Hari Jadi Kota Cirebon

Sejarah Berdirinya Cirebon Menurut Kitab Purwaka Caruban Nagari, Kisahkan Tentang Walangsungsang

Babad Cirebon tersebut dibacakan oleh Pangeran Kumisi atau pejabat berpangkat satu tingkat di bawah Patih Keraton Kanoman.

Penulis: Ahmad Imam Baehaqi | Editor: dedy herdiana
Tribuncirebon.com/Ahmad Imam Baehaqi
Pangeran Kumisi Keraton Kanoman, Pangeran Besus Nugraha, saat membacakan babad Cirebon di Bangsal Witana Keraton Kanoman, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Kamis (20/7/2023) malam. 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Ahmad Imam Baehaqi

TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Sejarah berdirinya Cirebon tertuang dalam Kitab Purwaka Caruban Nagari yang ditulis oleh Wangsakerta pada 1669 Masehi.

Kutipan kitab itu dibacakan setahun sekali dalam ritual pembacaan Babad Cirebon di Bangsal Witana Keraton Kanoman, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.

Baca juga: Melihat Tradisi Pembacaan Babad Cirebon di Keraton Kanoman, Dihelat Rutin Sejak Ratusan Tahun Lalu

Yakni, setiap 1 Muharam dalam penanggalan Hijriah yang merupakan Hari Jadi Cirebon, dan tradisi tersebut kini merupakan rangkaian peringatan Hari Jadi ke-654 Kota Cirebon.

Kali ini, ritual pembacaan Babad Cirebon kembali dilaksanakan pada Kamis (20/7/2023) malam yang dihadiri ratusan orang, dan sejumlah perwakilan Pemkot Cirebon hingga DPRD Kota Cirebon.

Babad Cirebon tersebut dibacakan oleh Pangeran Kumisi atau pejabat berpangkat satu tingkat di bawah Patih Keraton Kanoman.

"Yang dibaca ini cuplikannya saja, kalau dibaca keseluruhan enggak cukup satu malam," kata Pangeran Kumisi, Pangeran Besus Nugraha, sebelum membacakan Babad Cirebon.

Prosesi tradisi pembacaan Babad Cirebon tersebut tampak diawali pembacaan doa dan tawasul yang dipimpin oleh Penghulu Keraton Kanoman, Kiai Sirodjuddin.

Dalam Babad Cirebon itu diceritakan, lebih dari 7 abad lalu, Pangeran Walangsungsang dan Ratu Rarasantang ingin memeluk Islam.

Pangeran Walangsungsang dan Ratu Rarasantang merupakan kakak-adik, anak dari Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjadjaran.

Setelah meminta doa restu pada Prabu Siliwangi, kakak beradik itu beranjak menemui Syekh Dzatuk Kahfi di Gunung Amparan Jati untuk mempelajari agama Islam.

Pangeran Walangsungsang pun diberi gelar Pangeran Cakrabuana mendapat perintah dari gurunya untuk membuka pemukiman di Kebon Pesisir yang berada di sebelah selatan Gunung Amparan Jati.

Sang pangeran yang kala itu masih berusia 22 tahun langsung melaksanakan perintah gurunya untuk membuka hutan Kebon Pesisir itu.

Saat itu, bertepatan pada Minggu Kliwon, 1 Sura tahun Saka 1367 atau 1 Muharam 867 H/1445 M, dan kini dikenal sebagai Hari Jadi Cirebon.

Lambat laun permukiman tersebut semakin ramai dihuni penduduk yang rata-rata mata pencahariannya menangkap udang rebon, kemudian diolah menjadi terasi dan petis.

Sumber: Tribun Cirebon
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved