Kasus Brigadir J

Detik-detik Ferdy Sambo Tangisi Karir Kepolisian 28 Tahun Hancur, Kini Menyesal

Ferdy Sambo menangis bukan karena menyesal atas perbuatannya, suami Putri Candrawathi tersebut menitikkan air mata karena karir kepolisian

Tribunnews
Detik-detik Ferdy Sambo Tangisi Karir Kepolisian 28 Tahun Hancur Tak Tersisa, Kini Menyesal 

TRIBUNCIREBON.COM - Setelah melewati sidang yang cukup panjang dan alot, akhirya Ferdy Sambo menangis dihadapan publik.

Mantan Kadiv Propam tersebut tak kuasa menahan air matanya saat menjalani sidang kasus Pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (10/1/2022).

Anehnya, Ferdy Sambo menangis bukan karena menyesal atas perbuatannya, suami Putri Candrawathi tersebut menitikkan air mata karena karir kepolisian yang dibangunnya.

Diketahui, Ferdy Sambo sudah berkarir selama 28 tahun lamanya di intitusi Polri.

Karir selama puluhan tahun itu, terpaksa harus hancur tak tersisa karena kasus yang menimpanya.

Di samping itu, ia juga menangis karena tak bisa menghabiskan waktu bersama anak-anaknya.

Detik-detik Ferdy Sambo tersebut bermula kala tim penasehat hukum Sambo mengajukan pertanyaan mengenai anak-anaknya.

Baca juga: Ferdy Sambo Tak Sudi Bertanggungjawab Demi Bharada E, Tegaskan Tak Suruh Tembak Brigadir J

"Saat ini saudara setelah pernikahan ada dikaruniai putra-putri, bisa disebutkan?" tanya pengacara Sambo, Rasamala Aritonang di persidangan.


Ferdy Sambo pun menjawab bahwa dirinya memiliki empat anak.

Keempat anak itu terdiri dari dua laki-laki dan dua perempuan. Berdasarkan keterangannya, dia memiliki anak bungsu yang berusia satu setengah tahun.

Kemudian mengingat kondisi Sambo dan istrinya Putri Candrawathi yang saat ini ditahan, penasehat hukum pun menyinggung kondisi anak-anak tersebut.

"Saudara bisa jelaskan, sekarang kan sementara waktu saudara dan terdakwa Putri sedang tidak bisa di rumah. Siapa sekarang yang mengurus anak-anak?" tanya Rasamala lagi.

Mendengar pertanyaan itu, Sambo tak mampu menjawab. Ia hanya terdiam sambil menghela napas. Di tengah keheningan itu, dia kemudian sedikit terisak.

Tim penasehat hukum pun menawarkan bahwa Sambo tidak mesti menjawab pertanyaan tersebut.

"Saudara bisa jawab?" kata Rasamala.

"Saya enggak kuat," jawab Sambo.

"Oke saya skip," kata Rasamala.

Rasamala lalu beralih ke pertanyaan lain. Ia mengungkit soal karier Sambo selama 28 tahun di Polri.

"Selama berkarier di kepolisian berapa lama Saudara berkarier di kepolisian?" tanya Rasamala lagi.

"28 tahun," jawab Sambo.

Baca juga: Putri Candrawathi Positif Kena Covid-19, Ferdy Sambo Ungkap Sebelumnya Belum Pernah

"Bisa sedikit Saudara jelaskan bagaimana perjalanan karier Saudara selama 28 tahun singkat saja terutama di bagian penting perjalanan karier Saudara?" tanya Rasamala.

"Sebenarnya saya malu untuk menjelaskan. Tapi apa yang saya dapat itu memang harus berhenti di sini. Sampai pada penghargaan bintang Bhayangkara Pratama itu saya sudah dapatkan tapi harus selesai di sini," kata Sambo.

Saat menceritakan mencapainya itu, Sambo masih dalam keadaan menahan tangis. Ia pun sempat diberikan tisu oleh tim kuasa hukum. Sambo menyambut tisu itu.

Dalam persidangan kemarin, Sambo berbicara sejumlah hal. Termasuk soal sejumlah kejadian mengenai pembunuhan Yosua.

Mulai dari pertama mendapat laporan soal adanya pelecehan yang dialami istrinya, Putri Candrawathi, oleh Yosua pada 7 Juli 2023 di Magelang. Meski tidak ada saksi yang menyaksikan, Sambo meyakini istrinya tidak berbohong.

