Kisah Nyata Dede Yusuf di Sumedang, Sekujur Tubuh Penuh Tato, Hijrah karena Sholati Jenazah Sendiri

Meski tato masih jelas tampak di wajah Dede Yusuf (29), namun kini, rona wajahnya yang bersinar mengalahkan pamor gambar-gambar itu. 

Editor: dedy herdiana
Tribunjabar.id/ Kiki Andriana
Dede Yusuf (29) saat diwawancarai TribunJabar.id di Pusat Kajian Trotoar (Katro), Desa Tanjungsari, Kecamatan Tanjungsari, Sumedang, Minggu petang (10/4/2022) 

Bukan hanya membuat jengkel orang tua, keputusan Dede menjadi anggota komunitas punk juga membuat gatal mulut tetangganya.

Mereka seringkali mencibir Dede yang punk. 

"Wah saya sampai kecanduan obat. Awalnya coba-coba, tetapi jadi candu," katanya.

Baca juga: Nyamar Tak Pakai Baju Dinas, Kasatpol PP Indramayu Razia Anak Jalanan dan Punk yang Kerap Mangkal

Dede tidak berkisah apakah dia mengerti tentang gerakan punk, dan apakah dia pernah membaca karya-karya Edgar Allan Poe (1809-1849) sebagai penulis yang mengispirasi gerakan ini, namun sesuatu telah membuatnya capai dengan punk. 

"Saya capai maksiat terus. Sudah bosan lah. Sampai suatu hari di siang hari saat bulan puasa tahun lalu, saya mimpi dibakar api. Mungkin saja api itu api neraka, sehingga saya terbangun dan berpikir bagaimana kalau mimpi ini menjadi kenyataan," katanya.

Bukan hanya mimpi soal api, dia juga mimpi mengurus jenazah.

Dia memandikan dan menyalati jenazah itu yang ternyata dirinya sendiri.

Sampai dikubur pun, jenazah itu tetap jenazah dirinya sendiri.  

Gayung bersambut.

Di Dusun SS, Desa Tanjungsari, sekitar Alun-alun Tajungsari, ada satu masjid penyedia dakwah untuk kaum-kaum terpinggirkan. 

Masjid ini membuat semacam wadah bernama Katro yang merupakan singkatan dari Kajian Trotoar. 

"Awalnya saya malu dan takut. Apakah orang sedewasa saya dan tatoan sebadan-badan masih bisa mengaji? Apakah saya masih boleh masuk masjid? Ternyata bisa," katanya. 

Dia memulai dengan mengaji Iqro, kemudian mengaji Al-Qur'an, dan kini sedang dibimbing terus mengaji tafsir Al-Qur'an. 

Dede Yusuf (29) saat diwawancarai TribunJabar.id di Pusat Kajian Trotoar (Katro), Desa Tanjungsari, Kecamatan Tanjungsari, Sumedang, Minggu petang (10/4/2022)
Dede Yusuf (29) saat diwawancarai TribunJabar.id di Pusat Kajian Trotoar (Katro), Desa Tanjungsari, Kecamatan Tanjungsari, Sumedang, Minggu petang (10/4/2022) (Tribunjabar.id/ Kiki Andriana)

"Saya melihat Islam itu sistem yang indah. Mengatur segala aspek kehidupan pemeluknya dari mulai bangun tidur hingga tertidur lagi,"  katanya yang kini sudah kehilangan kedua orang tuanya. 

Dede menemukan keseruan yang lebih seru saat mengaji, dibandingkan keseruan semu saat dia beraktivitas di komunitas punk. 

"Ngaji itu seru," kata Dede yang kini bekerja serabutan dan tinggal bersama bibinya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved