Keraton di Cirebon

Masjid Merah Panjunan Cirebon, Jejak Syiar Syekh dari Bagdad yang Dipercaya Pangeran Cakrabuana

Masjid Merah Panjunan didirikan sekitar 500 tahun yang lalu oleh seorang syekh dari Bagdad, negeri yang berjuluk negeri kisah 1001 malam.

Editor: dedy herdiana
Dit. PCBM/kebudayaan.kemdikbud.go.id
Masjid Merah Panjunan Cirebon dilihat dari luar. 

TRIBUNCIREBON.COM - Jejak Kerajaan Cirebon atau Kesultanan Cirebon sebagai pemerintahan yang beragama Islam, tidak hanya ada di dalam lingkungan keraton.

Terbukti selain adanya Masjid Agung Sang Cipta Rasa di lingkungan Keraton Kasepuhan sebagai salah satu keraton di Cirebon, juga ada masjid yang didirikan di luar lingkungan keraton. Masjid ini di antaranya adalah Masjid Merah Panjunan.

Masjid kuno yang bernama Masjid Merah Panjunan ini terletak di Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.

Bagian dalam Masjid Merah Panjunan.
Bagian dalam Masjid Merah Panjunan. (Dit. PCBM/Foto: Suparno)

Sejarah Masjid Merah Panjunan

Dilansir Tribuncirebon.com dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, Masjid Merah Panjunan didirikan sekitar 500 tahun yang lalu oleh seorang syekh dari Bagdad, negeri yang berjuluk negeri kisah 1001 malam.

Dikisahkan syekh yang bernama Syekh Syarif Abudurakhman diutus oleh Raja Bagdad untuk berlayar ke suatu negeri dalam misi penyebaran agama Islam. Sang Syekh bersama adik dan rombongannya kemudian berlayar menembus lautan luas dan tiba di kota Cirebon. 

Saat itu Cirebon menjadi bandar perniagaan yang penting di pantai utara pulau Jawa. Pelabuhan Cirebon menjadi melting pot kehidupan multikulural.

Baca juga: Sejarah dan Keunikan Masjid Agung Sang Cipta Rasa di Keraton Kasepuhan, Dibangun Hanya Satu Malam

Beragam suku bangsa seperti orang Arab, Cina, India, Eropa hidup damai berdampingan dengan warga setempat.

Oleh karenanya tak mengherankan bila Cirebon memiliki budaya yang khas, yang turut mempengaruhi elemen kehidupan masyarakatnya. Salah satu buktinya ada pada desain Masjid Merah Panjunan.

Masjid Merah Panjunan adalah saksi syiar Islam Syekh Syarif Abudurakhman, yang berasal dari negeri Bagdad.

Kedatangan Syekh Syarif Abdurakhman ini tertulis di dalam Babad Cirebon. Menurut cerita, sang syekh mendalami ilmu agamanya kepada Syekh Nurjati.

Selain ahli agama, Syekh Syarif Abdurakhman juga terkenal piawai dalam berdagang anjun, yaitu gerabah dari tanah liat. Keahliannya membuat anjun dikembangkan kepada penduduk sekitar. Wilayah tempat pengrajin gerabah ini kemudian dikenal dengan nama Panjunan.

Singkat cerita, Syekh Syarif Abdurakhman bertemu dengan Pangeran Cakrabuana dari Kerajaan Cirebon.

Sang pangeran pun memberi kepercayaan kepada Syekh Syarif Abdurakhman untuk mengembangkan wilayah Panjunan, wilayah yang dahulu langsung menghadap ke arah laut. Syekh Syarif Abdurakhman kemudian diberi gelar Pangeran Panjunan.

Karena banyaknya saudagar, khususnya saudagar muslim, membuat Syekh Syarif Abdurakhman harus membangun tempat salat.

Kemudian Syekh Syarif Abdurakhman pun berinisiatif membangun tajug atau musala pada 1480.

Tajug inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Masjid Merah Panjunan

Kini, Masjid Merah Panjunan masih berdiri tegak, namun tak tampak lagi lautan yang dahulu menjadi salah satu pemandangan dari halaman masjid ini.

Alih–alih lautan, masjid bernuansa merah itu seolah menjadi bangunan unik, yang terkepung toko-toko dan pemukiman warga.

Wilayah Panjunan kini dikenal pula sebagai “Kampung Arab”. Banyak keturunan Timur Tengah yang hidup berdampingan dengan penduduk setempat. Masjid Merah Panjunan hingga kini masih tetap difungsikan untuk kegiatan ibadah salat, tawasulan dan sholat Jumat.

Pada waktu duha, sekelompok ibu rutin mengaji Al Quran. Sementara itu, penziarah dari berbagai daerah datang untuk menikmati sejarahnya.

Baca juga: KISAH Masjid Agung Sang Cipta Rasa di Keraton Kasepuhan Diganggu Sosok Sakti, Hingga Memprihatinkan

Keunikan Masjid Merah Panjunan

Masjid Merah Panjunan berukuran kecil namun indah. Arsitekturnya anggun dan khas.

Meski mengalami beberapa perombakan karena perlu renovasi, namun bangunan asli masjid masih terjaga.

Akulturasi kebudayaan bernuansa Jawa pada struktur bangunan, tampak serasi dengan ukiran ornamen Hindu-Buddha.

Keindahan keramik Cina dan Eropa pada mihrab, tidak mengurangi kemuliaan Masjid Merah Panjunan sebagai tempat ibadah. Justru menunjukkan keluwesan ajaran Islam yang menerima perbedaan budaya.

Saat memasuki gerbang masjid, kita akan disambut gerbang masjid yang menyerupai candi atau pura di Bali.

Sekeliling masjid berpagar tembok bata merah. Beberapa ornamen bunga matahari menghiasi tembok merah itu.

Di masjid ini, kita tak akan menemukan ornamen kubah berhiaskan bulan bintang seperti masjid umumnya.

Cungkup atap masjidnya diberi ornamen memolo yang bentuknya menyerupai mahkota raja-raja Jawa.

Masjid Merah Panjunan disangga oleh 17 pilar kayu jati, yang mengandung filosofis 17 rakaat salat wajib yang ditunaikan umat muslim dalam sehari. Selain itu, terdapat satu inskripsi beraksara Arab menghiasi salah satu palang kayu.

Baca juga: CERITA Terbakarnya Masjid Agung Sang Cipta Rasa di Keraton Kasepuhan, Momolo -nya Terbang ke Banten

Dahulu terdapat satu menara di samping masjid. Namun saat dilakukan renovasi, menara itu dihilangkan.

Di sisi kiri masjid terdapat bentuk makam yang dinyakini sebagai patilasan. Sementara di sisi kanan terdapat tempat wudhu dengan air yang tak berhenti mengalir dari sumur tua yang sudah ada sejak berdirinya masjid ini.

Beberapa pintu berukuran kecil terdapat di masjid ini. Untuk masuk pintu tersebut kita harus menunduk. Mengandung makna bahwa siapapun kita, apapun posisi kita di dunia ini adalah mahluk kecil, yang tetap harus tunduk di hadapan Allah.

Sementara itu, di dalam Masjid terdapat mihrab (pengimaman) berupa tembok putih. Ceruk pengimaman berukir menyerupai bunga dengan cungkup di atasnya. Hiasan keramik Cina dan beberapa keramik nuansa Eropa menambah keindahan dinding mihrab bernuansa putih.

Sejumlah warga saat melaksanakan salat di Masjid Merah Panjunan, Jalan Kolektoran, Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Sabtu (19/5/2018).
Sejumlah warga saat melaksanakan salat di Masjid Merah Panjunan, Jalan Kolektoran, Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Sabtu (19/5/2018). (Tribun Jabar/Ahmad Imam Baehaqi)

Cerita dari Keramik- keramik 

Memandang keramik-keramik yang menghiasi mihrab Masjid Merah Panjunan melahirkan ketertarikan tersendiri.

Sebagian besar keramik memiliki motif dan ragam hias khas Cina. Di antaranya adalah piring keramik motif Qilin, naga dan burung hong (phoenik) yang merupakan mahluk mitologi Cina.

Ada pula keramik bermotif bunga, dan keramik bermotifkan pemandangan di negeri Tiongkok. Keramik-keramik ini adalah hadiah dari putri Ong Tien, seorang putri Cina, yang diperistri oleh Sunan Gunung Jati.

Beberapa keramik lainnya menggambarkan cerita pertemuan antara orang Eropa dan Bangsawan Cina.

Ada pula keramik bernuansa biru yang mengambarkan pemandangan di Eropa.

Bagaimana keramik bernuansa Eropa ada di sini. Hal itu mungkin bisa terjadi karena sebagai kota Bandar, Cirebon sarat akan komoditi dagang.

Memandang keramik-keramik ini saja menggugah imajinasi ini betapa berwarnanya kehidupan budaya Cirebon saat itu.

Baca juga: Kisah Pohon Jati Raksasa Untuk Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Tunggulnya Dikeramatkan di Indramayu

Ada ruang tertutup di balik Mihrab

Satu ruangan tertutup ada di balik Mihrab. Ruangan ini hanya dibuka pada saat Idul Fitri dan Idul Adha.

Ruangan ini konon hanya boleh dibuka atas izin pihak Keraton. Namun pengunjung masih bisa mengintip isi ruangan dari balik jendela yang berada di sayap kanan bangunan masjid.

Dari tempat inilah tampak ruangan kosong, dengan pilar-pilar kayu dan dinding berhiaskan keramik.

Satu mimbar berbahan kayu dan berukir tampak ditutupi kain putih agar tidak kotor.

Menurut Informasi, ruangan itu adalah tempat pertemuan para wali saat berkunjung ke Pangeran Panjunan.

Selain bersilaturahmi, para Wali juga berkumpul untuk beribadah. Kemudian mendengarkan khotbah Sunan Gunung Jati. Juga merumuskan strategi penyebaran dakwah, dan merumuskan cara terbaik menyelesaikan permasalahan dakwah di wilayah Cirebon.

Masjid Merah Panjunan menunjukan kearifan Pangeran Panjunan dalam syiar Islam. Beliau paham bahwa pendekatan dengan cara yang halus akan lebih mudah diterima masyarakat.

Salah seorang juru kunci masjid menjelaskan bahwa makna tersirat dari bangunan Masjid Merah Panjunan menggambarkan bahwa asal-usul budaya kita tidak menjadikan satu budaya yang lebih baik dari yang lainnya. Di dalam masjid, semua manusia sama dan yang utama adalah ketakwaan kita dalam menjalankan syariat agama Islam. (Sumber: Dit. PVBM/Valentina BS)

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved