Virus Corona Mewabah
Pengamat Ini Berani Kritik Cara Indonesia Tangani Pandemi Covid-19: Ya Cuma Pakai Cara Semaunya
Menurut Karim Suryadi, dibandingkan yang dilakukan negara lain, keputusan ini dibikin saat kondisi penyebaran kasus Covid-19 yang kian melambung tingg
Oleh karena itu, Karim menegaskan, pengendalian Covid-19 tidak bisa didasarkan atas kemarahan, ketakutan, atau rasa bosan.
Tapi pengendalian ini harus didasarkan atas keputusan yang seksama tentang data epidemiologi penularan kasus Covid-19, karena Covid-19 ini hal nyata.
"Pemerintah pun harus mau mendengarkan suara dari para dokter, tenaga kesehatan. Begitupun dengan percepatan pemulihan ekonomi nasional, karena persoalan utama kita kan Covid-19 tentang kesehatan, jadi enggak mungkin kita bisa memulihkan ekonomi, tanpa mengatasi akar persoalannya (kesehatan). Jadi kalau akar persoalannya yakni tentang Covid-19 ini belum selesai, langkah apapun yang dilakukan dalam pemulihan ekonomi tidak akan pernah terwujud," ucapnya.
Baca juga: Jalur Dua Desa di Majalengka Putus Total Akibat Jembatan Ambruk, Truk Pengangkut Pasir Terperosok
Oleh karena itu, Ia meminta Pemerintah harus jujur membaca data covid-19 ini seperti apa, serta memiliki keberanian moral untuk mengambil langkah - langkah pengendalian yang diperlukan. Kondisi nyata terkait kasus covid-19 ini pun tidak bisa di tutup-tutupi dengan kampanye datangnya vaksin, atau berita Presiden yang akan divaksinasi pertama di Indonesia selama ini, bukan yang utama dibutuhkan masyarakat.
Yang dibutuhkan lanjutnya, adalah bagaimana teknis cara mendapatkan vaksin dan kemudahan menjadi peserta vaksinasi lainnya, dimana hal itu harus di jawab oleh pemerintah. Sehingga vaksinasi ini bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia dengan mudah.
"Inilah saatnya kepemimpinan Joko Widodo terhadap bangsa ini di uji hari ini, dan nasib bangsa Indonesia dipertaruhkan, karena meskipun ditutup-tutupi covid-19 ini akan membuka diri sendiri, baik melalui jumlah kasus yang tidak bisa di bendung dan angka kematian yang semakin tinggi. Jadi modal kuncinya hanya dua yaitu, kejujuran membaca data dan keberanian moral untuk mengambil langkah pengendalian yang diperlukan" ujarnya.
Disinggung terkait sanksi yang tepat dilakukan pemerintah dalam mendisiplinkan para pelanggar protokol kesehatan, menurutnya, sikap acuh yang terjadi di masyarakat saat ini tidak sepenuhnya berasal dari kejenuhan masyarakat. Tapi sebagian dibentuk oleh pengetahuan yang salah tentang covid-19, yang diantaranya lahir dari pembacaan situasi atas inkonsistensi dari kebijakan pemerintah.
Inkonsistensi kebijakan pemerintah, kata Prof. Karim terbentuk dari upaya pemerintah yang tidak bersungguh-sungguh dalam mengendalikan kasus covid-19. Sehingga kondisi ini membentuk pengetahuan yang salah di masyarakat tentang bahaya covid-19.
Contoh pengetahuan yang salah dari kebijakan pemerintah salah adalah, Pemerintah yang sangat mengutamakan percepatan pembangunan ekonomi hingga mengabaikan dan menomor duakan pengendalian covid-19, buktinya banyak daerah yang tidak mau menutup pariwisata di momentum akhir tahun.
"Bila kondisi ini terus terjadi, maka akan membentuk persepsi di masyarakat, bahwa dibandingkan ekonomi, covid-19 ini tidak ada artinya, sehingga masyarakat yang merasa harus memenuhi kebutuhan hidupnya, akhirnya ikut mengabaikan protokol kesehatan," katanya. (*)