Pensiun Dini PLTU

Menilik Dampak dan Tantangan Pensiun Dini PLTU di Indonesia Demi Mewujudkan Energi Bersih

Pemerintah Indonesia mulai mendorong program pensiun dini PLTU untuk mencapai transisi energi.

Istimewa Dok Cirebon Power
Foto udara progres pembangunan pembangkit Cirebon Power Unit II di Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon 

TRIBUNCIREBON.COM- Pemerintah Indonesia mulai mendorong program pensiun dini PLTU untuk mencapai transisi energi.

Meski belum menjadi isu yang ‘seksi’, pensiun dini PLTU batu bara ini dinilai dapat menurunkan emisi karbon untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060.

Program tersebut diusung pemerintah Indonesia sebagai upaya untuk transisi ke energi bersih.

Pemerintah memilih sejumlah PLTU di Indonesia khususnya yang usianya sudah tua yang bakal dipensiunkan. Dan program pensiun dini PLTU ini sudah didukung dengan kebijakan Perpres 112/2022.

Penutupan PLTU batu bara ini berpotensi memberi ruang guna pembangunan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT).

Setelah melakukan pensiun dini terhadap PLTU, nantinya pemerintah bakal menggantinya dengan pembangkit yang lebih ramah lingkungan.

Namun, muncul pertanyaan mengapa harus melakukan pensiun dini PLTU?

Manajer Riset Institute For Essential Services Reform (IESR), Dr. Raditya Wiranegara mengatakan, alasan utama pensiun dini PLTU harus dilakukan adalah karena faktor lingkungan dan untuk menurunkan gas emisi rumah kaca (GRK).

“Kita sudah di angka 52 GtCO2e per tahun produksi emisinya,” kata Raditya di acara Loka Karya Capacity Building yang digelar IESR, Tebet, Kamis (6/6/2024).

Dia mengatakan, jika ingin selaras dengan Perjanjian Paris untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global di bawah 1,5°C, maka harus menurunkan lebih banyak lagi emisi GRK.

Manajer Riset Institute For Essential Services Reforms
Manajer Riset Institute For Essential Services Reform (IESR), Dr. Raditya Wiranegara

“Mau tidak mau memang ada konsekuensi bahwa kita harus menurunkan emisi GRK itu lebih banyak lagi. Kisarannya mungkin antara 19 sampai 27 GtCO2e,” jelas Raditya.

Raditya menjelaskan bahwa temperatur rata-rata Global di tahun 2023 itu sebenarnya sudah hampir mendekati 1,5°C dengan ada catatan rekor di beberapa bulan itu bahkan sedang lebih satu setengah derajat bahkan sampai 1,8°C atau 1,5°C.

“Jadi memang harus ada aksi yang dilakukan untuk bisa supaya kita tidak benar-benar menyentuh 1,5°C atau lebih,” kata Raditya.

Raditya pun menjelaskan mengenai apa yang bakal terjadi jika tidak melakukan apapun termasuk melakukan pensiun dini PLTU.

“Jika PLTU semua tetap beroperasi secara global, maka secara kumulatif di tahun 2100 itu akan menghasilkan emisi sebesar 330 GtCO2e,” jelas Raditya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Cirebon
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved