Khutbah Jumat

Teks Khutbah Jumat 21 November 2025: Menjaga Martabat Diri dengan Sifat Malu

naskah khutbah Jumat yang sudah Tribuncirebon.com lansir dari berbagai sumber untuk tanggal 21 November 2025

DOK DISKOMINFO KABUPATEN MAJALENGKA
GERAKAN NGANTOR BERDUHA - Puluhan ASN Pemkab Majalengka saat menunaikan salat duha dalam peluncuran Gerakan Ngantor Berduha di Masjid Agung Al Imam, Jalan Ahmad Yani, Kecamatan/Kabupaten Majalengka, Selasa (4/3/2025) 

TRIBUNCIREBON.COM - Berbicara perihal Jumat lusa nanti, tepatnya di hari Jumat tanggal 21 November 2025, kita selaku laki-laki beragama muslim akan melaksanakan ibadah Salat Jumat.

Hari Jumat yang merupakan Sayyidul Ayyam atau Penghulunya Hari pun diyakini oleh kaum muslimin sebagai hari yang penuh keberkahan.

Khusus untuk khutbah pada Jumat lusa nanti, berikut merupakan naskah khutbah Jumat yang sudah Tribuncirebon.com lansir dari berbagai sumber untuk tanggal 21 November 2025 bertemakan "Menjaga Martabat Diri dengan Sifat Malu"

Baca juga: Teks Khutbah Jumat Peringatan Hari Guru: Menjadi Guru yang Baik dengan Mengajar dan Mendidik

Khutbah 1


الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا . أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه . اَللّٰهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن. فَيَا عِبَادَاللهُ اُوصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَاالله . اِتَّقُواللهَ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْن . أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
Jemaah Rahimakumullah

Satu di antara tujuan-tujuan syariat Islam ialah untuk menjaga kehormatan. Oleh karenanya, penting bagi setiap Muslim untuk berusaha menjaga kehormatan diri pribadi maupun orang lain. Upaya yang bisa dilakukan untuk menjaga kehormatan tersebut ialah dengan memiliki rasa malu. Malu ketika sampai hati menghina atau merendahkan orang lain, padahal status manusia di hadapan Tuhan adalah sama belaka, ketakwaan-lah yang jadi pembeda. Malu untuk mencari-cari kesalahan dan keburukan orang lain, malu untuk menggunjing, malu apabila menuduh orang baik-baik melakukan zina, menyebarkan hoax dan sebagainya. 

Allah SWT berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ  اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
"Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Ḥujurāt:12)

Setiap manusia, tak terkecuali seorang muslim sangat mungkin memiliki aib. Namun Islam mengajarkan agar umatnya pandai menutupi aib saudaranya. Hal ini menunjukkan bahwa harga diri seseorang, terlebih seorang muslim ialah sangat mahal bahkan tak ternilai. Sehingga tujuan syariat Islam itu sendiri di antaranya ialah menjaga kehormatan. Kecuali dalam hal tertentu, yang justru membolehkan dan bahkan mengharuskan diri menyebutkan aib orang lain, seperti mengadu tindak kezaliman kepada pihak yang berwenang, meminta pertolongan agar dihilangkan dari suatu perbuatan jahat, meminta fatwa pada seorang ‘alim atau mufti, ataupun membicarakan perangai si mujahir atau kaum mujahirin. 

Jemaah Rahimakumullah

Imam an-Nawawi mencantumkan hadis mengenai keutamaan sifat malu pada urutan ke 20 dari hadis Arba’in yang masyhur itu,

عَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ عُقْبَةَ بْنِ عَمْرٍو الأَنْصَارِي البَدْرِي – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: 
إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى: إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ .رَوَاهُ البُخَارِي
Dari Abu Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr Al-Anshari Al-Badri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya di antara perkataan kenabian terdahulu yang diketahui manusia ialah jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu! (HR. Bukhari)

Adapun hadis tersebut bukan bermaksud bahwa “jika tidak memiliki malu, tidaklah mengapa”, namun yang dimaksudkan, ialah ungkapan ancaman serta bentuk menghinakan, bahwa “jika tidak punya rasa malu, silahkan lakukan sesukamu!”

Setidaknya ada dua istilah yang perlu digarisbawahi, yakni Kalaam an-Nubuwwah yang berarti segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi, kemudian sampai kepada kita tanpa ada perubahan-perubahan. Kemudian kata Tastahi atau al-istihya’ atau al-haya’ yang berarti sikap atau rasa malu, dan ini merupakan bagian dari ahlakul karimah, juga menjadi salah satu cara mencegah diri dari melakukan tindakan-tindakan yang rendah. Lawannya adalah waqahah yang artinya tidak tahu malu.

Rasa atau sikap malu terbagi menjadi dua macam. Pertama, malu yang mencegah seseorang dari keburukan, inilah malu yang dibenarkan. Kedua ialah malu yang buruk, seperti orang yang enggan bertanya untuk mencari ilmu, karena alasan malu. Sehingga ada riwayat yang masyhur di kalangan ahli ilmu:  لَا يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ مُسْتَحْيٍ وَلَا مُسْتَكْبِرٌ atau dalam makna yang lain bahwa ilmu itu lenyap oleh kesombongan dan rasa malu.

Sumber: Tribun Cirebon
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved