Keraton di Cirebon

Sejarah Lahirnya Kabupaten Kuningan, Ada Kaitan dengan Leluhur Para Sultan Keraton di Cirebon

lahirnya Kabupaten Kuningan, terungkap ada kaiitannya dengan leluhur para sultan keraton di Cirebon, yakni Sunan Gunung Jati

Editor: dedy herdiana
kuningankab.go.id
Ilustrasi Kabupaten Kuningan 

TRIBUNCIREBON.COM, KUNINGAN - Menilik sejarah lahirnya Kabupaten Kuningan, terungkap ada kaiitannya dengan leluhur para sultan keraton di Cirebon, yakni Sunan Gunung Jati atau Susuhunan Syarif Hiadaytullah.

Secara geografis  sekarang ini, Kabupaten Kuningan merupakan salah satu daerah yang berada di timur wilayah Provinsi Jawa Barat.

Letaknya berada pada lintasan jalan regional yang menghubungkan Kota Cirebon dengan wilayah Priangan Timur dan sebagai jalan alternatif jalur tengah yang menghubungkan Bandung – Majalengka dengan Jawa Tengah.

Baca juga: Ribuan Warga Kuningan Tumplek Saksikan Acara Sakral Saptonan Hari Jadi Ke 524 Kuningan

Ribuan warga Kuningan tumplek di Lapang Bola Desa Ancaran, Kecamatan Kuningan, Minggu (1/9/2022). Mereka menonton kegiatan Saptonan sebagai rangkaian momen Hari Jadi ke-524 Kuningan.
Ribuan warga Kuningan tumplek di Lapang Bola Desa Ancaran, Kecamatan Kuningan, Minggu (1/9/2022). Mereka menonton kegiatan Saptonan sebagai rangkaian momen Hari Jadi ke-524 Kuningan. (TribunCirebon.com/Ahmad Ripai)

Secara administratif, sebelah utara Kabupaten Kuningan berbatasan dengan Kabupaten Cirebon, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Brebes ( Provinsi Jawa Tengah), di sebelah Selatan berbatasan dengan  Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Cilacap (Provinsi Jawa Tengah), dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Majalengka.

Dalam menyingkap sejarah lahirnya Kuningan, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Kuningan telah membuat sejarahnya dalam sebuah peraturan daerah nomor: 21/DP.003/XII/1978  yang dudah ditetapkan pada tanggal 14 Desember 1978.

Perda itu berisi tentang Sejarah Dan Hari Jadi Kuningan, yang disusun sejak mulai ada tanda-tanda pemukiman atau perkampungan yang telah mempunyai pemerintahan hingga perkembangannya sampai sekarang.

Baca juga: Kisah Wafatnya Sunan Gunung Jati, Leluhur Para Sultan Keraton Cirebon, Jasadnya Dibawa Malaikat

Dilansir Tribuncirebon.com dari Kuningankab.go.id, disebutkan bahwa tanda-tanda yang memberitahukan bahwa di Kuningan sudah ada pemukiman masyarakat yang sudah mencapai tingkat kebudayaan yang relatif sudah maju, sejak kira-kira 3500 tahun sebelum masehi. Hal ini berdasarkan atas hasil peninggalannya yang ditemukan di wilayah Kuningan.

Sedangkan untuk sebuah pemukiman masyarakat dalam bentuk suatu kekuatan politik seperti negara sebagaimana dituturkan dalam cerita Parahiyangan dengan nama “Kuningan” baru pada tanggal 11 April 732 M.

Negara/kerajaan Kuningan tersebut terjadi sesudah penobatan Seuweukarma sebagai raja/kepala pemerintahan, yang kemudian bergelar Rahiangtang Kuku atau disebut juga Sang Kuku yang bersemayam di Arile dan Saunggalah.

Ketika itu sang penguasanya menganut ajaran “Dangiang Kuning” yang berpegang kepada “Sanghiang Darma” dan “Sanghiang Siksa”, yang memberikan 10 pedoman hidup, yaitu : Tidak membunuh mahluk hidup; Tidak mencuri; Tidak berzinah; Tidak berdusta; Tidak mabuk; Tidak makan bukan pada waktunya; Tidak menonton, menari, menyanyi dan bermain musik; Tidak mewah dalam berbusana; Tidak tidur ditempat yang empuk; Tidak menerima emas dan perak;

Seuweukarma bertahta sampai dengan usia yang cukup panjang, kemudian timbul persaingan antara pemerintahan Seuweukarma dengan Sanjaya yang memegang kekuasaan daerah kerajaan Galuh sebelah timur.

Baca juga: KISAH Keris Sang Hyang Naga, Pusaka Sunan Gunung Jati Terbang ke Banten, Hilang di Keraton Kasepuhan

Setelah Sanjaya memerintah Kuningan selama 9 tahun, kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Rahiang Tamperan. Rahiang Tamperan mempunyai 2 putra yaitu Sang Manarah dan Rahiang Banga.

Setelah dewasa Sang Manarah menjadi raja di sebelah timur sedangkan Rahiang Banga menguasai daerah Kuningan yang dahulu dibawah kekuasaan Rahiangtang Kuku.

Pada tanggal 22 Juli 1175 Masehi Kuningan dijadikan pusat pemerintahan Kerajaan Sunda dibawah Rakean Darmasiksa putra ke-12 Rahiang Banga.

Setelah bertahta selama 12 tahun di Saunggalah, kemudian keraton dipindahkan oleh Rakean Darmasiksa ke Pakuan Pajajaran.

Selanjutnya Kuningan merupakan bagian dari Kerajaan Pajajaran dan namanya berganti menjadi Kajene yang ada dibawah kekuasaan Aria Kamuning. Kajene artinya “kuning” atau “emas”.

Ketika agama Islam mulai masukk Jawa, seorang ulama besar dari Caruban (Cirebon) yang benama Syekh Maulana Akbar pernah singgah di Buni Haji daerah Luragung kemudian melanjutkan perjalanannya menuju Kajene yang pada waktu itu penduduknya masih menganut agama Hindu.

Syekh Maulana Akbar mendirikan pesantren di Sidapurna yang berkembang pesat dan karena pengikutnya bertambah banyak maka beliau membuat pemukiman baru dengan dasar Islam yang diberi nama Purwawinangun (artinya: mula-mula dibangun). Syekh Maulana Akbar meninggal dan dimakamkan di Astana Gede.

Baca juga: Mengingat Lagi Tradisi Tabuh Dlugdag di Keraton Kasepuhan Cirebon, Warisan Sunan Gunung Jati

Pada tahun 1481 M, Syarif Hidayatullah yang dikenal dengan julukan Sunan Gunung Jati datang di Luragung. pada waktu itu Ki Gedeng Luragung sebagai kepala pemerintahan yang kemudian masuk agama Islam.

Pada waktu yang bersamaan datanglah putri Ong Tien dari Cina menyusul ke Luragung kemudian melangsungkan pernikahan dengan Syarif Hidayatullah. putri Ong Tien berganti nama menjadi Ratu Mas Rara Sumanding.

Syarif Hidayatullah dan istrinya Ong Tien pada waktu itu sepakat untuk mengangkat putra Ki Gedeng Luragung yang masih bayi menjadi putranya yang diberi nama Sang Adipati. Syarif Hidayatullah bersama Ong Tien dan putra angkatnya kemudian berangkat menuju Kajene.

Pada saat itu yang menjalankan pemerintahan Kajene adalah pangeran Aria Kamuning yang menganut agama Hindu dan kemudian masuk agama Islam.

Sang Adipati dipercayakan kepada pangeran Aria Kamuning untuk dididik dengan baik. selama Sang Adipati belum dewasa maka pangeran Aria Kamuning ditunjuk oleh Sunan Gunung Jati sebagai kepala pemerintahan perwalian di Kajene dibawah kerajaan Cirebon.

Setelah Sang Adipati dewasa, tepatnya pada tanggal 1 September 1498 M, Sang Adipati dinobatkan menjadi kepala pemerintahan Kajene yang bergelar Sang Adipati Kuningan.

Dengan berdirinya negara / kerajaan Kuningan di bawah Sang Adipati Kuningan, maka sejak tanggal penobatannya daerah yang semula bernama Kajene di kembalikan lagi ke nama aslinya yaitu ‘’Kuningan”. dan sejak saat itulah tanggal 1 September ditetapkan sebagai Hari Jadi Kuningan.

Selain dibantu oleh Aria Kamuning dalam mengatur jalannya pemerintahan, Sang Adipati Kuningan juga dibantu oleh Dipati Ewangga atau disebut Dipati Cangkuang dan Rama Jaksa. Dipati Ewangga memiliki kuda tunggangan yang diberi nama Si Windu.

Untuk lebih meresapkan agama Islam di kalangan penduduk Kuningan, Sunan Gunung Jati mengirim Syekh Rama Haji Irengan dan beliau memilih tempat kediamannya di Darma. dengan bantuan para wali beliau membuat kolam (balong) yang sekarang dikenal dengan nama Balong Kancra atau Balong Kramat atau Darma Loka.

Sang Adipati Kuningan bersama pasukan Kuningan dibawah pemerintahan Cirebon telah turut serta bertempur untuk menundukan Galuh dan membantu mendirikan pemerintahan Wiralodra di Indramayu dibawah pimpinan Fatahillah Cirebon.

Pasukan Kuningan juga ikut menggempur Sunda Kelapa dan turut serta mendirikan pemerintahan Jayakarta sehingga pasukan dari Kuningan ada yang menetap di Jayakarta dan sekarang nama Kuningan terukir menjadi nama salah satu kelurahan di wilayah Jakarta Selatan yaitu kelurahan Kuningan. (*)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved