Warga Hulubanteng Geruduk Balai Desa

Nasib Warga Miskin di Tengah Kisruh Desa Hulubanteng Cirebon: Tak Lagi Dapat BLT

Karena ketidakberesan di Pemerintahan Desa Hulubanten, warga terkena imbasnya. Tak lagi dapat bantuan.

|
Penulis: Eki Yulianto | Editor: taufik ismail
Tribuncirebon.com/Eki Yulianto
WARGA HULUBANTENG - Dukim (67), warga Blok Kliwon Desa Hulubanteng, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Cirebon. 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Di tengah kisruh yang melanda Pemerintahan Desa Hulubanteng, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Cirebon, suara warga kecil mulai menggema.

Salah satunya datang dari Dukim (67), warga Blok Kliwon yang sehari-hari menarik becak dan sesekali berjualan buah keliling untuk menyambung hidup.

Ia mengaku, sudah dua tahun terakhir tidak lagi menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa yang sebelumnya rutin diterimanya.

“Ya saya sejak tahun 2024 sampai 2025 ini tidak dapat bantuan BLT dari dana desa."

"Karena katanya dana desa di Hulubanteng tidak cair karena ada administrasi di tahun-tahun sebelumnya yang belum diselesaikan,” ujar Dukim saat diwawancarai Tribun, Rabu (16/7/2025).

Dukim mengungkapkan, bantuan tersebut sangat berarti bagi kehidupannya.

Pada tahun 2022 hingga 2023, ia masih menerima bantuan dengan nominal antara Rp 105 ribu hingga Rp 210 ribu.

“Ya, sebenarnya dengan adanya bantuan BLT ya terbantu, makanya sekarang saya bertanya juga kenapa bisa begini,” ucapnya, lirih.

Meski tidak pernah secara langsung menanyakan ke kantor desa, Dukim mendengar dari warga bahwa persoalan administrasi yang amburadul di pemerintahan desa menjadi penyebab tersendatnya pencairan BLT.

“Enggak pernah sih nanyain ke desa mah, cuma dengar dari warga karena administrasi pemerintahan desanya enggak bener."

"Pernah ada warga yang nanyain, katanya nanti juga cair gitu,” ujar dia.

Ia hanya berharap, bantuan yang dulu sempat dirasakannya bisa kembali hadir. 

"Harapannya ya pengen dapat bantuan lagi,” katanya, penuh harap.

Dukim bukan satu-satunya yang merasakan dampak dari kisruh di pemerintahan desa.

Rabu siang, puluhan warga Desa Hulubanteng mendatangi kantor balai desa membawa spanduk dan tuntutan atas janji-janji kepala desa yang dianggap hanya manis di bibir saat kampanye.

Aksi massa disertai orasi dan pembakaran ban bekas sebagai simbol kekecewaan.

Warga bahkan membawa salinan surat teguran dari Bupati Cirebon kepada Kuwu Tirjo, serta spanduk bertuliskan janji-janji kampanye yang belum ditunaikan.

Koordinator aksi, Eka Andri menegaskan, warga datang dengan delapan poin tuntutan, salah satunya meminta kepala desa mundur jika tidak mampu menyelesaikan persoalan di desa.

“Poin yang pertama adalah menagih janji kepada kepala desa, bahwa apabila tidak sesuai dengan kinerjanya, maka wajib mengundurkan diri,” ujar Eka.

Salah satu persoalan yang disorot adalah program PTSL. 

Menurutnya, tarif resmi hanya Rp 150 ribu, tetapi warga justru dibebankan hingga Rp 1 juta.

“Fakta di lapangan, kuwu menarik lebih dari harga itu. Ada yang sampai Rp 650 ribu, Rp 800 ribu bahkan sejuta,” ucapnya.

Kondisi ini diperparah dengan belum rampungnya laporan pertanggungjawaban (LPJ) Dana Desa tahun 2022.

Hal ini berdampak langsung pada pencairan berbagai program, termasuk BLT dan ketahanan pangan.

“Dampaknya kami sudah rasakan. Tidak ada pencairan, tidak ada kegiatan sama sekali,” jelas dia. 

Camat Pabuaran, Dedi Supardi membenarkan hal tersebut.

Ia mengatakan, kecamatan telah memberikan pembinaan dan ada tiga teguran dari Bupati yang dilayangkan kepada kepala desa.

“Benar, ada temuan dari hasil audit. Jadi walaupun tidak makan uang, kalau kegiatan tidak sesuai RPJMDes, itu tetap jadi temuan."

"Contohnya jalan yang diusulkan, tapi masih rusak. Uangnya ke mana? Itu yang dipertanyakan warga,” kata Dedi.

Soal BLT, Dedi juga menjelaskan, bahwa program tersebut seharusnya tetap berjalan, namun terganjal permasalahan internal di pemerintahan desa.

“BLT itu regulasinya jelas. Tapi karena permasalahan internal belum selesai, pencairan jadi tertunda. Bahkan sampai dibekukan oleh dinas,” ujarnya.

Dedi menyayangkan lemahnya komunikasi antara kuwu dan perangkat desa yang justru memperburuk keadaan.

“Kalau kuwu-nya tegas, insya Allah tidak berlanjut. Tapi kenyataannya, perangkat juga tidak kompak. Dari 11 orang, saat dikumpulkan hanya lima yang hadir,” ucapnya.

Meski suasana sudah kondusif usai pertemuan antara warga, kuwu dan camat, warga menyatakan belum puas.

Mereka menuntut Bupati Cirebon turun langsung dan memberhentikan Kuwu Tirjo secara permanen bila tak mampu menjawab delapan tuntutan mereka.

“Surat teguran dari bupati sudah tiga kali dikeluarkan. Tapi tidak ada langkah tegas,” jelas dia Eka.

Di balik teriakan massa dan pembakaran ban, ada suara lirih seperti Dukim yang tak lagi menerima BLT, yang dulu sangat membantu kehidupannya.

Warga kecil seperti dia hanya berharap, keadilan bisa kembali hadir di desanya.

Baca juga: Camat Ungkap Masalah Serius di Desa Hulubanteng Cirebon, Tiga Kali Teguran Tak Diindahkan

Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved