, melakukan kunjungan ke rumah-rumah penderita terutama penderita yang sudah tidak bisa datang ke Puskesmas karena berbagai alasan.
Pihaknya juga, kata Iwan, menghadirkan Dokter dan Psikiater untuk mempercepat penyembuhan.
• ZODIAK Cinta Besok Rabu 30 Oktober 2019, Sagitarius Harmonis, Hubungan Capricorn Ada di Titik Jenuh
Dalam berita sebelumnya, seperti ditulis wartawan Tribun, Syarif Abdussalam, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum meminta masyarakat untuk meningkatkan kepedulian terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dan orang dengan masalah kejiwaan (ODMK).
Jika menemukan orang yang terindikasi gangguan jiwa, masyarakat diharapkan tidak membiarkannya apalagi mendiskriminasi. Tetapi, katanya, masyarakat setidaknya bisa melaporkan kondisi orang tersebut kepada pihak terkait.
• Kisah Ujun Juharudin Bertahun-tahun Merawat Anaknya yang Menderita Gangguan Jiwa di Sumedang
• Kisah Timin, Pria Alami Gangguan Jiwa, Dulu Dipasung Kini Tinggal di Rumah Dinas Bupati Banjarnegara
Hal ini disampaikan Uu dalam acara peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia atau World Mental Health Day ke-27 Tingkat Provinsi Jabar, Rabu (23/10). Hari Kesehatan Jiwa Sedunia sendiri diperingati setiap 10 Oktober.
"Masyarakat kalau menemukan ODGJ harus peduli, jangan mengacuhkan apalagi ditertawakan, minimal laporkan kepada kami," kata Uu di Lapangan Rumah Sakit Jiwa Cisarua Kabupaten Bandung Barat, Rabu (23/10).
Selain itu, Uu berpesan agar keluarga yang anggotanya memiliki gangguan jiwa tidak malu dan diimbau membawanya ke rumah sakit jiwa untuk direhabilitasi. Uu pun tak ingin ada kasus anggota keluarga diusir dari rumah hingga kemudian tidak terurus di jalanan.
"Itu tidak solutif, jangan malu untuk direhabilitasi atau kalau memungkinkan bisa diurus sendiri, karena kami juga memiliki keterbatasan tapi kalau dilakukan bersama-sama tentu akan lebih baik," ujar Uu.
Untuk menekan angka gangguan jiwa, Uu menambahkan bahwa tindakan preventif harus dilakukan, salah satunya dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
Uu meyakini, bila iman dan takwa sudah kuat maka masalah yang menimpa tidak akan sampai mengganggu kejiwaannya. "Upaya Pemprov Jabar menekan angka gangguan kejiwaan juga ada pada program-program yang sifatnya kemasyarakatan," kata Uu.
Adapun dalam peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia Tingkat Provinsi Jabar kali ini, Uu sekaligus merilis Kampung Walagri (Wahana Layanan ODGJ Mandiri) dan Crisis Center pelayanan kesehatan jiwa yang ada di Rumah Sakit Jiwa Cisarua dan klinik utama Graha Atma Bandung.
Menurut Uu, kehadiran Kampung Walagri adalah salah satu cara untuk mempercepat rehabilitasi sekaligus menciptakan rehabilitan yang produktif.
"Sehingga saat keluar dari tempat rehabilitasi selain sehat juga memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan hidup. Karena di Kampung Walagri ini mereka juga diberi keahlian kewirausahaan," tutur Uu.
Direktur Utama Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jabar Elly Marliyani sementara itu mengatakan, jumlah kunjungan pasien rawat inap, rawat jalan, dan IGD dalam 5 tahun terakhir mengalami peningkatan, dan kini menurun di tahun 2019.
Tahun 2014 pasien rawat inap, rawat jalan, dan IGD di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jabar berjumlah 47.757 orang, berikutnya berjumlah 48.967 orang (2015), 53.930 orang (2016), 59.455 orang (2017), 59.122 orang (2018), dan 41.194 orang (2019).
Melalui momentum Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, Elly berharap dapat mempromosikan pelayanan kesehatan jiwa yang berbasis pemulihan dan menurunkan cap buruk dan diskriminasi masyarakat terhadap ODGJ dan ODMK.
"Sehingga mereka dapat hidup produktif di masyarakat sesuai potensinya," kata Elly.
Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Fidiansyah, kepala daerah harus terus mewujudkan standar pelayanan minimal di wilayahnya dengan menyiapkan sarana untuk ODGJ sesuai standar.
Fidiansyah pun mengatakan bahwa peran keluarga sangat penting untuk menekan angka gangguan kejiwaan. Keluarga diharapkan semakin peka dan mampu melakukan deteksi dini.
"Rumah sakit jiwa juga harus semakin siap untuk menampung dan melayani dengan cepat sehingga apa yang dialami ODGJ dan ODMK semakin cepat pulih dan menunjukkan kemandiriannya," ucap Fidiansyah.
Pihaknya pun mengapresiasi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat yang membangun dua crisis center pelayanan kesehatan jiwa. Fidiansyah mengatakan, angka bunuh diri merupakan tantangan dan ancaman yang harus terus dicegah. (*)