Tekan Kekerasan terhadap Anak di Majalengka, Kak Seto Minta Pemda Buat Satgas Anak Tingkat RT
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi meminta Pemerintah Daerah Majalengka untuk membuat Satgas Anak di tingkat RT
Penulis: Eki Yulianto | Editor: dedy herdiana
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto
TRIBUNCIREON.COM, MAJALENGKA - Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi meminta Pemerintah Daerah Majalengka untuk membuat Satgas Anak di tingkat Rukun Tetangga (RT).
Sebab menurutnya, di Jawa Barat, tak terkecuali Majalengka, kasus kekerasan anak masih terbilang tinggi.
"Saya sudah berbicara dengan wakil bupati, kalau bisa mohon pelibatan masyarakat untuk untuk perlindungan anak dimulai dari RT dan RW," ujar Seto saat menghadiri sekaligus melantik pengurus LPAI Majalengka periode 2022-2026, Jumat (11/3/2022).
Pria yang sering disapa Kak Seto ini menyebut, penerapan Satgas di tingkat RT ini sudah diinisiasi LPAI pada tahun 2011 lalu.

Di mana kala itu, selain ada Ketua RT, Sekretaris RT, Bendahara RT, diadakan juga seksi perlindungan anak.
"Hal itu untuk apa, untuk mengingatkan kepada masyarakat di kalangan keluarga bahwa pencegahan kekerasan harus dilakukan."
"Jadi bukan pemadam kebakaran, setelah terjadi ribut semua, tapi pencegahannya, langkah preventif. Jadi selalu disampaikan," ucapnya.
Lebih jauh Kak Seto menyebut, di Jawa Barat sendiri tingkat kekerasan anak sudah menjamah di tingkat pendidikan sekolah dasar (SD).
Baca juga: Terkuak Ini Modus Si Kakek Bisa Melakukan Aksi Asusila pada Anak di Bawah Umur di Tasikmalaya
Selama ini, paradigma kekerasan anak di masyarakat itu disebut dia, masih terbilang normal.
Padahal hal itu terbilang salah.
"Sebetulnya, salah satu saja pada waktu saya pernah menjadi penguji doktor di salah satu perguruan tinggi di Bandung, waktu itu juga mendapat kan data bahwa kekerasan bullying di SD juga tertinggi. Bahkan sudah mulai ke TK."
"Ini juga kekerasan yang tanpa sadar dialami anak-anak di Jawa Barat, yang kemudian juga mengarah ke berbagai tindak kekerasan yang lain."
"Jadi kadang-kadang paradigma keliru bahwa kekerasan itu wajar, normal. Bahkan mendidik, kalau perlu juga dengan cara kekerasan," jelas dia.
Baca juga: Duh, Bocah Kelas Dua SD di Kuningan Mainkan Ular Hingga Keliling Kampung, Ini Fakta dan Kejadiannya