Sedangkan bagi mahasiswa program doktor, penting bagi mereka untuk menerbitkan makalah di jurnal internasional yang memiliki reputasi.
Nadiem juga menegaskan bahwa terdapat berbagai cara bagi mahasiswa untuk menunjukkan kemampuan dan kompetensi mereka sebagai bagian dari persyaratan kelulusan.
"Bapak-bapak dan ibu-ibu di sini sudah mengetahui bahwa ini mulai aneh, kebijakan ini, legacy (sebelumnya) ini," ujarnya.
"Karena ada berbagai macam program, prodi, yang mungkin cara kita menunjukkan kemampuan kompetensinya dengan cara lain," kata Nadiem.
Nadiem mencontohkan bahwa kemampuan seseorang di bidang teknis tidak selalu dapat diukur dengan cara menulis karya ilmiah.
Ia menyatakan bahwa pihaknya telah merespons ini dengan perbaikan dalam Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang lebih bersifat kerangka.
Nadiem berharap bahwa dengan adanya peraturan baru ini, setiap program studi akan memiliki fleksibilitas lebih besar untuk menentukan persyaratan kompetensi lulusan melalui skripsi atau bentuk lain yang sesuai.
"Dalam akademik juga sama. Misalnya kemampuan orang dalam konservasi lingkungan, apakah yang mau kita tes itu kemampuan mereka menulis atau skripsi secara scientific? Atau yang mau kita tes adalah kemampuan dia mengimplementasi project di lapangan?" ucapnya.
"Ini harusnya bukan Kemendikbudristek yang menentukan," ujar Nadiem.
Pada kesempatan yang sama, Nadiem juga menjelaskan tentang aturan baru mengenai persyaratan kelulusan mahasiswa dalam Permendikbudristek sebagai berikut.
Aturan Baru soal Standar Kompentensi Lulusan
* Kompetensi tidak lagi dijabarkan secara rinci.
* Perguruan tinggi dapat merumuskan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terintegrasi.
* Tugas akhir dapat berbentuk prototipe, proyek, atau bentuk lainnya, tidak hanya skripsi/tesis/disertasi.
* Jika program studi sarjana/sarjana terapan sudah menerapkan kurikulum berbasis proyek atau bentuk lain yang sejenis, maka tugas akhir dapat dihapus/tidak lagi bersifat wajib.