Human Interest Story
Cuma Tamat SMP, Eks Petugas Kebersihan Bikin 9 Perpustakaan Mini di Bandung, Pangalengan, & Cianjur
Di sudut teras terdapat rak kayu yang penuh sesak dengan buku-buku. Di dalam rumah, rak setinggi 3 meter yang difungsikan sebagai partisi ruangan juga
TRIBUNCIREBON.COM - Riwayat pendidikan formal yang hanya sampai jenjang SMP tak menyurutkan semangat literasi Sandi Mulyadi (36), pemuda asal Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, untuk mendirikan perpustakaan.
Malah, saat ini pria kelahiran Bandung itu sudah menginisiasi sembilan perpustakaan mini yang ia labeli Saung Baca, di daerah Bandung, Pangalengan, dan Cianjur.
Dalam waktu dekat, Yadi akan mendirikan satu saung baca lagi, tempatnya di Tasikmalaya.
Menyambangi rumahnya di Kampung Cicadas, RT 002/004, Desa Sukamulya, Kecamatan Warungkondang, Cianjur, ada kesan tak biasa yang dapat.
Berada di lingkungan perkampungan, rumah sederhana itu tampak asri nan artistik. Ornamen-ornamen dari bahan daur ulang menghiasi rumah kayu tersebut. P
ot bunga warna-warni bergelantungan di setiap sudut halaman rumah, menghadirkan nuansa estetis yang semakin kentara. Di teras rumah terdapat meja kayu. Di atasnya tergeletak alat seduh kopi tradisional.
Di sudut teras terdapat rak kayu yang penuh sesak dengan buku-buku. Di dalam rumah, rak setinggi 3 meter yang difungsikan sebagai partisi ruangan juga penuh buku.
“Ini rumah saya sekaligus Saung Baca untuk warga. Setiap sore anak-anak ke sini untuk bermain dan membaca," kata Yadi kepada Kompas.com, Minggu (23/2/2020).
• PNS Tasikmalaya Tunggak Pajak 437 Kendaraan Dinas, Wali Kota: Harusnya Mereka Malu
• Makin Banyak Spot Keren Nih di Majalengka, Pemkab Resmikan Pedestrian Gelanggang Generasi Muda
• Jaga Kesehatan Jantung Anda dengan Mengonsumsi 5 Jenis Buah-Buahan Ini, Buah Naga hingga Melon
DO dan jadi petugas cleaning service
Semangat Yadi mendirikan Saung Baca berangkat dari kesenangannya membaca buku sejak kecil. Saking gandrungnya, sepanjang hari selalu dihabiskan bersama buku.
Namun, hobinya itu tak berbanding lurus dengan jenjang pendidikannya. Yadi terpaksa berhenti sekolah karena ketiadaan biaya.
Krisis ekonomi pada 1998 silam ternyata berdampak pada kondisi keuangan orangtuanya. Akibatnya, mereka mengalami kesulitan biaya untuk menyekolahkan anak-anaknya.
"Orangtua saya itu anaknya sebelas. Jadi, biayanya banyak. Kecewa (tidak bisa meneruskan sekolah) tentu saja. Namun, tak sekolah bukan berarti harus berhenti belajar, bukan?” ucapnya.
Yadi tak ingin berpangku tangan apalagi meratapi nasibnya itu. Akan tetapi, hanya berbekal ijazah SMP tentu tak punya banyak pilihan baginya untuk memilih pekerjaan.
Akhirnya, ia terpaksa bekerja sebagai seorang petugas cleaning service di sebuah instansi pemerintah di Bandung. Sepuluh tahun dihabiskan untuk pekerjaannya itu.