TRIBUNCIREBON.COM- Sebuah studi kesehatan masyarakat di Inggris menemukan bahwa kemanjuran vaksin Pfizer dan AstraZeneca terhadap virus corona varian delta melemah dalam waktu tiga bulan.
Kesimpulan itu berdasar data lebih dari tiga juta tes swab hidung dan tenggorokan yang dilakukan di Inggris.
Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa mereka yang terinfeksi virus corona varian delta setelah menerima dua dosis vaksin Pfizer-BioNTech (22UAy.DE) atau vaksin AstraZeneca (AZN.L) masih lebih mampu menularkan virus ke orang lain dibanding varian virus corona sebelumnya.
Baca juga: Tempat Wisata di Bandung Dibuka Khusus untuk Warga yang Sudah Divaksin, yang Belum Vaksin Dilarang
Seberapa besar penurunannya?
Dari hasil riset peneliti di Universitas Oxford, 90 hari setelah mendapat suntikan kedua vaksin Pfizer atau AztraZeneca, kemanjuran dalam mencegah infeksi virus corona varian delta masing-masing turun menjadi 75 persen dan 61 persen.
Dalam rentang dua minggu setelah diberi dosis kedua vaksin, keefektifan untuk vaksin Pfizer turun menjadi 85 persen dan keefektifan vaksin AstraZeneca turun menjadi 68 persen.
Dilansir dari Reuters, Kamis (20/8/2021), penurunan kemanjuran cenderung terjadi pada mereka yang berusia 35 tahun ke atas.
Kendati keefektifan menurun, profesor statistik medis dan kepala penyelidik untuk survei Oxford Sarah Walker mengatakan bahwa kedua vaksin masih mampu melawan varian Delta.
"Kedua vaksin ini, dalam dua dosis masih bekerja sangat baik melawan Delta. Namun perjalanan kita masih panjang," kata Walker.
Untuk diketahui, Walker tidak terlibat dalam pengerjaan vaksin AstraZeneca yang dikembangkan oleh pakar imunologi di Universitas Oxford.
Para peneliti tidak memproyeksikan berapa banyak lagi perlindungan yang akan turun dari waktu ke waktu. Namun mereka memperkirakan bahwa kemanjuran kedua vaksin mencapai ambang batas penurunan dalam kurun waktu 4-5 bulan setelah suntikan kedua.
AstraZeneca. (Reuters (10 Maret 2021)
Viral load
Menyoroti peningkatan risiko penularan varian Delta, penelitian ini juga menunjukkan bahwa mereka yang terinfeksi meskipun telah divaksinasi lengkap cenderung memiliki viral load seperti orang yang tidak divaksinasi dan terinfeksi.
Viral load adalah istilah yang digunakan untuk merujuk jumlah / banyaknya virus di dalam darah seseorang.
Temuan Oxford sejalan dengan analisis oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS dan ketika pemerintah AS merencanakan akan membuat suntikan penguat vaksin Covid-19 tersedia secara luas bulan depan.
Rencana pemerintah AS itu berdasar data yang menunjukkan bahwa perlindungan yang diberikan vaksin Covid-19 saat ini berkurang dari waktu ke waktu.
Israel mulai memberikan dosis Pfizer ketiga bulan lalu untuk menghadapi lonjakan infeksi lokal yang didorong oleh Delta. Beberapa negara Eropa juga diharapkan mulai menawarkan booster kepada orang tua dan orang-orang dengan sistem kekebalan yang lemah.
Jenis-jenis vaksin Covid-19. (clinical trial arena)
Pfizer mengatakan kemanjuran vaksinnya menurun seiring waktu. Bulan lalu AstraZeneca mengatakan masih mencari tahu berapa lama perlindungan vaksinnya bertahan dan apakah dosis booster diperlukan untuk menjaga kekebalan.
"Fakta bahwa kami melihat lebih banyak petunjuk viral load, untuk mencapai herd immunity mungkin jadi lebih menantang," kata rekan penulis Koen Pouwels, juga dari Universitas Oxford.
Kekebalan kelompok adalah ketika sebagian besar populasi kebal terhadap patogen, baik dengan vaksinasi atau infeksi sebelumnya, menghentikan pertumbuhan jumlah infeksi.
"Vaksin mungkin paling baik dalam mencegah penyakit parah dan sedikit mencegah penularan," kata Pouwels.
Para penulis memperingatkan bahwa konsentrasi virus di tenggorokan hanyalah gambaran kasar untuk tingkat keparahan gejala dan bahwa mereka tidak memiliki data baru tentang durasi infeksi.
Survei tersebut, yang belum ditinjau sejawat sebelum dipublikasikan dalam jurnal ilmiah, menggarisbawahi kekhawatiran para ilmuwan bahwa varian Delta, dapat menginfeksi orang yang divaksinasi penuh pada tingkat yang lebih besar daripada garis keturunan sebelumnya, dan bahwa orang yang divaksinasi dapat lebih mudah menularkannya.
Untuk membedakan periode sebelum dan sesudah Delta menjadi lazim, para peneliti Oxford menganalisis sekitar 2,58 juta tes swab yang diambil dari 380.000 orang dewasa yang dipilih secara acak antara 1 Desember 2020, dan 16 Mei 2021, dan 810.000 hasil tes dari 360.000 peserta antara 17 Mei dan Agustus.
Studi ini dilakukan dalam kemitraan dengan Kantor Statistik Nasional Inggris (ONS) dan Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial (DHSC).