Belajar Etika Digital Lewat Ular Tangga dan Engklek: Cara Unik Menjaga Anak di Dunia Maya

Ratusan murid kelas 5-6 SDN 1 Pengampon Kota Cirebon diberi edukasi literasi digital melalui metode berbagai permainan

Penulis: Eki Yulianto | Editor: Mutiara Suci Erlanti
Tribuncirebon.com/Eki Yulianto
EDUKASI LITERASI DIGITAL - Ratusan murid kelas 5-6 SDN 1 Pengampon Kota Cirebon diberi edukasi literasi digital melalui metode berbagai permainan. Salah satunya permainan tradisional engklek dan ular tangga 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto


TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON- Pagi itu, aula SDN 1 Pengampon, Kota Cirebon, tak seperti biasanya.


Deru tawa dan langkah kecil memenuhi ruang berlantai ubin krem yang luas.


Di sudut aula, beberapa relawan mengenakan kemeja dominan biru bertuliskan Relawan TIK tampak menata papan permainan, menyiapkan kartu dan menyalakan proyektor.


Jarum jam menunjukkan pukul delapan ketika ratusan murid kelas V dan VI mulai mengambil tempat.


Mata mereka memandang penuh penasaran ke arah layar yang sebentar lagi akan menayangkan video tentang dunia digital.


Beberapa guru berdiri di belakang ruangan, tersenyum melihat murid-muridnya menatap layar dengan rasa ingin tahu yang tak bisa disembunyikan.


Di baris depan, anak-anak berbisik pelan, menebak-nebak apa yang akan mereka tonton pagi itu.


Sebuah video kartun kemudian muncul.


Ceritanya sederhana: tentang anak yang terlalu lama bermain gim hingga lupa waktu.

Baca juga: Belasan Pelajar di Gekbrong Cianjur Mengalami Keracunan Usai Konsumsi MBG


Layar yang menampilkan warna-warna cerah itu memancing tawa dan keheranan.


"Lucu banget,” celetuk seorang murid di tengah derai tawa teman-temannya.


Tiga video pendek ditayangkan berturut-turut, membahas bahaya bermain gawai terlalu lama, penyebaran hoaks, hingga dampak cyberbullying.


Setelah itu, suasana berubah lebih hidup ketika sesi tanya jawab dimulai.


Anak-anak berebut tangan untuk menjawab, beberapa di antaranya justru balik bertanya dengan lugu, apakah semua berita di internet bisa dipercaya?


Namun, kejutan sesungguhnya justru datang setelah layar dipadamkan.


Relawan RTIK (Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi) mengganti suasana aula menjadi arena bermain.


Di lantai terhampar papan ular tangga, di sisi lain ada board game dan card game.


Bahkan permainan tradisional seperti engklek ikut dihadirkan.


Setiap permainan memiliki pesan tersembunyi: tentang etika digital, keamanan data, hingga bagaimana bersikap bijak di dunia maya.


Raya Khaerunisa, siswi kelas VI yang pagi itu ikut dalam permainan kartu, mengaku baru tahu bahwa bermain kartu bisa sekaligus belajar menjaga diri di internet.


“Kartunya berisi pesan tentang cyberbullying dan wirausaha digital,” tuturnya polos.


Ia menambahkan, bahwa setelah tahu dampaknya, ia ingin lebih membatasi waktu bermain ponsel.


Sementara Kayla Nur Ramadan, teman sekelasnya, memilih permainan ular tangga.


Ia menuturkan, dari setiap langkah yang diambil, ada pelajaran kecil yang menunggu.


“Ada kotak yang isinya dampak negatif seperti penyebaran hoaks, tapi ada juga yang positif seperti dapat informasi baik dari internet,” ujarnya.


Dari sana, Kayla mulai paham, bahwa membedakan hoaks bukan sekadar menebak, melainkan mencari kebenaran dari sumber-sumber tepercaya.


Di balik keceriaan anak-anak itu, tersimpan kerja panjang dari para relawan.


