Sejarah Masjid Besar Tegal Kalong, Masjid Tertua di Sumedang, Bagian Atapnya Seperti Mahkota

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana di Masjid Besar Tegal Kalong, Sumedang, Senin (18/3/2024) petang

Laporan Kontributor TribunJabar.id, Kiki Andriana 

TRIBUNCIREBON.COM, SUMEDANG- Ada area yang menyajikan kesejukan di tengah ramainya arus kendaraan yang melintas di jalur Sumedang Kota-Situraja.

Ialah Masjid Besar Tegal Kalong, masjid peninggalan Kerajaan Sumedang Larang.  


Masjid Besar Tegal Kalong terletak di Alun-alun Tegal Kalong di Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang.

Arus kendaran yang melintas di jalan di depan masjid ini, nyaris tak pernah berhenti. Namun, siapapun yang melintas, jika tidak singgah, paling tidak akan melirik ke masjid ini. 


Arsitektur masjid ini unik, karena lain dari pada yang lain. Ada satu menara di pinggirnya, dan di terasnya, ada 18 pilar.

Dari kejauhan, terlihat bahwa untuk berada di terasnya, akan terasa udara yang sejuk karena semilir angin terperangkap ke teras itu.


Lantai masjid ini keramik putih. Pilar-pilar juga berwarna putih. Di bagian dalam, ada empat pilar yang menjadi ciri khas masjid-masjid kuno. Pilar itu besar-besar. 


Masjid Tegal Kalong ini pada tahun 1600-an. Ketika peristiwa penyerangan terhadap Kerajaan Sumedang Larang yang menjadi peristiwa berdarah pada tahun 1675, masjid inilah yang menjadi lokasinya.  


Ketua DKM Masjid Besar Tegal Kalonh, Taryo Nuraga mengatakan ciri bangunan penginggalan Kerajaan Sumedang Larang adalah bentuk seperti mahkota pada bagian atapnya. 


Di seberang masjid itu, ada pula bangunan Kantor Kecamatan Sumedang Utara yang merupakan bekas pusat Kerajaan Sumedang Larang. 


"Di sana nama jalan, Jalan Pendopo. Itu juga diduga bekas Kerajaan Sumedang Larang. Sampai sekarang, bentuknya tidak ada banyak perubahan," kata Taryo kepada Tribun, Senin (18/3/2024) petang. 

Suasana di Masjid Besar Tegal Kalong, Sumedang, Senin (18/3/2024) petang


Masjid Besar Tegal Kalong bukan lagi bangunan dengan bentuk aslinya dulu. Namun, Taryo berusaha agar jikapun ada renovasi, tetap menggunakan material yang 'jadul'. 


Seperti kusen, dia tak mau menggunakan baja ringan atau kayu selain jati. Maka, kusen jati dipesan meski memakan waktu lama. 


"Kusen-kusen diganti, menyesuaikan dengan bahan, cari jati, masa pakai alumunium, berapa bulan pesannya," katanya. 


Taryo mengatakan, jika ada perbaikan, maka itu dilakukan dengan mengandalkan uang kencleng (kotak amal) dan donatur. 


"Dari Pemkab Sumedang kurang ada perhatian, tidak ada sama sekali. Kalau ada, harus bikin proposal, ah, capek. Padahal kan ini masjid bersejarah, masjid pertama di Sumedang," katanya.

Berita Terkini