“Aku bersaksi sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Engkau, Ampunilah hamba, hamba mohon ridhomu dan surgamu, hamba juga mohon perlindungan dariMu dari murkaMu dan dari nerakaMu. Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pengampun serta suka mengampuni, maka ampunilah aku.”
Usaha yang perlu kita lakukan adalah berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menjalankan semua bentuk ibadah pada hari-hari Ramadhan, menjauhkan diri dari semua hal yang dapat mengurangi keseriusan beribadah pada hari-hari itu.
Dalam beribadah juga dengan mengikut sertakan seluruh keluarga. Kemudian melakukan taraweh, Baca al-qur’an, berdzikir dan berdoa, qiyamullail berjamaah, dianjurkan pula Itikaf dengan sekuat tenaga. Bila mungkin bersedekah. Itulah antara lain cara yang dilakukan oleh Rasulullah dalam usaha menggapai keutamaan Lailatul Qadar.
Bagaimana Orang bisa dapat Lailatul Qadar
Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Imam Adh-Dhahak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir, dan orang yang tidur (namun hatinya tidak lalai dalam dzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh-Dhahak pun menjawab, “ya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yg Allah terima amalannya, dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 341)
Apakah untuk mendapatkan lailatul qadar harus begadang semalam suntuk? Adapun yg dimaksudkan dengan menghidupkan lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan tidak mesti seluruh malam. Sebagaimana dinukil oleh Imam Syafi’i dalam Al-Umm dari kelompok ulama Madinah, termasuk Ibnu ‘Abbas disebutkan, bahwa : Siapa yang menghadiri shalat ‘Isya’ dan shalat Shubuh pada malam Lailatul Qadar, maka ia telah mengambil bagian dari malam tersebut.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 329)
Apa yang dikatakan oleh Imam Syafii dan ulama lainnya di atas sejalan dengan hadits dari ‘Utsman bin ‘Affan ra., Nabi saw bersabda, َ
“Siapa yang menghadiri shalat ‘Isya berjamaah, maka baginya pahala shalat separuh malam. Siapa yg melaksanakan shalat ‘Isya dan Shubuh berjamaah, maka baginya pahala shalat semalam penuh.” (HR. Muslim, no. 656 / Tirmidzi, no. 221). Kesimpulannya, cukup memperbanyak ibadah di rumah, kita mendapatkan keutamaan lailatul qadar, tidak disyaratkan harus begadang semalam suntuk.
Para ulama kemudian berusaha meneliti pengalaman mereka dalam menemukan lailatul qadar, dan di antara ulama yang tegas mengatakan bahwa ada kaidah atau formula untuk mengetahui itu adalah Imam Abu Hamid Al-Ghazali (450 H- 505 H) dan Imam Abu Hasan as-Syadzili. Bahkan dinyatakan dalam sebuah tafsir surat al-Qadr, bahwa Abu Hasan semenjak baligh selalu mendapatkan Lailatul Qadar dan menyesuaikan dengan kaidah ini.
Pengalaman Ulama terdahulu
Menurut Imam Al Ghazali, Cara Untuk mengetahui Lailatul Qadar bisa dilihat dari permulaan atau malam pertama bulan Ramadhan :
• Jika hari pertama jatuh pada malam Ahad atau Rabu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam tanggal 29 Ramadhan
• Jika malam pertama jatuh pada malam Senin maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 21 Ramadhan
• Jika malam pertama jatuh pada malam Kamis maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 25 Ramadhan
• Jika malam pertama jatuh pada malam Sabtu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 23 Ramadhan
• Jika malam pertama jatuh pada malam Selasa atau Jumat maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 27 Ramadhan.
Kaidah/rumusan tsb tercantum dalam kitab-kitab para ulama termasuk dalam kitab-kitab fiqih Syafi’iyyah. Rumus ini teruji dari kebiasaan para tokoh ulama yang telah menemui Lailatul Qadar.
Formula ini diceritakan Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin; juga terdapat dalam kitab Hasyiah Sulaiman Al Kurdi juz hal 188; kitab Tafsir Shawi; kitab I’anah at-Thalibin II/257; Syaikh Ibrahim al Bajuri dalam Kitabnya Hasyiah 'Ala Ibn Qasim Al Ghazi juz I halaman 304; as Sayyid al Bakri dalam Kitabnya I'anatuth Thalibin Juz II halaman 257-258; juga kitab Mathla`ul Badrain karangan Syaikh Muhammad bin Ismail Daud al-Fathoni.