Ketua RTIK Kota Cirebon, Bayu Purnama Ramadan menjelaskan, bahwa pendekatan melalui permainan bukan tanpa alasan.


Anak-anak, katanya, lebih mudah menyerap pesan ketika mereka terlibat langsung.


“Kalau lewat seminar, mereka cepat bosan. Tapi lewat game, pesan tentang bahaya cyberbullying, batasan bermain gim, atau etika bermedia sosial bisa tertanam dengan menyenangkan,” ujarnya.

Baca juga: Syarat Magang Kemnaker 2025 Fresh Graduate Masih Bisa Daftar di Laman Maganghub.kemnaker.go.id


Menurut Bayu, RTIK tidak bekerja sendirian.


Mereka berkolaborasi dengan pemerintah daerah, komunitas kreatif dan pengembang permainan edukatif seperti Dolanan Yuk.id untuk menciptakan metode belajar yang menyenangkan.


Gina Desiana, kreator permainan dari Dolanan Yuk.id, menyebut permainan ini sebagai “jembatan belajar yang tak terasa."


Ia menjelaskan, bahwa setiap permainan punya misi tersendiri.


Ular tangga mengajarkan etika berinternet, engklek melatih anak berpikir sebelum memposting sesuatu, sementara card game menekankan pentingnya keamanan digital.


“Anak-anak jadi belajar tanpa merasa digurui,” ujar Gina. 


Ia menambahkan, permainan ini sekaligus menjadi alat refleksi bagi orang tua dan guru tentang seberapa dalam anak-anak mereka sudah terpapar dunia digital.


Dea Deliana, salah satu relawan RTIK yang mendampingi anak-anak bermain, menyebut hasilnya langsung terlihat.


Menurutnya, anak-anak tidak hanya senang, tetapi juga mulai memahami empat pilar literasi digital: Cakap Digital, Aman Digital, Budaya Digital, dan Etika Digital. 


"Kami mengemasnya dalam singkatan sederhana: CABE. Anak-anak cepat hafal karena lucu dan mudah diingat,” ujarnya, sembari tersenyum.


Program literasi digital berbasis permainan ini ternyata sudah berjalan sejak 2018.


Gina menuturkan, Dolanan Yuk.id bersama RTIK terus memperluas jangkauan hingga ke wilayah 3T di Indonesia.


Bahkan beberapa sekolah di luar Jawa sudah menggunakannya sebagai media belajar.


“Harapan kami, permainan ini bisa terus dimainkan oleh anak-anak di mana pun, agar mereka tumbuh menjadi warga digital yang tangguh dan beretika,” katanya.


Kepala SDN 1 Pengampon, N Komana Sadiyah, mengaku bersyukur sekolahnya menjadi bagian dari gerakan tersebut.


Menurutnya, kegiatan itu memberikan cara baru bagi guru untuk mengajarkan literasi digital tanpa harus mengandalkan ceramah.


 "Anak-anak mendapat ilmu tanpa merasa sedang belajar. Mereka senang, tapi pesan moralnya tetap sampai,” ujarnya. 


Ia menambahkan, cara belajar seperti ini akan diadopsi ke kegiatan sekolah lainnya.


Eka Purnomo, Kepala Bidang E-Government Dinas Komunikasi dan Informatika (DKIS) Kota Cirebon, menyebut, kolaborasi antara pemerintah dan komunitas ini sebagai langkah nyata dalam membangun ruang digital yang sehat untuk anak-anak.


Ia menilai metode bermain bersama lebih efektif dibanding pendekatan konvensional.


"Dengan cara ini, anak-anak tidak hanya memahami, tapi juga merasakan langsung makna berinternet yang sehat,” ujarnya.


Menjelang siang, suasana aula masih riuh.


Di pojok ruangan, seorang anak kecil berteriak gembira setelah memenangkan permainan engklek digitalnya.


Di tengah tawa yang pecah, terselip harapan bahwa dari setiap langkah kecil di papan permainan itu, sedang tumbuh generasi yang tak hanya cakap teknologi, tapi juga berbudaya di dunia digital.

 

 

Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved