Sidang Kasus Meikarta
Mantan Kabid di PUPR Bekasi Ungkap Soal Permintaan Uang dari Iwa Karniwa; Itunya Sudah Beres?
Jaksa KPK meminta Neneng untuk mempertegas maksud dari kalimat 'itunya sudah beres' yang terlontar dari mulut Iwa.
Laporan Wartawan Tribun, Mega Nugraha
TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Mantan Kabid Tata Ruang Dinas Pemukiman dan Penataan Ruang (PUPR) Pemkab Bekasi, Neneng Rahmi Nurlaili mengungkap fakta baru soal permintaan uang dari Iwa Karniwa, saat masih aktif menjabat Sekretaris Daerah Pemprov Jabar.
Permintaan uang itu ihwal pengurusan persetujuan substantif Raperda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Pemkab Bekasi yang mengakomodir kepentingan proyek Meikarta.
Iwa ditetapkan tersangka kasus penerimaan uang Rp 900 juta untuk pengurusan tersebut. Uang diberikan secara bertahap.
Neneng mengatakan, setelah uang diberikan, ternyata progress persetujuan substansi masih mandeg.
Kemudian dia menemui Iwa Karniwa di Gedung Sate bersama atasanya, Henry Lincoln selaku Sekretaris Dinas PUPR.
"Saya menanyakan proses persetujuan substansi. Lalu pak Iwa menelpon pak Guntoro Kepala Dinas Bina Marga Jabar. Setelah itu, saya diminta melengkapi teknis dokumen. Lalu, Pak Iwa nanya, itunya sudah beres. Henry bilang sudah beres," ujar Neneng, saat bersaksi di sidang kasus Iwa di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Kelas I A Khusus Bandung, Senin (20/1/2020).
Jaksa KPK meminta Neneng untuk mempertegas maksud dari kalimat 'itunya sudah beres' yang terlontar dari mulut Iwa.
"Maksudnya itunya sudah beres itu soal uang yang Rp 900 juta," kata Neneng.
• Elis Kaget Lihat Anak Perempuannya Berdarah, Ternyata Berkelahi Dengan Perampok Yang Masuk Ke Rumah
• Berangkat ke Arab Saudi Jadi TKW, Nanih Warga Sumedang Pulang Jadi Jenazah, Ini Penyebab Kematiannya
Dalam sidang yang baru dimulai pukul 15.30 itu, selain menghadirkan Neneng, mantan Kadis PUPR Jamaludin juga jadi saksi. Neneng dan Jamaludin sudah dihukum bersalah karena menerima suap terkait Meikarta.
Neneng menjelaskan, pemberian uang Rp 900 juta bermula saat Pemkab Bekasi baru mengesahkan Raperda RDTR. Raperda RDTR itu harus disetujui oleh Gubernur Jabar namun sejak diajukan, prosesnya berjalan lambat.
"Hingga akhirnya Henry Lincoln yang keponakan Theo L Sambuaga Presiden Komisaris Lippo Cikarang, mengusulkan untuk menemui Iwa via anggota DPRD Bekasi Soleman. Kemudian Soleman menghubungi Waras Wasisto Anggota DPRD Jabar," ujar dia.
Mereka akhirnya bertemu di rest area KM 39 Tol Jakarta -Cikampek. Pertemuan itu menjelaskan soal posisi Raperda RDTR.
"Pak Waras siap bantu. Bahkan dia menghubungi pak Iwa via telpon. Lalu kami bertemu lagi di rest area KM 72 Tol Cipularang dan saat itu pak Iwa hadir. Saya lebih banyak diam, pak Henry, Soleman dan Waras yang lebih banyak bicara. Setelah selesai, Pak Henry bisiki saya, pak Iwa minta Rp 1 M. Saya bilang uang dari mana, dijawab Pak Henry minta saja ke Lippo Cikarang. Saya tanya uangnya untuk apa, katanya untuk banner karena pak Iwa mau maju di Pilgub Jabar," ujarnya.
Untuk urusan uang untuk Iwa ini, Neneng menjelaskan, ia meminta dananya ke Satriyadi, pegawai perizinan Lippo Cikarang dan diberi Rp 500 juta. Ia cerita ke belakang sejenak di persidangan itu.
"Jadi dulu kan Lippo Cikarang memberi Rp 2,5 M untuk pengurusan izin di permukiman. Dari Rp 2,5 M itu, saya masih pegang Rp 500 juta. Uang untuk pak Iwa itu uang dari pak Satriyadi Rp 500 juta dan Rp 500 juta lagi uang yang saya pegang dulu. Dari Rp 1 M, diberikan dulu Rp 900 juta, sisanya ditahan dulu takutnya tidak diurus," ujar Neneng.