Bahkan menurut dia, yang terjadi lebih dari pelecehan, meski tidak dijelaskannya.

Sambo mengaku terpukul atas dugaan pelecehan seksual terhadap istrinya itu. Mulanya ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso mengonfirmasi hasil pemeriksaan psikologi forensik berkaitan dengan latar belakang Sambo sebagai orang Sulawesi Selatan yang tak bisa meredam emosinya saat harga diri Sambo terganggu. Sambo pun mengamini pernyataan hakim Wahyu.

"Saat Saudara emosi sebagaimana Saudara terangkan tadi, kemudian Saudara beranggapan mengenai harga diri kalau tidak salah sirina pacce?" tanya hakim.

"Sepertinya seperti itu," jawab Sambo.

Kemudian hakim Wahyu bertanya terkait waktu di mana muncul niat Sambo untuk mengeksekusi Yosua. Sambo mengaku saat itu tak berniat menghabisi nyawa Brigadir Yosua. Bahkan, niat itu tak pernah terlintas di benaknya.

"Kapan mulai timbul niat untuk menghabisi korban?" tanya hakim.

"Saat itu saya belum berniat untuk menghabisi korban dan tidak ada dalam pemikiran saya untuk itu," jawab Sambo.

Baca juga: Ngefans Ferdy sambo, Syarifah Ima Keluarkan Rp 600 Ribu untuk Bikin Marchandise Sambo

Sambo mengaku sangat terpukul saat mendengar peristiwa pelecehan seksual dari istrinya itu. Ia juga mengaku bingung ihwal langkah apa yang harus ia lakukan. Sebab, selama ini perjalanan hidup dan karier Sambo begitu mulus tanpa ada cacat sedikit pun.

 Ferdy Sambo Justru
Ferdy Sambo Justru (Yt)

"Saya hanya mendengar cerita istri saya ini saya terpukul sekali yang mulia saya tidak tahu harus berbuat apa waktu itu karena selama ini lancar-lancar semua perjalanan hidup dan karier saya yang mulia," ujar Sambo.

"Pada saat bercerita begitu pukulan berat buat saya, sehingga saya tidak bisa untuk berpikir karena ini kok bisa seperti ini, yang mulia," sambungnya.

Hakim Wahyu Iman Santoso juga sempat mempertanyakan keberanian Sambo berhadapan satu lawan satu dengan Brigadir Yosua. Hakim menanyakan hal itu karena Sambo meminta bawahannya yakni Ricky Rizal untuk menembak Yosua.

Hakim Wahyu mulanya bertanya mengenai perintah Sambo kepada Bripka Ricky Rizal.

"Kamu meminta si Ricky menembak atau bagaimana?" tanya hakim.

Sambo lalu menceritakan kembali saat bicara dengan Bripka Ricky Rizal.

"Setelah Ricky datang saya sampaikan 'tahu enggak kejadian di Magelang. Dijawab 'saya enggak tahu bapak'. 'Kamu enggak tahu kalau ibu dilecehkan sama Yosua?' Dia jawab 'saya tidak tahu bapak'," kata Sambo.

"Kemudian saya dalam kondisi emosi menyampaikan saya akan konfirmasi ke Yosua. Dia siap tembak enggak kalau dia melawan," kata Sambo.

Mendengar pernyataan Sambo, hakim Wahyu kemudian mempertanyakan keberanian Sambo berhadapan seorang diri dengan Brigadir Yosua. "Kamu enggak berani sama Yosua?" tanya hakim. "Saya bukan enggak berani yang mulia," jawab Sambo. "Kalau satu lawan satu berani enggak?" tanya hakim lagi. "Saya berani yang mulia," kata Sambo.

Baca juga: Sindiran Hakim untuk ART Ferdy Sambo & Sekuriti, Kemarin Kayak Sakit Gigi, Ditanya Pengacara Lancar

Sambo juga mengaku tak mengetahui bahwa Brigadir Yosua merupakan seorang olahragawan dan jago bela diri. "Kamu tahu kalau dia olahragawan?" tanya hakim. "Saya tidak tahu," jawab Sambo.

"Banyak yang mengatakan Yosua itu jago dalam silat, taekwondo juara satu katanya di Jambi. Saat itu kamu tahu enggak dia jago bela diri?" tanya hakim lagi. "Saya tidak tahu," jawab Sambo.

