Keraton di Cirebon

Sejarah Munculnya Keraton-keraton di Cirebon, Pendiri Pertamanya Putra Prabu Siliwangi

Cirebon selain dikenal sebagai Kota Udang, juga terkenal sebagai daerah di Jawa Barat yang memiliki sejumlah keraton. Ini sejarah keraton di Cirebon

Editor: dedy herdiana
Tribuncirebon.com/Ahmad Imam Baehaqi
Bangunan utama Keraton Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Senin (30/3/2020). 

TRIBUNCIREBON.COM - Cirebon selain dikenal sebagai Kota Udang, juga terkenal sebagai daerah di Jawa Barat yang memiliki sejumlah keraton.

Keraton- keraton di Cirebon ini merupakan warisan budaya masa lalu yang masih terlestarikan dan kerap menjadi tujuan wisatawan.

Sejak kapan keraton-  keraton di Cirebon ini ada? Berikut sejarah munculnya keraton- keraton di Cirebon yang  Tribuncirebon.com rangkum dari berbagai sumber.

Warga mengikuti tradisi Grebeg Syawal yang dilaksanakan Keraton Kanoman di kompleks makam Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon, Selasa (10/5/2022).
Warga mengikuti tradisi Grebeg Syawal yang dilaksanakan Keraton Kanoman di kompleks makam Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon, Selasa (10/5/2022). (Tribuncirebon.com/Ahmad Imam Baehaqi)

Baca juga: Grebeg Syawal, Tradisi Nyekar Ala Keraton Kanoman Cirebon yang Dilaksanakan Setelah Idul Fitri

Dilansir dari Cirebonkota.go.id, sebelum munculnya keraton-keraton tersebut, diawali dengan munculnya permukiman dengan nama Kampung Kebon Pesisir pada tahun 1445 yang dipimpin oleh Ki Danusela.

Perkampungan itu mengalami perkembangan, sehingga memunculkan perkampungan baru yaitu Caruban Larang dengan pemimpinnya bernama H. Abdullah Iman atau Pangeran Cakrabuwana.

Siapakah Pangeran Cakrabuwana?

Dilansir dari urusandunia.com, (Sumber : https://urusandunia.com/kerajaan-cirebon/) Pangeran Cakrabuana yang hidup dari tahun 1430 – 1479, merupakan keturunan dari kerajaan Pajajaran.

Ia adalah putera pertama dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dan istri pertamanya yang bernama Subanglarang (puteri Ki Gedeng Tapa).

Keluarga dan kerabat Keraton Kanoman saat melaksanakan Grebeg Syawal di kompleks makam Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon, Kamis (20/5/2021)
Keluarga dan kerabat Keraton Kanoman saat melaksanakan Grebeg Syawal di kompleks makam Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon, Kamis (20/5/2021) (TribunCirebon.com/Ahmad Imam Baehaqi)

Raden Walangsungsang (pangeran Cakra Buwana) memiliki dua orang saudara kandung, yaitu Nyai Rara Santang dan Raden Kian Santang.

Sebagai anak laki-laki tertua, seharusnya ia berhak atas tahta kerajaan Pajajaran. Namun karena ia memeluk agama Islam yang diturunkan oleh ibunya, posisi sebagai putra mahkota akhirnya digantikan oleh adiknya, Prabu Surawisesa (anak laki-laki dari prabu Siliwangi dan Istri keduanya yang bernama Nyai Cantring Manikmayang).

Ini dikarenakan pada saat itu (abad 16) ajaran agama mayoritas di Kerajaan Pajajaran adalah Sunda Wiwitan (agama leluhur orang Sunda) Hindu dan Budha.

Pangeran Walangsungsang akhirnya membuat sebuah pedukuhan di daerah Kebon Pesisir, mendirikan Kuta Kosod (susunan tembok bata merah tanpa spasi) membuat Dalem Agung Pakungwati serta membentuk pemerintahan di Cirebon pada tahun 1430 M.

Dengan demikian, Pangeran Walangsungsang dianggap sebagai pendiri pertama Kesultanan Cirebon.

Pangeran Walangsungsang, yang telah selesai menunaikan ibadah haji kemudian disebut Haji Abdullah Iman.

Ia lalu tampil sebagai “raja” Cirebon pertama yang memerintah kerajaan dari keraton Pakungwati dan aktif menyebarkan agama Islam kepada penduduk Cirebon.

Pendirian kesultanan Cirebon memiliki hubungan sangat erat dengan keberadaan Kesultanan Demak.

Sementara dilansir dari sportourism.id (https://sportourism.id/history/sejarah-timbulnya-keempat-keraton-di-cirebon), Caruban Larang yang dipimpin Pangeran Cakrabuwana  terus berkembang.

Hingga pada tahun 1479, Caruban Larang sudah disebut sebagai Nagari Cerbon yang dipimpin oleh Tumenggung Syarif Hidayatullah bergelar Susuhunan Jati.

Susuhunan Jati meninggal pada tahun 1568 dan digantikan oleh Pangeran Emas yang bergelar Panembahan Ratu.

Pada tahun 1649 Pangeran Karim yang bergelar Panembahan Girilaya, menggantikan Panembahan Ratu. Panembahan Girilaya wafat pada tahun 1666, untuk sementara Pangeran Wangsakerta diangkat sebagai Susuhunan Cirebon dengan gelar Panembahan Toh Pati.

Tahun 1677 Cirebon terbagi, Pangeran Martawijaya dinobatkan sebagai Sultan Sepuh bergelar Sultan Raja Syamsuddin, Pangeran Kertawijaya sebagai Sultan Anom bergelar Sultan Muhammad Badriddin.

Sultan Sepuh menempati Kraton Pakungwati dan Sultan Anom membangun kraton di bekas rumah Pangeran Cakrabuwana.

Sedangkan Sultan Cerbon berkedudukan sebagai wakil Sultan Sepuh. Hingga sekarang ini di Cirebon dikenal terdapat tiga sultan yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom, dan Sultan Cirebon.

Keberadaan ketiga sultan juga ditandai dengan adanya keraton yaitu Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, dan Keraton Kacirebonan.

Di luar ketiga kesultanan tersebut terdapat satu keraton yang terlepas dari perhatian. Keraton tersebut adalah Keraton Gebang.

Menelusuri Cirebon dan kawasan pantai utara Jawa Barat memang akan banyak menjumpai tinggalan yang berkaitan dengan sejarah Cirebon dan Islamisasi Jawa Barat. Beberapa bangunan sudah banyak dikenal masyarakat seperti Keraton Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan, Taman Sunyaragi, serta kompleks makam Gunung Sembung dan Gunung Jati. (*)

Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved