New Normal
Sekolah Mau Dibuka Kembali, Sejumlah Orang Tua Siswa Menolak, Ragukan Protokol Kesehatan di Sekolah
Ia mengaku waswas terhadap kesehatan anaknya yang baru mau masuk ke sekolah dasar (SD).
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Firman Wijaksana
TRIBUNCIREBON.COM, GARUT - Sejumlah orang tua siswa di Kabupaten Garut menolak rencana dibukanya kembali sekolah. Mereka meragukan protokol kesehatan di sekolah yang dinilai masih belum maksimal.
Neng Ayu (33), orang tua siswa SDN 1 Samarang, tak setuju dengan wacana pembukaan kembali sekolah bila fasilitas tak dilengkapi. Seperti tempat mencuci tangan, kamar mandi bersih, dan air yang selalu tersedia.
"Saya kira sekolah yang ada saat ini, fasilitas kebersihannya masih belum memadai. Bahkan air saja masih tidak ada. Jadi kalau belum terpenuhi dengan baik, saya menolak sekolah dibuka lagi," ujar Ayu saat dihubungi, Rabu (27/5/2020).
Sirkulasi ruangan, lanjutnya, juga harus diperhatikan. Terutama masuknya sinar matahari. Jumlah siswa di setiap kelas juga akan jadi masalah.
"Di kelas anak saya saja, muridnya sampai 30 lebih. Kalau kembali normal, saya khawatir dengan kesehatan anak-anak," katanya.
Rini Kartini (25), juga menolak sekolah kembali dibuka. Ia mengaku waswas terhadap kesehatan anaknya yang baru mau masuk ke sekolah dasar (SD).
"Kalau harus langsung belajar di sekolah saya ragu. Protokol kesehatan di sekolah akan sanggup dengan syarat new normal atau tidak," kata Rini.
• Khusus untuk Daerah Kategori 3T, Kemensos Bakal Cairkan Bantuan Sosial Tunai Sekaligus 3 Bulan
• Sore Ini Pukul 16.18 WIB Matahari Tepat di Atas Kabah Saatnya Perbaiki Arah Kiblat Masjid dan Rumah
• Jika PSBB Tak Diperpanjang, Mal-mal di Bandung Akan Buka Serentak 30 Mei, Terapkan Protokol Covid-19
Rini mengatakan, pemerintah harus berhati-hati dalam mengambil langkah bagi siswa untuk kembali sekolah. Ia meminta jaminan kesehatan jika pemerintah memaksakan sekolah dibuka.
"Jangan tergesa-gesa. Lebih baik pastikan dulu aman. Belajar di rumah tentunya jadi pilihan terbaik," ucapnya, ditemui di Jalan Sudirman, Kecamatan Garut Kota.
Tak Benar Bulan Juli
Jelang tahun ajaran baru, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud) Nadiem Makarim menegaskan keputusan pembukaan kembali sekolah akan didasarkan pada pertimbangan Gugus Tugas Percepatan Penanganan.
Pernyataan ini disampaikan Mendikbud dalam Rapat Kerja secara telekonferensi dengan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia ( DPR RI), di Jakarta, Rabu (20/5/2020).
"Harus diketahui bahwa Kemendikbud sudah siap dengan semua skenario. Kami sudah ada berbagai macam. Tapi tentunya keputusan itu ada di dalam Gugus Tugas, bukan Kemendikbud sendiri," ujar Nadiem menegaskan.
Dikutip dari rilis resmi Kemendikbud, Mendikbud Nadiem menyampaikan, "Jadi, kami yang akan mengeksekusi dan mengoordinasikan."
Nadiem menjelaskan ada banyak faktor menjadi pertimbangan pembukaan kembali sekolah pascakebijakan belajar dari rumah sebagai bagian dari PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) guna menahan laju perluasan pandemi Covid-19.
"Tapi keputusan kapan, dengan format apa, dan seperti apa, karena ini melibatkan faktor kesehatan, bukan hanya pendidikan, itu masih di Gugus Tugas," tambahnya.
• Jangan Lewatkan Mega Bollywood Kabhi Kushi Kabhi Gham di ANTV dan Preman Prensiun 4 di RCTI
• Ini Panduan Protokol Kesehatan Untuk Aparat Keamanan, Menkes Terawan: Berisiko Tertular Covid-19
• Daftar Harga HP Samsung Bulan Mei 2020: Samsung A20S Rp 2,6 Juta, Samsung M30S Rp 3,3 Juta
Terkait adanya berbagai kabar beredar di masyarakat bahwa Kemendikbud akan membuka sekolah pada awal tahun ajaran baru di bulan Juli secara tegas disampaikan Mendikbud Nadiem tidak benar.
"Kami tidak pernah mengeluarkan pernyataan kepastian, karena memang keputusannya bukan di kami. Jadi mohon stakeholders atau media yang menyebut itu, itu tidak benar," tegas Nadiem.
Seusai rapat kerja Mendikbud menambahkan bahwa di banyak negara, awal tahun ajaran baru relatif tetap.
Adapun demikian, penyesuaian metode belajar disesuaikan dengan kondisi dan status kesehatan masyarakat di masing-masing wilayah.
"Kemendikbud menilai saat ini tidak diperlukan adanya perubahan tahun ajaran maupun tahun akademik. Tetapi metode belajarnya apakah belajar dari rumah atau di sekolah akan berdasarkan pertimbangan gugus tugas," tutur Mendikbud.
Jakarta Masuk 13 Juli
Dinas Pendidikan DKI Jakarta berencana memulai kembali kegiatan belajar mengajar di sekolah bertepatan dengan dimulainya tahun ajaran baru 2020/2021, yakni pada 13 Juli 2020.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana mengatakan, rencana itu disusun dengan mempertimbangkan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dalam rangka mencegah penularan Covid-19.
"Hari pertama sekolah dengan mempertimbangkan kebijakan, baik pemerintah pusat maupun daerah, yang kami siapkan 13 Juli," ujar Nahdiana dalam video rapat pimpinan yang diunggah di akun YouTube Pemprov DKI, Jumat (15/5/2020).
Nahdiana berujar, Dinas Pendidikan telah menyusun tiga skema belajar di sekolah yang akan diterapkan pada tahun ajaran 2020/2021.
Pertama, hanya sebagian sekolah yang dibuka dengan semua siswa belajar di sekolah. Kedua, hanya sebagian sekolah yang dibuka dengan sebagian siswa belajar di sekolah. Ketiga, semua sekolah dibuka dengan sebagian siswa belajar di rumah.
• Staf BPKAD Kuningan Diperiksa Polda Jabar Terkait Dugaan Korupsi, Begini Respons Pimpinan
• Bombardir Syahrini dengan Isu Wanita Beragenda, Laurens Balik Dikuliti Sahabat Inces, Bongkar Ini
• Bukan Zaskia Sungkar, Irwansyah Dulunya Justru Naksir Banget Sama Shireen Sungkar, Istri Teuku Wisnu
"Kami lakukan ini semua dengan mengikuti kebijakan pemerintah apabila PSBB ini telah dibuka kembali, maka kami bersiap untuk kembali sekolah dengan rancangan-rancangan yang kami buat dengan beberapa alternatif," kata Nahdiana.
Kegiatan belajar mengajar di sekolah pada tahun ajaran baru akan mempertimbangkan kesiapan fasilitas sekolah untuk mencegah penyebaran Covid-19 hingga lokasi sekolah.
Perubahan Kebijakan
Masa darurat Covid-19 yang mengharuskan semua guru dan siswa belajar dari rumah nyatanya tak sekadar mengubah lokasi dan metode belajar. Lebih besar dari itu, Covid-19 telah mendorong banyak pihak melakukan perubahan dalam dunia pendidikan di Indonesia hanya dalam hitungan bulan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) telah melakukan berbagai penyesuaian pembelajaran selama masa pandemi.
Salah satunya mendorong guru untuk tidak fokus mengejar target kurikulum semata selama masa darurat, melainkan juga membekali siswa akan kemampuan hidup yang sarat dengan nilai-nilai penguatan karakter.
• Pelaku Pembunuhan Berencana di Cirebon Pukul Kepala Korban dengan Batu & Tusuk Leher Korban
• Adik Via Vallen Positif Covid-19, Keluarga Kaget Didatangi Satpol PP, Rapid Tes Non Reaktif
• Login sensus.bps.go.id, Sensus Penduduk Online akan Segera Berakhir 4 Hari Lagi
Tujuannya, agar pembelajaran jarak jauh tidak membebani guru dan orangtua, terutama siswa sebagai sosok penting dalam pendidikan.
Penyesuaian tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di lingkungan Kemendikbud, serta Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan.
“Kami mendorong para guru untuk tidak menyelesaikan semua materi dalam kurikulum,” papar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim pada acara media briefing Adaptasi Sistem Pendidikan selama Covid-19, di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (14/5/2020), seperti dilansir dari laman Kemendikbud.
Yang paling penting, lanjut Nadiem, adalah siswa masih terlibat dalam pembelajaran yang relevan seperti keterampilan hidup, kesehatan, dan empati.
Dalam acara kerja sama antara Kementerian Luar Negeri, Kemendikbud, dan Ketua Tim Pakar Penanganan Covid-19 itu, Nadiem juga mengatakan, sebagai salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan sarana pembelajaran, Kemendikbud pun menggagas Program Belajar dari Rumah (BDR) di TVRI.
Tayangan tersebut merupakan salah satu alternatif belajar yang diberikan Kemendikbud untuk membantu banyak keluarga yang memiliki keterbatasan pada akses internet.
Dengan begitu, harapannya anak-anak memperoleh stimulus untuk terus belajar di rumahnya masing-masing.
Tidak sampai di situ saja, serangkaian kebijakan lain pun dikeluarkan Kemendikbud menyikapi perkembangan penyebaran Covid-19, seperti pembatalan ujian nasional (UN), penyesuaian ujian sekolah dan pendekatan online untuk proses pendaftaran siswa.
Selain itu, dibuat pula kebijakan penyesuaian pemanfaatan bantuan operasional sekolah (BOS) dan BOP yang fleksibel untuk memenuhi kebutuhan sekolah selama pandemi.
Sedangkan bentuk relokasi sumber daya yang sudah dilakukan Kemendikbud hingga kini yaitu Program sukarelawan mahasiswa kedokteran dan kesehatan yang telah terkumpul lebih dari 15.000 relawan di seluruh Indonesia.
Lalu, mengaktifkan fasilitas medis universitas di seluruh Indonesia sebagai Covid-19 Test Center, 18 laboratorium dan 13 rumah sakit untuk perawatan pasien.
Termasuk, mengalokasikan asrama pusat pelatihan kementerian untuk karantina yaitu di LPMP dan P4TK di seluruh Indonesia dan realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 405 miliar.