Mata Air Pantan Warisan Belanda Hadiah buat Ratu Wilhelmina Ada di Majalengka, Airnya Jernih & Sejuk

Nama Majalengka makin ramai diperbincangkan saat Bandara Internasional Jawa Barat resmi beroperasi.

Penulis: Eki Yulianto | Editor: dedy herdiana
Tribuncirebon.com/Eki Yulianto
Potret Mata Air Pantan di Dusun Cigowong, Desa Ganeas, Kecamatan Talaga, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat yang mana konon bekas peninggalan Belanda, Sabtu (10/7/2021). 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

TRIBUNCIREBON.COM, MAJALENGKA - Nama Majalengka makin ramai diperbincangkan saat Bandara Internasional Jawa Barat resmi beroperasi.

Perbincangan itu makin hangat setelah daerah dengan sebutan Kota Angin ini memiliki 'sejuta' destinasi wisata di dalamnya.

Nyatanya, jika dulu Majalengka hanya dikenal sebagai salah satu lumbung padi Jawa Barat, kini mulai dikenal sebagai tujuan wisata alam yang keindahannya tiada habisnya.

Baca juga: Disparbud Jabar Pastikan Semua Tempat Wisata di Jabar Tutup Selama PPKM Darurat

Baca juga: Petugas Gabungan Majalengka Gencarkan Sosialisasi PPKM Mikro Darurat di Sejumlah Objek Wisata

Majalengka juga dikenal ramah untuk semua traveler.

Untuk yang senang bertualang, ada beragam curug yang siap memanjakan pandangan mata pengunjungnya.

Untuk yang senang treking atau bersepeda, ada banyak jalur perbukitan yang siap ditaklukkan.

Lalu untuk yang hanya ingin bersantai, bisa jalan-jalan menggunakan campervan keliling Majalengka.

Kini, perbincangan terhangat soal tempat wisata di Majalengka adalah mata air peninggalan atau warisan dari masa penjajahan Belanda yang kini masih berfungsi dengan baik.

Sumber air alam tersebut dikenal dengan nama mata air Pantan yang berada di Dusun Cigowong, Desa Ganeas, Kecamatan Talaga, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.

Meski bangunannya tua dan belum pernah dilakukan perbaikan, tetapi sumber mata air tersebut berfungsi dengan baik hingga sekarang.

Termasuk untuk kebutuhan irigasi sawah.

Saat Tribun mencoba menjelajahinya, sangat disayangkan jalur menuju mata air peninggalan Belanda ini sulit dijangkau.

Tidak ada akses jalan yang bisa dilalalui jika harus menggunakan roda dua apalagi roda empat.

Namun untungnya, jarak dari tempat parkir ke lokasi mata air bisa dibilang tidak terlalu jauh, yakni berjarak kurang lebih 500 meter.

Dengan akses jalan setapak menyusuri saluran irigasi.

Di lokasi mata air, pengunjung dimanjakan dengan nuansa asri khas pedesaan.

Banyak pohon dan suara gemericik air menambah suasana sejuk makin terasa.

Ada bangunan menyerupai kolam di mata air tersebut.

Dari kolam itulah mata air keluar.

Air mata air peninggalan Belanda ini sangat jernih, 

Bahkan saking jernihnya dari kejauhan warna air tampak kehitam-hitaman.

Kedalaman genangan air diperkirakan hanya sekitar satu meter dengan luas kolam hanya sekitar 3×4 meter.

Tapi sensasi kesejukannya sudah dapat dirasakan.

Namun, karena memang belum pernah ada perbaikan, kesan angker pun kerap dirasakan oleh pengunjung ketika berada di mata air tersebut.

Menurut Kepala Blok Legasari Kulon, Bambang Sugiyono sutejo bahwa sumber mata air Pantan itu dulunya sebuah sungai.

Kemudian, pada era penjajahan Belanda dibuat sebuah kolam dan bangunan peristirahatan yang kini telah jebol dialiri air.

"Kata orang tua dari masa penjajahan Belanda dibuatnya. Dulunya itu walungan (sungai) kemudian dibangun," ujar Bambang, Sabtu (10/7/2021).

Diceritakan dia, aliran mata air itu diduga kuat berasal dari Situ Sangiang yang berada di Kecamatan Banjaran.

Namun, jika diukur saat ini, jarak antara situ Sangiang dengan mata air Pantan cukup jauh.

"Pernah ada yang masuk ke lobang air itu dan keluarnya ternyata dari Situ Sangiang. Padahal jaraknya jauh belasan kilometer kalau menurut logika mah gak masuk," ucapnya.

Meski di musim kemarau, mata air Pantan tidak pernah surut.

Bahkan debit air yang dikeluarkan tak pernah menyusut.

Saat ini, mata air Pantan dimanfaatkan masyarakat yang mengaliri berbagai desa di Kecamatan Talaga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Seperti, untuk pertanian dan juga air minum.

"Air disitu untuk warga Desa Talaga Kulon, Wetan, Ganeas, Genteng, Salado, Cicanir berikut Argasari. Ada yang untuk pertanian ada yang untuk air minum," jelas dia.

Sementara, menurut pemerhati sejarah Grup Majalengka Baheula (Grumala), Nana Rohmana, saluran air Pantan dibangun sekitar tahun 1930-an, atau pada era R.M.A Suriatanudibrata (1922-1944).

R.M.A Suriatanudibrata sendiri merupakan Bupati Majalengka pada waktu itu.

"Mata air ini dibangun Belanda untuk dihadiahkan kepada Ratu Wilhelmina di hari ulang tahunnya. Bukan hanya itu, di Pantan juga terdapat terowongan air bawah tanah yang panjangnya mencapai 150 meter dan dibangun karena longsornya bukit sekitar mata air Pantan," kata Naro biasa disapa.

Kini, setiap harinya ada saja pengunjung yang datang untuk sekadar menikmati jernihnya mata air Pantan.

Tak perlu membayar tiket masuk, pengunjung hanya perlu membayar uang parkir di halaman rumah warga yang sengaja didesain untuk parkir kendaraan.

Sumber: Tribun Cirebon
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved