Human Interest Story
Kisah Perajin Rotan di Cirebon, Merinitis Belasan Tahun Lalu dan Bertahan di Masa Pandemi Covid-19
produk kerajinan rotan buatan emak-emak tersebut telah dijual ke berbagai daerah, di antaranya, Bogor, Semarang, Jakarta, Cianjur, dan lainnya.
Penulis: Ahmad Imam Baehaqi | Editor: Machmud Mubarok
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Ahmad Imam Baehaqi
TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Tuti Artati (43) bersama sejumlah ibu-ibu tampak sibuk menganyam rotan di Desa Karangsari, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, Jumat (20/1/2023).
Rotan tersebut dibuat menjadi berbagai produk futniture seperti kursi dan meja kecil hingga mainan kuda-kudaan, keranjang, pot, serta lainnya.
Jari-jari mereka juga terlihat sangat terampil saat menganyam rotan, termasuk menggunakan staples yang tampak berukuran cukup besar untuk membentuk pola anyaman.
Bahkan, produk kerajinan rotan buatan emak-emak tersebut telah dijual ke berbagai daerah, di antaranya, Bogor, Semarang, Jakarta, Cianjur, dan lainnya.
Salah seorang perajin rotan di Desa Karangsari, Tuti Artati, mengatakan, salah satu produk unggulan buatannya ialah kursi khusus anak-anak yang diletakkan di sepeda motor matic.
Baca juga: Imbas Perang Rusia - Ukraina, Ekspor Produk Rotan Asal Indonesia ke Pasar Eropa Menurun
Baca juga: Melihat Daya Beli Kerajinan Rotan Sintesis Warga Binaan Lapas Majalengka, Diburu Para Pejabat
"Kami biasa menyebutnya kursi mio, karena hanya bisa dipakai di motor kecil, kalau NMax dan PCX tidak muat," kata Tuti Artati saat ditemui di Desa Karangsari, Jumat (20/1/2023).
Ia mengatakan, dalam sepekan mampu memproduksi 300 kursi mio tersebut yang dibuat bersama empat tetangganya yang telah menjadi karyawannya.
Bahkan, Tati juga biasa membagikan pembuatan kursi mio itu saat pemesanan membludak. Selain kursi mio, pihaknya juga menggarap pembuatan kursi biasa.
Namun, kursi itu merupakan pesanan dari perusahaan besar di sekitar rumahnya yang biasa mengekspor rotan ke berbagai belahan dunia.
"Kursi mio dan mainan-mainan itu buatan saya sendiri, kalau kursi biasa itu dari perusahaan lain yang mengekspor ke luar negeri," ujar Tuti Artati.
Kursi mio tersebut biasa dijual Rp 60 ribu, sedangkan kuda-kudaan yang diproduksi sebanyak 50 buah permingu tersebut dijual seharga Rp 110 ribu.
Ia mengakui, pemesanan kerajinan rotan buatannya juga tak terdampak pandemi Covid-19 yang melanda selama hampir tiga tahun terakhir.
"Hanya kursi dari pabrik saja yang berhenti produksi, sementara produk lainnya justru makin banyak di masa pandemi," kata Tuti Artati.
Saat ini, Tuti mampu menjual hingga 500-an produk kerajinan rotan dari mulai kursi, kuda-kudaan, kursi mio, keranjang, pot, dan lainnya.
Kisah Rumini, Lansia di Indramayu yang Tinggal di Rumah Kuno Tak Layak Huni |
![]() |
---|
Kisah Naufal Mahasiswa Polindra, Tak Menyangka Bisa Juara 3 Hackathon Kementerian ATR/BPN 2022 |
![]() |
---|
Kisah Warga Pembuat Emping di Kuningan, Alami Kembang-kempis Karena Hal ini |
![]() |
---|
Ritual Nyiramkeun Benda Pusaka di Majalengka, Tradisi Ratusan Tahun Kerajaan Talaga Manggung |
![]() |
---|
Kisah Haru Anak di Indramayu, 15 Tahun Belum Pernah Ketemu Ibu, Gara-gara Ibu Dipenjara di Arab |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.