Longsor di Cipongkor KBB

Ini Penjelasan Pakar ITB Soal Faktor, Gejala hingga Mitigasi Longsor di Cipongkor Bandung Barat

Menurutnya, faktor longsoran ini secara umum dibagi menjadi dua, yaitu prakondisi dan faktor pemicu.

Penulis: Muhamad Nandri Prilatama | Editor: dedy herdiana
Tribun Jabar/Hilman Kamaludin
Tim SAR gabungan saat melakukan pencarian korban tertimbun longsor di Bandung Barat, Selasa (26/3/2024) 

"Semua lini harus saling bahu-membahu untuk meningkatkan kewaspadaan akan potensi terjadinya longsoran, minimal mengetahui gejala-gejala awalnya, sehingga akan lebih waspada," ujarnya.

Secara umum, katanya, metode mitigasi dapat dilakukan secara struktural maupun nonstruktural. Metode struktural umumnya merupakan metode baku yang sudah banyak dilakukan di berbagai tempat di Indonesia maupun luar negeri.

Konsep mendasar dalam upaya mitigasi struktural dilakukan dengan dua cara, yakni, pengurangan gaya-gaya yang menyebabkan terbentuknya longsoran (reduction in the driving forces). Kedua, peningkatan gaya-gaya yang dapat memberikan "perlawanan" untuk terjadinya longsorang (increase in the available resisting forces). Cara kedua ini membuat material pembentuk lereng semakin kuat.

Sementara itu, perbaikan kestabilan lereng secara struktural lebih lanjut dapat dikelompokkan dalam jenis kegiatan, yaitu: a) modifikasi geometri lereng (pelandaian lereng), b) perbaikan saluran atau drainase, c) memperbaiki atau memperkuat material pembentuk lereng, dan d) membangun struktur penyangga.

"Keempat kegiatan tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi yang ada dan dapat dikombinasikan. Berbagai cara dilakukan untuk menanggulangi lereng-lereng yang kritis yang sudah dicurigai akan longsor. Kalau pun sudah longsor maka harus diperbaiki dan kalau perlu dilakukan perkuatan," katanya.

Untuk longsoran aliran bahan rombakan, mitigasi struktural dapat dilakukan dengan metode perlindungan terhadap bahaya aliran bahan rombakan, seperti dengan membangun dinding pengelak (deflection wall), pagar pemecah aliran (debris fences), dan cekungan penampung aliran (debris flow catch basins).

Sementara itu, cara nonstruktural dapat dilakukan dengan sosialiasi peta lokasi rawan bencana, memasang rambu-rambu peringatan kebencanaan, dan yang penting semua itu dilakukan dengan melibatkan masyarakat secara aktif. Kegiatan mitigasi ini hendaknya juga memperhitungkan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat.

Hal penting lainnya, Imam menyebut adalah upaya pemantauan longsoran (monitoring). Upaya ini diperlukan guna memastikan kinerja stabilisasi lereng yang telah dilakukan, sekaligus digunakan untuk keperluan peringatan dini akan terjadinya bahaya longsoran.

"Potensi bencana longsor dapat terjadi di mana saja selama di lokasi tersebut terdapat lereng. Namun, potensinya dapat dibagi menjadi sangat tinggi, tinggi, menengah, rendah, dan bahkan rendah sekali. Hal tersebut tentunya dipengaruhi berbagai faktor. Kami mesti waspada terhadap gejala-gejala yang ada," ujarnya.(*)

Baca juga: Lagi, Satu Jenazah Korban Longsor di KBB Ditemukan di Aliran Sungai, Kini Total Jadi 5 Orang

Sumber: Tribun Cirebon
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved