Ini Sosok Pria Tua Yang Bertahan Hidup Sendirian di Kampung Mati di Kuningan, Penyebabnya Begini
Dusun Cimeong, Desa Cilayung, Kecamatan Ciwaru, Kabupaten Kuningan, dikenal sebagai kampung mati.
Penulis: Machmud Mubarok | Editor: Machmud Mubarok
TRIBUNCIREBON.COM - Dusun Cimeong, Desa Cilayung, Kecamatan Ciwaru, Kabupaten Kuningan, dikenal sebagai kampung mati.
Pasalnya, kampung itu ditinggalkan oleh para penghuninya karena kampungnya mengalami bencana pergerakan tanah pada 2017.
Namun ada seorang lelaki tua yang keukeuh bertahan tinggal di Kampung Mati itu, Dia adalah Abah Lurah atau akrab disapa Abah.
Dalam tayangan video YouTube di akun Aziz Nurahman, Abah menceritakan awal mula kampung itu bisa ditinggalkan warganya.
Pada Desember 2016, kata Abah, terjadi empat kali pergerakan tanah. Kejadian itu menyebabkan retak-retak tanah dan dinding atau tembok rumah.
• Peringatan Dini Cuaca Ekstrem Besok Jumat 12 Februari 2021: 16 Wilayah Potensi Hujan Lebat Dan Angin
• Ini Percakapan Terakhir Captain Afwan Pukul 14.39, Tak Lama Kemudian Sriwijaya Air SJ 182 Jatuh
• Zodiak Besok Jumat 12 Februari 2021: Capricorn Lewati Masa Sulit, Sagitarius Keuanganmu Bermasalah
Tepat pada malam 1 Januari 2017, terjadi longsor besar yang menyebabkan sejumlah rumah ambruk.
Warga pun kemudian diungsikan ke bangunan SD Cilayung yang berjarak sekitar 2 kilometer di bawah bukit.
Ketika itu kata Abah, sejumlah pejabat daerah seperti Bupati Kuningan turun ke lapangan, termasuk kepala desa, meminta warga Dusun Cimeong untuk turun dari kampung.
Abah menceritakan, akhirnya seluruh warga turun dari rumah mereka dan tinggal di posko SD Cilayung selama 22 hari.
Saat anak sekolah masuk, warga mau kembali ke dusun, namun ternyata aliran listrik dari PLN sudah diputus.
Abah pun bertanya kepada Kades kenapa aliran listrik PLN diputus.
"Ya biar warga pada turun semua, tidak ada yang tinggal lagi di sana karena berbahaya. Itu kata kades. Tapi kata Abah, harusnya kan musyawarah dulu, karena itu hak warga, ya kadesnya diam," kata Abah.
Setelah 22 hari berada di pengungsian, warga dibiarkan bertebaran ke mana-mana. Yang punya uang, bisa mengontrak di rumah warga yang lain. Sementara yang tidak punya uang pada tinggal di saung-saung saja di sawah.
Menurut Abah, yang kena musibah gerakan tanah itu sebanyak 19 rumah. Ia meminta agar mereka diprioritaskan untuk tinggal di lokasi yang aman.
"Eh tiba-tiba warga semua disurun turun tinggalkan rumah. Ya akhirnya pada tinggal di mana saja. Tahun 2017 ada pengajuan permohonan untuk mendapatkan rumah pengganti. Dapat-dapat peresmian rumah dari bupati, itu 13 Februari 2018 baru mendapat rumah," kata Abah.