Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto
TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON- Meski sudah dua kali mendapat surat larangan, aktivitas tambang di Proyek Pertambangan Al-Azhariyah, Gunung Kuda di Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, tetap berjalan.
Akibatnya, terjadi longsor yang menewaskan sejumlah pekerja dan menyebabkan kerugian materil.
Polisi menetapkan dua orang tersangka dalam kasus ini.
Keduanya yakni AK (59), pengelola tambang warga Desa Bobos, Kecamatan Dukupuntang dan AR (35), pengawas tambang yang merupakan warga Desa Girinata, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon.
Baca juga: Proses Evakuasi Korban Longsor di Gunung Kuda Cirebon Dihentikan Sementara
“Modusnya, tersangka AK dan AR tetap menjalankan kegiatan pertambangan, meski sudah ada dua surat larangan resmi dari Kantor Cabang Dinas ESDM Wilayah VII Cirebon,” ujar Kapolresta Cirebon, Kombes Sumarni saat konferensi pers di Mapolresta Cirebon, Minggu (1/6/2025).
Surat larangan pertama dikeluarkan pada 6 Januari 2025 dan yang kedua pada 19 Maret 2025.
Keduanya ditujukan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), yakni Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah. Namun larangan itu tidak diindahkan.
AK memerintahkan AR untuk terus menjalankan operasional pertambangan tanpa memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Adapun, peristiwa nahas itu terjadi pada Jumat, 30 Mei 2025 sekitar pukul 10.00 WIB di lokasi tambang Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang.
Saat aktivitas penggalian material limestone/trass tengah berlangsung, tiba-tiba tanah longsor menimpa para pekerja.
"Akibat kelalaian dan pelanggaran aturan, terjadi tanah longsor yang menimbulkan korban jiwa, luka-luka, serta kerugian materil berupa alat berat dan truk pengangkut material," ucap Kapolresta.
Baca juga: Wabup Majalengka Kirim Bantuan Untuk Evakuasi Korban Longsor di Gunung Kuda Cirebon
Dalam penyelidikan, polisi menyita sejumlah barang bukti dari lokasi kejadian, di antaranya tujuh unit kendaraan berat, surat izin tambang, serta dokumen pelarangan dan peringatan dari instansi terkait.
Kedua tersangka dijerat dengan pasal berlapis, di antaranya Pasal 98 ayat (1) dan (3) serta Pasal 99 ayat (1) dan (3) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman pidana penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp 15 miliar.
Lalu, Pasal 35 ayat (3) jo Pasal 186 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana diubah UU No. 6 Tahun 2023, dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara.