G30SPKI

Mayat Para Jenderal di Lubang Buaya Ditumpuk dan Ditutup, Begini Kesaksian Sukitman Soal G30S/PKI

Pengakuan Sukitman Soal G30S/PKI: Mayat Para Jenderal di Lubang Buaya Ditumpuk, Ditutup Pohon Pisang

istimewa
Sukitman, polisi yang menjadi saksi hidup peristiwa G30S PKI 

Entah di mana, akhirnya kendaraan yang membawa Sukitman berhenti. Ia segera diturunkan dan tutup matanya dibuka.

"Tentu saja saya jalangjang-jalongjong, karena dari keadaan gelap saya langsung dihadapkan kepada terang."

Pada waktu itulah ia mendengar orang bicara, "Yani wis dipateni."

Tak lama kemudian seorang tentara yang menghampiri Sukitman dan tahu bahwa sanderanya itu seorang polisi, segera menyeret Sukitman ke dalam tenda.

Tentara tersebut segera melapor kepada atasannya, "Pengawal Jenderal Panjaitan ditawan."

Meskipun waktu itu masih remang-remang, di dalam tenda Sukitman sempat mengamati keadaan sekelilingnya.

Ia melihat orang yang telentang mandi darah, ada juga yang duduk di kursi sambil bersimbah darah segar.

Seseorang memerintahkan si tentara tadi, yang kemudian diketahui namanya Lettu Dul Arief, agar Sukitman ditawan di depan rumah.

Baca juga: Mengintip Ratusan Ibu-ibu Majelis Taklim di Indramayu Doa Bersama Agar Baher Jadi Bupati Indramayu

Begitu hari terang, dari jarak sekitar 10 m Sukitman bisa melihat dengan jelas sekelompok orang mengerumuni sebuah sumur sambil berteriak, "Ganyang kabir, ganyang kabir!"

Ke dalam sumur itu dimasukkan tubuh manusia - entah dari mana – yang langsung disusul oleh berondongan peluru.

Sukitman sempat melihat seorang tawanan dalam keadaan masih hidup dengan pangkat bintang dua di pundaknya, mampir sejenak di tempatnya ditawan.

"Setelah tutup matanya dibuka dan ikatannya dibebaskan, di bawah todongan senjata, sandera itu dipaksa untuk menandatangani sesuatu. Tapi kelihatannya ia menolak dan memberontak. Orang itu diikat kembali, matanya ditutup lagi, dan diseret dan langsung dilemparkan ke dalam sumur yang dikelilingi manusia haus darah itu dalam posisi kepala di bawah," kenangnya.

Dengan perasaan tak keruan, Sukitman menyaksikan kekejaman demi kekejaman berlangsung di depan matanya, sampai ketika orang-orang buas itu mengangkuti sampah untuk menutupi sumur tempat memendam para korbannya.

Dengan cara itu diharapkan perbuatan kejam mereka sulit dilacak. Di atas sumur itu kemudian ditancapkan pohon pisang.

"Setiap habis memberondongkan pelurunya, jika akan membersihkan senjatanya, para pembunuh yang menamakan dirinya sukarelawan dan sukarelawati itu pasti melewati tempat saya ditawan," tambahnya.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved