Bocah 11 Tahun di Ciamis Ngaku Dirudapaksa 4 Pria Termasuk Ayah Tiri, KPAI Langsung Beraksi Begini

Kasus bocah piatu berusia 11 tahun di Kabupaten Ciamis diduga dirudapaksa oleh 4 pria, langsung mendapat perhatian serius dari KPAI

Editor: dedy herdiana
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi korban rudapaksa 

Apalagi, para pelaku sudah meloloskan diri dari jeratan hukum tentu dengan Ibu - Ibu di Ciamis yang peduli ini, korban akan berada dalam ancaman.

Bahkan, bisa kehilangan nyawa, jika kasus ini tidak dikawal masyarakat ciamis. Karena, niat para pelaku untuk menghilangkan jejak perbuatan jahatnya. 

"Mungkin, bila tidak ada masyarakat yang melapor, dosa ini akan kita tanggung bersama sama pada pihak lemah dan dilemahkan, yaitu anak piatu dan ayah tersebut," ucap Jasra. 

Artinya, kata Jasra, melindungi anak dari ancaman, KDRT, kekerasan seksual dan menghapus kejahatan seksual sangat ditentukan oleh masyarakat yang mau tergerak menjadi pelopor dan pelapor seperti yang dilakukan para Ibu - Ibu di Ciamis

"Karena, tanpa menjadi pelopor dan pelapor, kita kesulitan deteksi dini, mencegah kekerasan, menghapus kekerasan, apalagi kejahatan seksual kepada anak," ujarnya.

"Selalu saja, kita mendapati orang - orang terdekat, atau orang - orang yang diserahkan kepercayaan oleh masyarakat untuk melindungi warganya justru menyalahi kewenangan yang telah diberikan. Dengan memanfaatkan kepedulian masyarakat untuk eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual."

Apalagi, dengan dibalut sebagai penjaga desa, tentu saja merusak sistem perlindungan anak di tingkat bawah yang dititipkan kepada para petugas dengan simbol negara sebagai tokoh perlindungan warga, yang justru menjadi predator di masyarakat.

"Tentunya sangat terlambat, ketika kita ramai ramai menghujat peristiwa ini karena peristiwa anak menjadi piatu, ‘anak yang kurang’ sudah berlangsung lama, apalagi hidup dengan ‘ayah yang dianggap juga kurang’. Artinya, perlu dievaluasi, sejauh apa respon negara kepada keluarga yang mengalami disabilitas selama ini," kata Ia. 

Dari keterangan ayah korban, kata Ia, anaknya mengalami sakit waktu buang air kecil, namun sayangnya saat para Ibu berdemonstrasi di perangkat desa, namun dalam keterangan di media Kepala Desa menyatakan aksi demonstrasi tersebut karena ketidaktahuan masyarakat, yang dilakukan oleh orang - orang sama satu desa. 

"Jadi, ada beberapa hal yang mengakibatkan jadi tanda tanya bahwa benar gak sih orang ini bermasalah. Kepala Desa juga menyampaikan keterangan saksi yang belum jelas," ujar Jasra.

"Tentu saja dengan keterangan pers dari Kepala Desa tersebut, kita menjadi sangat miris dan butuhnya sosialisasi di masyarakat terutama Kepala Desa yang memimpin perlindungan warga di Ciamis." 

Pentingnya Pemerintah Daerah setempat memimpin perubahan cara berfikir tentang peristiwa pelecehan, rudapaksa dan kejahatan seksual, bahwa menyetubuhi anak dengan alasan apapun, akan berkonsekuensi kepada hukum, apalagi anak disabilitas. 

"Disabilitas, bukan menjadi alasan untuk bisa melakukan kejahatan, karena negara sudah menjamin dalam pemenuhan hak - hak mereka," ucapnya. 

Menurutnya, menjadi saksi bagi anak disabilitas korban kejahatan seksual ada panduannya, ini yang penting di ketahui Kepolisian dan Kepala Desa disana. 

"Jangan sampai standard yang sudah ada ini, tidak terpakai perangkat desa dan aparat hukum. Apalagi, dengan menyampaikan keterangan saksi tidak jelas," kata Jasra. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved