Susi Pudjiastuti Tolak Ekspor Lobster, Ridwan Kamil Tawarkan Pantai Selatan untuk Budidaya Lobster
contohnya di Pangandaran, kawasan ini cocok untuk budidaya lobster. Lobster, katanya, membutuhkan tempat yang nyaman untuk tumbuh besar.
Dia bilang seandainya keran ekspor benih lobster benar-benar dibuka, laut Indonesia justru akan tereksploitasi dan kembali hancur.
"Lobster kan di alam kan. Lingkungan nanti kalau boleh diekspor, ya rusaklah tuh lingkungan. Telur-telur lobster itu rusak lah itu. Pokoknya dia enggak peduli laut kita rusak lagi," ujarnya.
Alih-alih diekspor, Faisal justru menyarankan lobster harus dibudidaya di dalam negeri. Apalagi, sektor kelautan dan perikanan adalah salah satu dari sedikit sektor yang surplus.
Kendati demikian, keberlangsungan hidup benih lobster di laut juga harus diperhatikan.
"Jadi kalau benihnya yang jutaan kita pelihara sudah jadi dewasa baru kita ekspor, kan nilainya tinggi. Nah, ini sumber yang bisa kita tingkatkan penerimaan ekspornya. Eh bibitnya (malah) kita jual. Gila enggak?," sebut Faisal.
Dia menyadari, ada sindikat mafia yang melihat keuntungan besar dari ekspor benih lobster. Bahkan, keuntungannya lebih besar dari bisnis kapal ilegal yang diberantas Susi pada masanya.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kembali merespons soal ekspor benih lobster.
Kali ini, soal pernyataan Menteri KP Edhy Prabowo yang menyamakan ekspor benih lobster dengan ekspor nikel.
Susi menyebut dirinya tidak sependapat dengan Edhy. Pasalnya menurut Susi, nikel adalah benda mati yang sewaktu-waktu memang bisa habis. Sedangkan lobster adalah benda hidup yang bisa terus ada jika dijaga.
"Nikel adalah SDA yg tidak renewable/ yg bisa habis. Lobster adalah SDA yg renewable, yg bisa terus ada & banyak kalau kita jaga!!!!!," kicau Susi Pudjiastuti dalam akun twitternya @susipudjiastuti, Selasa (17/12/2019).
Lebih lanjut Susi menyebut, lobster sebagai SDA yang renewable, cara penangkapannya maupun pemeliharaannya pun harus diperhatikan.
Menurut dia, pengambilan tidak perlu menggunakan kapal besar atau alat modern lainnya. Negara pun wajib menjaga sumber daya ini dengan baik dan benar.
Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya alam renewable yang ekstraktif dan masif harus dilarang.
"Pengelolaan SDA yg renewable secara instant extractive & massiv harus dilarang. Apalagi pengambilan plasmanutfahnya. Its A NO NO !! Sblm thn 2000 an Lobster ukuran >100 gram di Pangandaran & sekitarnya pd saat musim bisa 3 sd 5 Ton per hari. Sekarang 100 kg/ hari saja tdk ada," ucap Susi.
• Dua Polisi Ganteng & Tajir Tewas Secara Tragis, Tabrak Pohon Hingga Tersambar Kereta Api di Jombang
• HASIL Indonesian Idol Top 11, Reaksi Juri Buat Tiara Menangis, Kontestan Pria Ini Tersingkir
Sebetulnya kata Susi, tak hanya di Indonesia saja ekspor benur dilarang. Di negara-negara lain seperti Australia, India, dan Cuba, lobster tidak diambil bibitnya.
