Tiga Kampung di Tasikmalaya Tak Berpenghuni Setelah Ditinggalkan Warga yang Takut Pergerakan Tanah
akibat musibah tanah retak berkepanjangan, warga di ketiga kampung itu sebagian sudah mengungsi.
Ia menambahkan, empat lokasi tersebut memang berada di zona merah rawan bencana.
Hal itu juga didukung dari laporan Badan Geologi Bandung dan tidak aman dijadikan tempat tinggal.
Namun dari empat lokasi itu, pergerakan tanah yang paling parah terjadi di Dusun Tarikolot.
Itulah kenapa 180 rumah disana dikosongkan dan 253 kepala keluarga harus direlokasi.
"Memang disana rawan sekali longsor dan harus direlokasi semua. Kejadian terakhir itu sebulan lalu pergerakan tanah yang mengakibatkan jalan bergeser karena terdorong dari atas. Tapi alhamdulillah selama ini tidak ada korban jiwa, paling kerusakan insfratruktur dan rumah tinggal," ujarnya.
Kampung Mati Tarikolot
bencana pergerakan tanah skala besar pernah terjadi di Desa Sidamukti, tepatnya di Blok Tarikolot dengan rusaknya ratusan bangunan rumah.
"Bencana longsor besar menimpa permukiman di Blok Tarikolot Majalengka pada 2006 silam. Sejak saat itu, tercatat sebanyak 253 Kepala Keluarga (KK) di blok tersebut direlokasi ke Blok Buahlega oleh pemerintah setempat pada 2009 sampai 2010," ujar Karwan kepada Tribuncirebon.com, Selasa (2/2/2021).
Baca juga: Ada 2 Mobil Mahal di Rumah Mewah Angel Sepang Disebut Hasil Selingkuh 3 Tahun dengan James Kojongian
Baca juga: Kata Aparat Soal Tempat Pesugihan Ngipri Siluman Ular di Kuningan Tanpa Kuncen Ramai Didatangi Warga
Baca juga: Rebutan Cinta Arjuna, Cewek ABG di Indramayu Ini Dikepung dan Disiksa di Kuburan
Karwan menjelaskan, ada 180 rumah yang rusak karena pergerakan tanah tersebut.
Tak sedikit pula rumah yang tertimbun reruntuhan.
Rata-rata kejadian longsor pada pukul 18.00 WIB sore.
Namun, tak ada korban jiwa setiap kali terjadi pergerakan tanah.
"Sejak longsor besar kami berinisiatif merelokasi ini program pemerintah desa dan Pemkab Majalengka," ucapnya.
10 tahun kemudian, atau tepatnya 2016, sambung dia, bencana pergerakan tanah skala besar kembali terjadi.
Saat itu, masih ada sekitar 20 KK yang memaksa memilih tinggal Blok Tarikolot, karena alasan dekat dengan lahan pertaniannya.