Keraton di Cirebon
Sejarah Lahirnya Kabupaten Kuningan, Ada Kaitan dengan Leluhur Para Sultan Keraton di Cirebon
lahirnya Kabupaten Kuningan, terungkap ada kaiitannya dengan leluhur para sultan keraton di Cirebon, yakni Sunan Gunung Jati
Selanjutnya Kuningan merupakan bagian dari Kerajaan Pajajaran dan namanya berganti menjadi Kajene yang ada dibawah kekuasaan Aria Kamuning. Kajene artinya “kuning” atau “emas”.
Ketika agama Islam mulai masukk Jawa, seorang ulama besar dari Caruban (Cirebon) yang benama Syekh Maulana Akbar pernah singgah di Buni Haji daerah Luragung kemudian melanjutkan perjalanannya menuju Kajene yang pada waktu itu penduduknya masih menganut agama Hindu.
Syekh Maulana Akbar mendirikan pesantren di Sidapurna yang berkembang pesat dan karena pengikutnya bertambah banyak maka beliau membuat pemukiman baru dengan dasar Islam yang diberi nama Purwawinangun (artinya: mula-mula dibangun). Syekh Maulana Akbar meninggal dan dimakamkan di Astana Gede.
Baca juga: Mengingat Lagi Tradisi Tabuh Dlugdag di Keraton Kasepuhan Cirebon, Warisan Sunan Gunung Jati
Pada tahun 1481 M, Syarif Hidayatullah yang dikenal dengan julukan Sunan Gunung Jati datang di Luragung. pada waktu itu Ki Gedeng Luragung sebagai kepala pemerintahan yang kemudian masuk agama Islam.
Pada waktu yang bersamaan datanglah putri Ong Tien dari Cina menyusul ke Luragung kemudian melangsungkan pernikahan dengan Syarif Hidayatullah. putri Ong Tien berganti nama menjadi Ratu Mas Rara Sumanding.
Syarif Hidayatullah dan istrinya Ong Tien pada waktu itu sepakat untuk mengangkat putra Ki Gedeng Luragung yang masih bayi menjadi putranya yang diberi nama Sang Adipati. Syarif Hidayatullah bersama Ong Tien dan putra angkatnya kemudian berangkat menuju Kajene.
Pada saat itu yang menjalankan pemerintahan Kajene adalah pangeran Aria Kamuning yang menganut agama Hindu dan kemudian masuk agama Islam.
Sang Adipati dipercayakan kepada pangeran Aria Kamuning untuk dididik dengan baik. selama Sang Adipati belum dewasa maka pangeran Aria Kamuning ditunjuk oleh Sunan Gunung Jati sebagai kepala pemerintahan perwalian di Kajene dibawah kerajaan Cirebon.
Setelah Sang Adipati dewasa, tepatnya pada tanggal 1 September 1498 M, Sang Adipati dinobatkan menjadi kepala pemerintahan Kajene yang bergelar Sang Adipati Kuningan.
Dengan berdirinya negara / kerajaan Kuningan di bawah Sang Adipati Kuningan, maka sejak tanggal penobatannya daerah yang semula bernama Kajene di kembalikan lagi ke nama aslinya yaitu ‘’Kuningan”. dan sejak saat itulah tanggal 1 September ditetapkan sebagai Hari Jadi Kuningan.
Selain dibantu oleh Aria Kamuning dalam mengatur jalannya pemerintahan, Sang Adipati Kuningan juga dibantu oleh Dipati Ewangga atau disebut Dipati Cangkuang dan Rama Jaksa. Dipati Ewangga memiliki kuda tunggangan yang diberi nama Si Windu.
Untuk lebih meresapkan agama Islam di kalangan penduduk Kuningan, Sunan Gunung Jati mengirim Syekh Rama Haji Irengan dan beliau memilih tempat kediamannya di Darma. dengan bantuan para wali beliau membuat kolam (balong) yang sekarang dikenal dengan nama Balong Kancra atau Balong Kramat atau Darma Loka.
Sang Adipati Kuningan bersama pasukan Kuningan dibawah pemerintahan Cirebon telah turut serta bertempur untuk menundukan Galuh dan membantu mendirikan pemerintahan Wiralodra di Indramayu dibawah pimpinan Fatahillah Cirebon.
Pasukan Kuningan juga ikut menggempur Sunda Kelapa dan turut serta mendirikan pemerintahan Jayakarta sehingga pasukan dari Kuningan ada yang menetap di Jayakarta dan sekarang nama Kuningan terukir menjadi nama salah satu kelurahan di wilayah Jakarta Selatan yaitu kelurahan Kuningan. (*)