Khutbah Idulfitri

Teks Naskah Khutbah Idulfitri 2025, Sederhana Tapi Sangat Bermakna

Berikut naskah teks khutbah Idulfitri yang bisa Anda bawakan di tahun ini.

Editor: taufik ismail
Tribuncirebon.com/Handhika Rahman
Pelaksanaan salat Idul Fitri di Alun-alun Puspawangi Indramayu, Rabu (10/4/2024). 

Sebagaimana makna asal katanya, khalifah di sini dipahami sebagai wakil Tuhan untuk mengurus, mengelola, mengayomi, memakmurkan, dan memanfaatkan segala isi yang ada di muka bumi. Di samping itu, fungsi kekhalifahan ini juga menegaskan secara meyakinkan akan terbentuknya tatanan pranata sosial yang adil, demokratis, setara, dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Antara satu dengan yang lainnya memiliki relasi yang sama besar dan sama kuat. Di antara mereka tidaklah dianggap sebagai subordinasi.

Oleh karena itu, secara historis-sosiologis kehidupan keduniaan harus didasarkan atas kevalidan secara rasional. Jika diwujudkan dalam bentuk gambar maka tugas kekhalifahan ini akan membentuk garis horizontal, ujung satu dengan yang lainnya adalah manusia yang memiliki relasi kesejajaran.

Dalam Islam, kedua fungsi di atas harus dapat disinergikan secara seimbang. Tuntutan kehambaan harus dapat diwujudkan secara seimbang dengan tuntutan kekhalifahan. Tidak dianggap sebagai orang yang baik (insan kamil) jika ia hanya mampu menjalankan fungsi-fungsi kehambaannya, sementara fungsi sosial-kemanusiaan terbengkalai. Demikian juga sebaliknya, bukanlah orang yang baik jika ia hanya mementingkan tugas-tugas kekhalifahan sementara tugas kehambaannya tidak diaktualisasikan. Dengan demikian, fitrah manusia adalah menjalankan tugas-tugasnya dengan sukses baik sebagai hamba Allah maupun sebagai khalifah di muka bumi secara seimbang.

Jamaah Salat Idul Fitri Rahimakumullah

اَللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ!

Banyak sekali sindiran Allah Swt. kepada orang yang hanya memenuhi salah satu tugas dengan mengabaikan tugas lainnya. Misalnya dalam surat al-Mâ’ûn dilontarkan celaan kepada orang-orang yang mengerjakan salat tetapi suka menghardik anak yatim dan tidak mau peduli kepada orang miskin. Orang seperti ini dijuluki pendusta agama (yukadzdzibu bid-dîn). Allah berfirman:

أرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (١)فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (٢)وَلا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (٣)فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (٤)الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ (٥)الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (٦)وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ (٧)

Artinya: [1] Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? [2] Itulah orang yang menghardik anak yatim, [3] dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. [4] Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, [6] orang-orang yang berbuat riya, [7] dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (QS al-Mâ’ûn [107]: 1-7)

Orang seperti ini hanya melakukan tugas kehambaan saja dalam bentuk ibadah mahdah, tetapi ibadah sosial dia lalaikan. Meski mengerjakan salat dan menyembah Allah, dia akan mengalami celaka di akhirat nanti, sebab dia lupa akan makna salatnya. Dia beribadah hanya secara formalistik, tetapi tidak secara substansialistik.

Dalam kehidupan sehari-hari, dia salat tetapi lisannya tidak dijaga, telinga tidak diperhatikan, mata berkeliaran ke mana-mana, kaki melangkah ke jalan yang tidak dibenarkan, pemikiran menyalahi aturan. Ini sindiran yang luar biasa dari Allah lewat surat al-Mâ’ûn ini.

Oleh karena itu, di dalam Islam, ritual ibadah selalu memiliki dua hal secara integral: formalistik dan substansialistik Tidak ada ibadah dalam Islam yang hanya dianjurkan secara aspek formalistik semata. Antara formalistik dan substansialistik harus dilakukan secara seimbang. Dalam kasus ibadah puasa, juga demikian. Hadis Nabi menyatakan:

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ حَظٌّ مِنْ صَوْمِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَالْعَطَشُ

Artinya: Betapa banyak orang yang berpuasa, dia tidak mendapat apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan haus.

Orang yang melakukan ibadah puasa tidak mendapatkan balasan apapun disebabkan dirinya tidak mampu membangun harmoni dalam kehidupan sosialnya. Pikiran, gerakan, lisan, dan anggota tubuh lainnya tidak terjaga dari perilaku destruktif.

Begitu pula ibadah haji, Nabi SAW menyebutkan:

Halaman
1234
Sumber: Tribun Cirebon
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved