G30SPKI

Mengungkap Jejak Kehidupan DN Aidit, Pemimpin Partai Komunis dan Pengakuan soal G30S/PKI

Jejak Kehidupan DN Aidit, Pemimpin Partai Komunis Terbesar Ke-3 Dunia hingga Pengakuan soal G30S/PKI

Kompas.com
KISAH DN Aidit, Dikenal Pemimpin Terakhir PKI yang Antogis,Ternyata Rajin Ibadah & Mengaji 

TRIBUNCIREBON.COM - DN Aidit dikenal sebagai pemimpin partai komunis terbesar ketiga di dunia pada eranya tahun 1965.

Di bawah kepemimpinannya, Partai Komunis Indonesia ( PKI ) menjadi partai komunis terbesar ketiga dunia setelah Republik Rakyat China (RRC) dan Uni Soviet

DN Aidit adalah pemimpin terakhir Partai Komunis Indonesia ( PKI ).

Baca juga: Mayat Para Jenderal di Lubang Buaya Ditumpuk dan Ditutup, Begini Kesaksian Sukitman Soal G30S/PKI

DN Aidit dikabarkan sempat mengaku sebagai dalang peristiwa G30S/PKI 1965 dan dieksekusi di tahun tersebut. Namun pengakuan itu memicu kontroversi.

Sosoknya dikenal sebagai pemimpin PKI yang loyal dan membangun kapal politiknya menjadi lebih baik.

Berkat kepemimpinannya, pada 1960-an, PKI menjelma menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia setelah RRC dan Uni Soviet.

 
Dalam sejarah Indonesia, DN Aidit dianggap sebagai tokoh antagonis yang dituduh sebagai dalang atas peristiwa G30S/PKI.

Sebagai pemimpin terakhir PKI, ia memang pernah mengaku bertanggung jawab atas peristiwa G30S, meski pada akhirnya disangkal oleh tokoh lain.

Baca juga: Kapolres Indramayu Cek Gudang KPU Indramayu, Minta Petugas Begini Jelang Pilkada 2024

Masa muda

Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit lahir dengan nama Achmad Aidit di Belitung pada 30 Juli 1923.

Ia merupakan anak pertama dari pasangan Abdullah Aidit dan Mailan, yang akrab dipanggil sebagai Amat oleh kerabat dekatnya.

Sedari kecil, DN Aidit dikenal sebagai anak yang rajin beribadah dan pandai mengaji. Ia mengenyam pendidikan pertamanya di Hollandsche Inlandsch School (HIS).

Pada awal 1936, ia diminta oleh sang ayah untuk lanjut sekolah di Jakarta, di Middestand Handel School.

Selama tiga tahun, DN Aidit tinggal di daerah Cempaka Putih, Jakarta Pusat, bersama kerabat ayahnya.

Setelah itu, ia pindah ke Senen untuk tinggal dengan saudaranya, Murad, dan bersama-sama mencari pekerjaan untuk mendapat uang tambahan.

Baca juga: Mengintip Ratusan Ibu-ibu Majelis Taklim di Indramayu Doa Bersama Agar Baher Jadi Bupati Indramayu

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved