KREATIF Pengrajin Kain di Majalengka Sulap Kain Jadi Bernilai Jual Gunakan Teknik Ecoprint, Apa Itu?
Namun, seiring perkembangan zaman dan semkain kreatifnya seseorang, ada teknik baru yang dikreasikan dalam membuat motif pada kain
Penulis: Eki Yulianto | Editor: Muhamad Nandri Prilatama
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto
TRIBUNCIREBON, MAJALENGKA - Ada beragam teknik dan cara untuk membuat motif pada kain.
Mulai menyulam, membatik, membordir hingga menenun.
Namun, seiring perkembangan zaman dan semkain kreatifnya seseorang, ada teknik baru yang dikreasikan dalam membuat motif pada kain.
Ialah, bernama ecoprint. Sejak dua tahun terakhir, teknik tersebut terbilang kreatif, unik dan mudah.
Juju juwariah (49) adalah salah satu di antara banyak pengrajin yang menggeluti kain ecoprint.
Warga Desa Ciomas Blok Rabu RT.003 RW.003, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka itu sudah setahun terakhir menggeluti kerajinan membatik tersebut.
Meski begitu, ia sudah beberapa kali ikut pameran untuk memperkenalkan karyanya kepada khalayak umum.
"Awalnya saya punya ide untuk mengenalkan Majalengka melalui kerajinan membatik ecoprint ini. Ecoprint merupakan kerajinan yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan limbah," ujar Juju saat ditemui Tribuncirebon.com di rumahnya, Rabu (2/10/2019).
Juju mengatakan, selain memang mudah dikerjakan oleh siapapun, bahan-bahan yang digunakan juga mudah ditemukan, termasuk daun-daun yang akan dijadikan sebagai motif di kain tersebut.
"Bahan bakunya gampang didapat, kerajinan ini juga bisa dikerjakan oleh siapa saja, tidak perlu training yang khusus untuk melakukan kerajinan membatik ecoprint ini," ucap dia.
Ada beberapa teknik yang digunakan oleh Juju untuk menghasilkan motif ecoprint, di antaranya pounding (dipukul) dan streaming (dikukus).
Untuk pounding, daun yang telah dikumpulkan lantas dipukul-dipukul di atas lembaran kain putih.
Daun itu nantinya akan mengeluarkan warna alami.
Lakukan pounding sampai warna yang tercetak di atas kain cukup jelas, bahkan hingga tampak tulang-tulang daunnya.
Kain yang selesai dipukul-pukul, lalu didiamkan beberapa malam.
Tujuannya, agar warna daun kering dan melekat pada kain.
Setelah itu, kain dibilas, atau menurut Juju istilahnya dinamakan fiksasi.
Proses fiksasi tersebut yakni dengan cara membilas kain, entah dengan air cuka, air tawas, air kapur, air tunjung.
Sedangkan, teknik steaming (dikukus) merupakan proses lanjutan dari pounding.
Jika proses pounding yakni dipukul kemudian didiamkan, maka steaming lantas mengukus kain di dalam panci.
Kain tersebut dilipat atau digulung dengan rapih dan dilakukan selama beberapa jam.
Usai dikukus, kain lalu direndam air tawas ataupun tunjungan (fiksasi). Tujuannya yaitu agar warna daun tidak luntur saat dicuci.
Juju mengaku, kerajinan ecoprint sangat menarik karena menghasilkan motif yang berbeda-beda di tiap kain.
"Saya menggunakan daun yang mudah di dapat di sekitar rumah, seperti daun jati, mahoni, jarak, dan lain-lain," kata Juju.
• Pecahkan Rekor MURI Membatik Massal, Pemkab Cirebon Berharap Anak Muda Bisa Gemar Membatik
• Pasar Batik Trusmi Sepi, Pedagang Mengeluh, Curhat soal Pendapatan
• Peringati Hari Batik, Ribuan Pelajar dari 17 Sekolah di Cirebon Pecahkan Rekor MURI Membatik Massal
Dalam sebulan, Juju mengaku dapat membuat kerajinan batik ecoprint sebanyak 100 lembar kain.
Proses itu, dirinya dibantu dengan dua karyawan yang setiap harinya membantu.
"Meski di bantu karyawan, saya lebih banyak melakukannya sendiri, karena karyawan juga masih sekolah dan bisanya siang," ucapnya.
Lanjut dia, selembar kain yang biasanya diproduksi mempunya lebar 2 hingga 2,5 meter.
Dijual dengan harga Rp 65 ribu yang termurah untuk kerudung, dan Rp 1,2 juta untuk bahan sutera.
"Satu bulan saya bisa menjual dari 100 kain itu sekitar 70%-80%, omzetnya sekitar Rp 10 juta lah dapat," kata Juju.
Beberapa model yang sudah dihasilkan oleh Juju di antaranya kemeja, gamis, kerudung dan model lainnya. (*)