Melihat Seni Berokan Cirebon yang Hampir Punah, Terkesan Seram Tapi Dianggap Bisa Sembuhkan Penyakit

Seni berokan sendiri pada awalnya dipakai untuk menyebarkan Islam di kawasan Pantura Jabar.

Penulis: Eki Yulianto | Editor: taufik ismail
Tribuncirebon.com/Eki Yulianto
Seorang seniman memakai kostum untuk tampil di kesenian Berokan, yang berasal dari daerah Pantura, seperti Cirebon, Indramayu, Brebes maupun Tegal. 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Kesenian tradisional di Kabupaten Cirebon bisa terbilang banyak.

Bahkan, saking banyaknya kesenian, ada beberapa di antaranya yang sudah mulai ditinggalkan pelaku seninya karena dianggap sudah tidak eksis tergerus zaman.

Satu di antaranya adalah kesenian berokan.

Seni berokan sendiri berasal dari wilayah Pantai Utara (Pantura), seperti Indramayu, Cirebon, Brebes maupun Tegal.

Nama berokan diambil dari kata barokah.

Di Cirebon, salah satu pelaku seni yang masih memainkan kesenian tersebut hingga menjadi ladang penghasilannya, yakni Ahmad (38) atau masyarakat sekitar kerap memanggilnya Kang Amok.

Ditemui di Desa Lungbenda, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon, Ahmad memperlihatkan sejumlah berokan berbagai ukuran yang biasa digunakan dalam pentas.

Jika ukuran besar digunakan sebagai jubah pertunjukannya, namun yang kecil untuk dijual dengan minat yang masih lumayan di masyarakat.

"Saya punya banyak kostum berokan, baik yang digunakan untuk pentas maupun dijual lagi yang ukuran kecil."

"Kalau dijual harganya Rp 50 ribu per biji, saya buat sendiri sama anggota sanggar seni saya yang dinamakan Sanggar Nusa Indah," ujar Ahmad, Senin (28/8/2023).

Ahmad sendiri masih kerap menampilkan seni berokan di berbagai macam acara.

Seperti tradisi adat, hajatan, bahkan ulang tahun.

Kesenian berokan saat ini dikenal sebagai hiburan, dibanding dulu digunakan untuk syiar agama Islam.

Selain itu, kesenian berokan saat ini juga masih dipercaya bisa menyembuhkan penyakit melalui doa-doa yang dipanjatkan di air yang dibawa oleh masyarakat.

Air yang biasanya diwadahi botol itu didoakan oleh berokan, ditambah memberikan beras sebanyak setengah kilogram sebagai bentuk bayaran kepada berokan.

"Kebanyakan di event-event ngunjung buyut, tradisi adat, tapi semua juga bisa, kaya hajatan pernikahan, sunatan dan ulang tahun."

"Seni Berokan ini diwariskan kreasi dari Mbah Kuwu sangkan atau Pangeran Cakrabuana dalam penyebaran agama Islam, kala itu."

"Tapi sekarang, selain hiburan, beberapa orang masih percaya dengan doa-doa air yang dibacakan oleh Berokan."

"Contoh kemarin ketika lagi ngamen di wilayah Cirebon, ada orang yang minta alamat mau datang ke sini. Mau bikin air berokan gitu."

"Orang yang minta didoakan, biasanya nyodorin air putih sama beras. Air putih untuk dibawa pulang setelah didoakan, beras sebagai transaksi pengganti uang begitu," ucapnya.

Ahmad menyampaikan, bahwa di tengah perubahan zaman dengan banyaknya kesenian yang lebih modern, membuat Seni Berokan kini nyaris punah.

Sepengetahuan dirinya, kini hanya segelintir orang saja yang masih mempertahankan tradisi, baik untuk pertunjukan maupun hanya sebatas ngamen memperoleh penghasilan.

"Redup ya kalau sekarang mah, soalnya setahu saya ya mungkin perubahan zaman ya."

"Sekarang masih ada, cuma jumlahnya sepertinya berkurang dibanding dulu tahun 90-an di mana masih mudah ditemukan kesenian berokan ini."

"Saya sendiri sudah 2 tahun terakhir khusus berokan, kalau kesenian lain sudah lama, semacam musik-musik," jelas dia.

Alasan Ahmad masih mempertahankan kesenian tradisional itu, yakni dirinya kini memiliki penghasilan tambahan di tengah profesi utamanya sebagai pedagang.

Selain itu, ia juga ingin terus mewarisi kesenian berokan ke para anggota sanggar yang masih muda.

"Saya terjun menggeluti Seni Berokan sendiri awalnya saya gak sengaja lagi sama teman bertemu yang mana dia punya galeri berokan."

"Saya beli tuh, awalnya gak tahu saya buat apa, pokoknya saya beli saja."

"Pas disimpan di sanggar lama nganggur enggak terpakai-lah ada setengah tahun, terus saya memberanikan diri untuk ngamen."

"Awalnya saya enggak punya keahlian soal berokan, ngamen saja dipakai sambil jalan-jalan gitu."

"Nah, berhubung lambat laun sambil ngamen, saya ketemu sama pengamen berokan asli, sudah sepuh, orang tetangga desa."

"Nah ketemu, akhirnya saya diajarkan lah cara main yang benar, saya juga dikasih terompet yang bunyinya toet toet."

"Akhirnya saya bisa tuh, kalau guru tidak ada, pokoknya belajar autodidak. Saya kalau ngamen berdua saja sama temen, pakai alat musik seadanya," katanya.

Sekilas, berokan mirip seperti barongsai.

Dari cerita Ahmad, kepala berokan yang terbuat dari kayu identik seram dengan bentuk yang khas.

Sedangkan tubuhnya, terbuat dari karung goni atau kini diubah menjadi lebih modern lewat kain sutra untuk menutupi pemainnya.

Berokan ini buntut yang lancip.

Adapun yang menjadi unik, berokan ini juga memiliki suara.

Pemainnya menggunakan semacam pluit yang terbuat dari bambu atau plastik untuk menimbulkan suara berokan.

Suara dari berokan itu biasanya berisikan sebuah nasihat perihal kebaikan.

Dalam memainkan seni berokan, pemainnya menggerakkan gerakan seperti menjilat badan dan kaki, menengok ke kiri dan kanan, mengatup-ngatupkan mulut, dan lain sebagainya.

Ketika beraksi, seni berokan ini juga diiringi kesenian musik tradisional yang berasal dari beragam alat musik, mulai dari dogdog, kecrek dan kening dua bilah (saron).

Baca juga: Mengenal Kesenian Seram Berokan Khas Indramayu, Dianggap Sakral Hingga Bisa Usir Penyakit

Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved