Pembunuhan Brigadir J

Ikuti KUHP Baru, FS Hidup 10 Tahun Lagi, Berpeluang Lolos Hukuman Mati Jika Baik Selama di Penjara

Di samping itu, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru juga membuat terpidana hukuman mati memiliki celah untuk lolos eksekusi.

WARTAKOTA/YULIANTO
Terdakwa Ferdy Sambo memasuki ruang untuk menjalani sidang vonis terkait kasus pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Ketua Majelis Hakim Wahyu Imam Santoso memvonis mantan Kadiv Propam tersebut hukuman mati karena terbukti sebagai dalang pembunuhan berencana Brigadir J. (Warta Kota/YULIANTO) 

TRIBUNCIREBON.COM - Mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo resmi dijatuhi hukuman mati oleh Majelis Hakim, Wahyu Iman Santoso.

Vonis hukuman mati tersebut langsung dibacakan oleh Wahyu Iman Santoso.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menyatakan Ferdy Sambo terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana bersama-sama ajudan dan istrinya.

Vonis hukuman mati Ferdy Sambo itu lantas menuai sorak sorai penonton.

Meski mendapat teriakan dari penonton yang hadir di sidang vonis kemarin, sayangnya vonis mati Ferdy Sambo disinyali bisa lolos hukuman mati.

Pasalnya, vonis mati yang diterima Ferdy Sambo itu belum berkekuatan hukum tetap.

Hal ini dikarenakan, suami Putri Candrawathi itu berpeluang mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan kasasi hingga peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA).

Artinya, belum ada kepastian Sambo benar-benar dijatuhi hukuman mati.

Di samping itu, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru juga membuat terpidana hukuman mati memiliki celah untuk lolos dari eksekusi.

Baca juga: Bisa Selamat Kah Ferdy Sambo dari Eksekusi Mati lewat Banding, KUHP Baru, Moratorium hingga Grasi?

Detik-detik Ferdy Sambo Tangisi Karir Kepolisian 28 Tahun Hancur Tak Tersisa, Kini Menyesal
Detik-detik Ferdy Sambo Tangisi Karir Kepolisian 28 Tahun Hancur Tak Tersisa, Kini Menyesal (Tribunnews)

Dalam KUHP Nasional, ketentuan hukuman mati diatur Pasal 100. Ayat (1) menyebut terpidana hukuman mati menjalani masa percobaan selama 10 tahun.

Dalam rentang waktu tersebut, terdapat tiga hal yang menjadi pertimbangan apakah terpidana akan dieksekusi, yakni rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan memperbaiki diri.

Kemudian, peran terdakwa dalam tindak pidana atau adanya alasan yang meringankan.

“Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan,” bunyi Ayat (2) Pasal tersebut.

Celah bagi terpidana mati untuk lolos dari eksekusi tercantum di Ayat (4) yang menyatakan, "jika selama masa percobaan 10 tahun terpidana mati menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden (Keppres) setelah mendapatkan pertimbangan MA".

Eksekusi hukuman mati baru bisa dilaksanakan jika selama masa percobaan 10 tahun terpidana tidak menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji, serta tidak ada harapan untuk memperbaiki.

“Pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung,” sebagaimana dikutip dari Ayat (5) Pasal 100.

Celah lain untuk bisa lolos dari eksekusi diatur dalam Pasal 101.

Pasal tersebut menyatakan, jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 tahun sejak grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri, pidana mati bisa diubah menjadi pidana seumur hidup.

“Pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan Keputusan Presiden,” sebagaimana dikutip dari Pasal tersebut.

Meski telah disahkan pada 6 Desember 2022, KUHP Nasional baru berlaku per Januari 2026.

Lantas, bagaimana penerapan hukuman mati bagi orang yang divonis mati dan berkekuatan hukum tetap sebelum 2026?

Baca juga: Keluarga Syok Ferdy Sambo Dihukum Mati, Putri Hanya Bisa Menghela Napas Panjang, Matanya Sayu

Mengikuti Aturan Baru

Juru Bicara Tim Sosialisasi KUHP, Albert Aries menjelaskan bahwa terpidana yang divonis mati dan hukumannya telah berkekuatan hukum tetap sebelum Januari 2026 dan belum dieksekusi, maka ia akan mengikuti diberlakukan ketentuan baru.

Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 3 KUHP Nasional yang memuat asas lex favor reo.

Menurut pasal tersebut, jika terjadi perubahan peraturan perundang-undangan setelah perbuatan terjadi, maka diberlakukan aturan baru.

“Diberlakukan peraturan yang baru, kecuali peraturan yang lama menguntungkan bagi pelaku,” kata Albert saat dihubungi Kompas.com, Senin (13/2/2023).

Albert mengatakan, pemerintah bakal menerapkan ketentuan transisi bagi terpidana mati yang belum dieksekusi saat KUHP Nasional berlaku per Januari 2026.

Tata cara dan ketentuan transisi diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang akan menentukan, sejak kapan masa tunggu yang telah dijalani dihitung.

“Juga asesmen yang dipergunakan untuk menilai adanya perubahan sikap dan perbuatan terpuji dari terpidana mati tersebut,” ujar Albert.

Albert mengungkapkan, keberadaan aturan masa percobaan 10 tahun ini menjadi jalan tengah bagi kelompok yang menolak (abolisionis) dan sepakat (retensionis) hukuman mati.

Keputusan ini mengacu pada paradigma pidana mati dalam KUHP Nasional sebagai hukuman yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif.

Meski terdapat celah bagi terpidana mati untuk lolos dari eksekusi, Albert meminta penerapan KUHP Nasional tidak diartikan menghapus hukuman mati.

Sebab, dieksekusi atau tidaknya seorang terpidana hukuman mati akan tetap melalui asesmen yang dinilai secara objektif.

“Jangan dimaknai bahwa dengan berlakunya KUHP Nasional akan membuat pelaksanaan pidana mati menjadi hapus,” katanya.

Selain itu, kata Albert, pemberlakuan KUHP Nasional juga membuka peluang bagi terpidana mati untuk mengajukan grasi ke presiden. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 101 KUHP Nasional.

Jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan ia belum juga dieksekusi dalam waktu 10 tahun, maka ia bisa lolos dari eksekusi.

“Maka dengan keputusan presiden, pidana mati tersebut dapat menjadi seumur hidup,” ujar Albert.

 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved