KISAH Dokter Keturunan Tionghoa Berpangkat Letnan Satu yang Membantu Pengangkatan Pahlawan Revolusi

Semua jenazah kemudian dimasukkan ke dalam peti dan dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto untuk disemayamkan. Sementara, Tim Kipam dipanggil Pangkostrad

Editor: Machmud Mubarok
IST via Tribunjogja.com
Jasad Brigjen Soetojo Siswomiharjo sesaat setelah diangkat dari sumur di Lubang Buaya, 4 Oktober 1965 

TRIBUNCIREBON.COM - Pada 1980, Presiden Soeharto menganugerahkan tanda kehormatan Bintang Kartika Eka Paksi Nararya kepada Letkol Marinir TNI AL Winanto beserta kesembilan orang rekannya, termasuk dr Kho Tjioe Liang.

Kho Tjioe Liang merupakan seorang dokter keturunan Tionghoa berpangkat Letnan Satu (Lettu) Kesehatan di Korps Komando Operasi (KKO) yang kini telah berubah nama menjadi Korps Marinir. Ia merupakan satu dari sembilan anggota Kesatuan Intai Para Amphibi (Kipam) Marinir yang kini telah menjadi Batalyon Intai Amfibi (Taifib).

Saat periode pasca-Gerakan 30 September 1966, dia bertugas mengevakuasi jenazah tujuh Pahlawan Revolusi yang berada di sumur Lubang Buaya.

Atas upaya yang dilakukan tim itulah, diketahui kondisi jenazah Pahlawan Revolusi tidak mengalami perusakan atau mutilasi secara mengerikan seperti digambarkan dalam film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI (1984), yang menjadi tayangan wajib televisi pada masa Orde Baru.

Dikubur di sumur tua Dilansir dari buku Tionghoa dalam Sejarah Kemiliteran Sejak Nusantara Sampai Indonesia (2014) karya Iwan Santosa, operasi pengangkatan jenazah ketujuh Pahlawan Revolusi itu dimulai dengan manuver yang dilakukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) atau yang kini disebut Kopassus di bawah kepemimpinan Mayor (Inf) CI Santoso di kawasan Lubang Buaya pada 3 Oktober 1965.

Kendala teknis pun dihadapi. Jenazah tersebut berada di dalam sebuah sumur tua berdiameter 0,75 meter dengan kedalaman 10 meter. Lokasi sumur tersebut terpaut 3 meter dari rumah seorang guru aktivis Partai Komunis Indonesia (PKI).

Elis Kaget Lihat Anak Perempuannya Berdarah, Ternyata Berkelahi Dengan Perampok Yang Masuk Ke Rumah

Berangkat ke Arab Saudi Jadi TKW, Nanih Warga Sumedang Pulang Jadi Jenazah, Ini Penyebab Kematiannya

Posisi jenazah dalam kondisi terbalik, kepala di bawah dan kaki di atas lantaran diduga dilemparkan secara sembarangan.

Selain itu, jenazah juga ditimbun dengan sampah kering, batang pohon pisang, daun singking, dan tanah secara berselang-seling.

Pada 4 Oktober 1966, sekitar pukul 02.30 WIB, Pangkostrad Mayjen Soeharto memerintahkan Kapten (Czi) Sukendar untuk meminta bantuan kepada Korps Marinir. 

Semula, Sukendar menuju Markas Kipam di Ancol, tetapi rupanya keberadaan mereka telah dipindah ke Markas Besar Korps Marinir. Sekitar pukul 03.00 WIB, Sukendar menemui perwira jaga Mabes Korps Marinir yang kemudian menghubungi Letnan (Mar) Mispan Sutarto.

Kisah KH Maimun Zubair atau Mbah Moen Didatangi Rasulullah SAW dalam Mimpi Titip Dzurriyahnya Mondok

Sosok Dukun Sakti Ningsih Tinampi, Mengaku Mendapat Ilmu Gaib Setelah Diselingkuhi Suami Tercinta

Ketika itu, Komandan Taifib Kapten (Mar) Winanto sedang berada di mes di Jalan HOS Cokroaminato 103 Menteng, Jakarta Pusat. Letnan Mispan, Sersan Saparimin, dan Sukendar kemudian menuju Markas Besar AL di Dermaga II Tanjung Priok untuk mengambil peralatan tambahan dari KRI Multatuli sekitar pukul 03.30 WIB.

Rupanya, tabung oksigen yang dibawa dalam keadaan kosong sehingga mereka harus menuju pabrik pengisian oksigen di Manggarai.

Setelah melapor ke Kostrad sekitar pukul 08.00 WIB, tim tersebut langsung berangkat ke Lubang Buaya dengan menggunakan truk. Akan tetapi, Sukendar tak mengetahui secara pasti di mana lokasi sumur tua tersebut.

Hingga akhirnya, setelah sempat bertanya kepada sejumlah orang yang berada di sekitar lokasi, tim tersebut tiba sekitar pukul 09.30 WIB di Pondok Gede.

Mereka bertemu Resimen Parako yang tengah berjaga, dan Tim Kipam yang turut berangkat diperiksa.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved