Begini Proses Budidaya Maggot Oleh DLH Kuningan, Sebagai Upaya Pengendalian Sampah
kegiatan budidaya maggot ini sebagai bentuk untuk menekan jumlah sampah organik.
Penulis: Ahmad Ripai | Editor: Mutiara Suci Erlanti
Laporan Kontrributor Kuningan, Ahmad Ripai
TRIBUNCIREBON.COM,KUNINGAN – Upaya pengendalian dan meminalisir sampah di Kuningan, terus dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup.
Hal itu menyusul dilaksanakannya praktek budidaya maggot yang terletak di lingkungan eks Kantor Dinas Lingkungan Hidup, Rabu (9/9/2020).
Dalam kesempatannya, Kasi Pelaksana Pengolahan Sampah di Dinas LH, yakni Rukman Johara saat ditemui mengatakan, kegiatan budidaya maggot ini sebagai bentuk untuk menekan jumlah sampah organik.
• Seorang Kepala Desa di Majalengka Dipastikan Terpapar Virus Corona, Dirawat di RSUD Majalengka
• Sampah Domestik di Kuningan Capai 400 Ton per Hari, DLH Mulai Kembangkan Budidaya Magot
“Mengawal praktek pengembangan budidaya maggot, terdiri dari sejumlah bahan baku sebagai media pemancing untuk lalat KSV,” kata Rukman.
Syarat yang harus diperhatikan dalam budidaya maggot, kata dia, harus menyiapkan sejumlah bahan baku yang telah diaduk dan difermentasikan terlebih dahulu.
“Bahan bakunya, yaitu, minuman yakult satu botol, gula pasir lima sedok, dedak secukupnya, bumbu royco dan dituangkan air sebanyak 1 liter serta daun pisang untuk kemudian di adukan hingga merata,” katanya.
Usai dilakukan pengadukan, kata dia, cairan itu bisa disimpan di tempat yang suhunya cukup lembab.
“Sehingga dapat memancing atau mendatangkan lalat BSV untuk hinggap dan menetaskan telur di cairan tersebut,” ujarnya.
• 44 Bakal Paslon Kepala Daerah di Jabar Negatif Covid-19, Paslon dari Indramayu Baru Datang ke RSHS
Fermentasi cairan selama tiga hari, kata dia, akan menimbulkan jentik atau baal telur maggot itu sendiri.
“Muncul dari situ, kita lakukan perawatan.seperti pemberian pakan, diantaranya rompes, pisang dan jenis sampah organik lainnya,” katanya.

• Kabar Baik Untuk Petani, Kuota Pupuk Subsidi Ditambah Hingga 1 Juta Ton
Usaha ini, kata dia, akan dikembangkan di setiap desa.
“Karena melihat daripada kegiatan ini, memiliki nilai ekonomis,” katanya.
Sebab, masih kata dia, maggot ini bisa dijadikan pakan untuk ikan, ayam dan sejumlah ternak jenis unggas lainnya.
• Hati-Hati, Outbreak atau Puncak Kasus Covid-19 di Indramayu Diprediksi Terjadi Pada November 2020
“Ya kalau harga itu kisaran Rp 7-10 ribu per kilogramnya,” katanya. (*)