Hakim Wahyu lantas menggali informasi mengenai latar belakang Sambo memerintah Bripka RR untuk membantunya saat berhadapan dengan Brigadir Yosua.

"Saya kan punya ajudan yang mulia saya harus bisa memanfaatkan mereka untuk membackup saya dalam hal tertentu. Karena kondisi ini kita tidak tahu apa yang terjadi nanti," kata Sambo/ "Ibarat mau perang?" tanya hakim.

"Kalau berperang sih tidak yang mulia," jawab Sambo.

Di akhir persidangan, Sambo menyampaikan permintaan maaf kepada sejumlah pihak terkait dengan kasus pembunuhan Brigadir Yosua. Permintaan maaf ia utarakan, termasuk kepada keluarga Yosua, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, hingga Presiden Jokowi.

"151 hari saya menjalani proses penahanan di Mako Brimob, saya merasa bersalah Yang Mulia. Karena emosi menutup logika saya. Saya sampaikan rasa bersalah ini dan penyesalan ini," kata Sambo.

Pertama, Sambo meminta maaf kepada keluarga Yosua. Sebab, karena emosinya, menyebabkan Yosua meninggal dunia. "Karena emosi saya menyebabkan putra keluarga Yosua bisa meninggal dunia," kata Sambo.

Kedua, permintaan maaf Sambo tertuju pada Richard Eliezer. Sambo kembali menyinggung soal perintahnya 'hajar' tetapi dimaknai oleh Eliezer 'tembak' sehingga Yosua tewas. Meski, Eliezer tetap menegaskan bahwa perintah Sambo saat itu adalah 'tembak' bukan 'hajar'.

"Rasa penyesalan dan salah kedua saya sampaikan kepada Saudara Richard karena perintah hajar kemudian dilakukan penembakan, itu saya akan bertanggung jawab dan saya merasa bersalah," kata Sambo.

Ketiga, Sambo merasa bersalah kepada istrinya Putri Candrawathi dan dua terdakwa lain dalam kasus ini, Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Ma'ruf. Sebab karenanya, ketiganya harus terlibat dan turut menjadi terdakwa dalam kasus kematian Yosua.

Keempat, permintaan maaf ditujukan kepada Kapolri dan institusi Polri.

"Penyesalan juga saya sampaikan ke Kapolri dan institusi Polri dan rekan sejawat yang sudah terlibat dalam cerita tidak benar yang saya sampaikan di Duren Tiga itu yang menyebabkan citra Polri turun dan rekan sejawat saya harus diproses hukum," kata Sambo.

Kelima, ia juga meminta maaf kepada Presiden Jokowi dan masyarakat Indonesia.

"Saya juga menyampaikan rasa bersalah dan penyesalan kepada bapak presiden dan masyarakat Indonesia karena harus tersita perhatian dalam perkara ini karena kesalahan saya," ucapnya.

"Terakhir Yang Mulia, saya menyampaikan rasa bersalah dan penyesalan karena kasus saya ini yang kemudian menyebabkan istri dan anak-anak harus mengalami. Istri saya harus ditahan, dan anak anak saya harus sendiri mencapai cita-citanya. Saya bersalah Yang Mulia, karena emosi saya menutup logika," ucap Sambo.

Sambo selanjutnya direncanakan akan menjalani sidang tuntutan pada Selasa (17/1) pekan depan. Dalam kasus ini Sambo didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua.

Tindak pidana itu dilakukan bersama-sama dengan Putri Candrawathi, Richard Eliezer apudihang Lumiu atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf.

Putri Candrawathi adalah istri dari Sambo. Sementara itu baik Bripka RR, Bharada E, dan Brigadir J adalah ajudan Sambo kala menjabat Kadiv Propam Polri.

Lalu Kuat Ma'ruf adalah sopir keluarga Sambo. Mereka didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pembunuhan terhadap Brigadir Yosua terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 di rumah dinas Sambo nomor 46 yang terletak di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Dalam surat dakwaan, Bharada E dan Sambo disebut menembak Brigadir Yosua. Latar belakang pembunuhan diduga karena Putri telah dilecehkan Brigadir J saat berada di Magelang, Jawa Tengah pada Kamis, 7 Juli 2022. Dugaan ini telah dibantah oleh pihak keluarga Brigadir J

 

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved